Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

8 ALASAN Pemberat Ferdy Sambo Divonis Mati, Terbukti Tembak Brigadir J dan Motif Bukan Pelecehan

Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023). 

Editor: Musahadah
kolase youtube kompas TV
Hakim Wahyu Iman Santoso, Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut saat menjatuhkan vonis mati untuk Ferdy Sambo. 

SURYA.CO.ID - Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023). 

Majelis hakim yang terdiri dari Wahyu Iman Santoso, Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut memastikan Ferdy Sambo secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 33 UU ITE jo Pasal  55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Majelis hakim memastikan tidak ada alasan pemaaf dan pembenar dari perbuatan Ferdy Sambo. 

"Maka terdakwa harus dijathi pidana," tegas hakim Wahyu saat membacakan putusannya.  

Sebelum dijatuhi hukuman, hakim Wahyu lalu menguraikan hal-hal yang memberatkan Ferdy Sambo, yakni: 

Baca juga: AKHIRNYA Polemik Sarung Tangan Ferdy Sambo Dijawab Hakim di Putusannya: Dipakai Tembak Brigadir J

- Pembunuhan dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi selama kurang lebih tiga tahun. 

- Perbuatan terdakwa telah meninggalkan duka mendalam untuk keluarga Brigadir J

- Perbuatan terdakwa mengakibatkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat

- Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukan sebagai aparat penegak hukum yakni Kadiv Propam.  

- Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masayrakat Indonesia dan dunia internasional serta

- Perbuatan terdakwa menyebabkana banyak anggota polri untuk terlibat dalam kasus ini. 

- Terdakwa berbelit-belit

- Terdakwa tidak mengakui perbuatannya.

Sementara untuk hal yang meringankan, hakim memastikan tidak ada. 

"Mengadili menyatakna terdakwa Ferdy Sambo terbukti terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. tanpa hal mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagiaman mestinya yang dilakukan bersama-sama. 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati," tegas hakim Wahyu. 

Putusan ini langsung disambut dengan tangisan oleh ibu BRigadir J yang hadir di kursi depan pengadilan. 

"Terimakasih dan bersyukur," sebut Rosti Simanjuntak.  

Ikut Menembak Brigadir J

Dalam pertimbangannya, hakim juga memasyikan bahwa Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J (Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat) menggunakan sarung tangan hitam. 

Pengakuan tentang sarung tangan ini sebelumnya diungkap saksi Bharada E  dan saksi Adzan Romer saat bersaksi untuk Ferdy Sambo. 

Dikatakan Bharada E, saat menembak, Ferdy Sambo sudah mengenakan sarungan tangan plastik warna hitam di tangan kanannya. 

Baca juga: 9 ALASAN Hakim Sebut Pemerkosaan Putri Candrawathi Tidak Terbukti, Begini Reaksi Ibu Brigadir J

Sementara Adzan Romer menyebut, sarung tangan itu sudah dipakai Ferdy Sambo saat turun dari mobil dan mengambil senjata HS yang jatuh dari sakunya.

Pengakuan Bharada E dan Adzan Romer itu dibantah keras Ferdy Sambo dan tim kuasa hukumnya. 

Namun, bantahan itu ternyata tidak mampu meyakinkan hakim. 

Majelis hakim menyampaikan bahwa Ferdy Sambo menembak ke arah dinding menggunakan senjata api jenis HS, kemudian turut menembak Brigadir J memakai sarung tangan berwarna hitam.

"Menimbang bahwa mengenai terdakwa membawa dan menembakkan ke dinding atau tembok menggunakan senjata api jenis HS milik korban Yosua, serta terdakwa melakukan penembakan terhadap korban Yosua menggunakan sarung tangan hitam," kata Hakim Wahyu, dalam sidang vonis terdakwa Ferdy Sambo.

Majelis hakim juga memastikan bahwa tindakan Ferdy Sambo itu dilakukan dengan sengaja dan terencana. 

“Menimbang bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana melakukan pembunuhan tersebut, terdakwa masih bisa memilih lokasi, terdakwa masih bisa memilih alat yang digunakan dan terdakwa menggerakan orang lain untuk membantunya,” papar Hakim Wahyu dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Menurut majelis hakim, unsur "dengan sengaja" telah terpenuhi dalam rangkaian peristiwa yang terangkum dalam fakta persidangan.

Misalnya, Ferdy Sambo meminta ajudannya, Ricky Rizal, untuk menembak Brigadir J.

Namun ditolak. Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri kemudian meminta Ricky Rizal memanggil Richard Eliezer atau Bharada E.

Jenderal bintang dua itu kemudian meminta Bharada E untuk membunuh Brigadir J di rumah dinasnya, di komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

“Menimbang bahwa unsur dengan sengaja menurut majelis telah nyata terpenuhi,” papar Hakim Wahyu.

Adapun pembunuhan ini dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.

Akhirnya, Brigadir J pun tewas diekskusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Majelis hakim mengatakan pengakuan Ferdy Sambo yang menyatakan tidak niat membunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J hanyalah bantahan kosong belaka.

Menurut hakim Wahyu, jika Ferdy Sambo tidak niat membunuh Yosua maka seharusnya Eks Kadiv Propam Polri itu tak mencari orang pengganti saat Ricky Rizal Wibowo menolak menembak Brigadir J.

"Menurut majelis hal tersebut hanyalah bantahan kosong belaka mengingat apabila yang dimaksudkan sebagai niat atau kehendak terdakwa hanya mem-backup saja,maka instruksi itu hanya cukup kepada saksi Ricky Rizal Wibowo dan tidak perlu mencari pemeran pengganti begitu saksi Ricky Rizal Wibowo tidak sanggup menembak korban Nofriansyah Yosua Hutabarat karena tak kuat mental," ujar Hakim Wahyu saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

Menurutnya, Ferdy Sambo justru memanggil Bharada Richard Eliezer alias Bharada E untuk memuluskan rencananya membunuh Brigadir J.

"Akan tetapi faktanya justru memanggil saksi Richard untuk mewujudkan kehendaknya membunuh korban Yosua Hutabarat," jelasnya.

Karena itu, Hakim Wahyu menambahkan bahwa nota pembelaan dari penasihat hukum Ferdy Sambo soal tidak niat membunuh Brigadir J harus dikesampingkan.

"Menimbang bahwa oleh karenanya menurut majelis hakim nota pembelaan penasihat hukum patut dikesampingkan pula," tukasnya.

 Motif Bukan Pemerkosaan atau Pelecehan

Majelis hakim memastikan pelecehan seksual atau pemerkosaan Putri Candrawathi tidak terbukti. Ini 9 alasannya.
Majelis hakim memastikan pelecehan seksual atau pemerkosaan Putri Candrawathi tidak terbukti. Ini 9 alasannya. (kolase kompas TV)

Di bagian lain, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meyakini tidak adanya pelecehan/kekerasan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan korban Brigadir J terhadap Putri Candrawathi. 

Keyakinan hakim ini diungkap dalam pertimbangan sebelum menjatuhkan putusan terhadap terdakwa pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo hari ini, Senin (13/2/2023). 

Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso mengungkap ada sembilan alasan yang membuat pihaknya yakin tidak adanya pelecehan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi. 

Berikut 9 alasan tersebut: 

1.  Relasi kuasa

Baca juga: BIODATA 3 Hakim yang Vonis Ferdy Sambo dan Rekam Jejaknya, Nomor 2 yang Paling Garang Putusannya

Hakim merujuk Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2017 terkait pedoman mengadili perempuan yang berhadapan dengan hukum, yang salah satunya mengatur tentang relasi kuasa. 

Dijelaskan Wahyu, ada dua unsur penting yang sifatnya hirarkis meliputi posisi antar individu lebih rendah atau lebih tinggi, ketergantungan seseorang karena status sosial, budaya, pendidikan hingga ekonomi.

Menurut Wahyu, di kasus ini orang yang memiliki posisi lebih unggul dan dominan adalah Putri karena dia adalah istri seorang Kadiv Propam Polri serta berlatar belakang seorang dokter gigi. 

Sementara Brigadir J hanya lulusan SMA dan berpangkat brigadir.

"Sehingga sangat kecil kemungkinan kalau korban melakukan kekerasan seksual," kata hakim Wahyu. 

2. Putri tak mencerminkan profil korban kekerasan seksual

Hakim juga melihat Putri Candrawathi tidak mengalami gangguan stres pasca trauma akibat pelecehan seksual.

Dikatakan hakim, tindakan pelecehan seksual dan perkosaan mengalami setres akibat pengalaman traumatis.

Mengutip dalam sebuah jurnal, hakim menyebut ada lima tahapan pemulihan korban kekerasan seksual, yakni tahap penyangkalan, kemarahan, penawaran, depresi hingga tahap penerimaa saat dia sudah mampu mengendalikan dirinya sendiri.

Hakim lalu menguraikan keterangan saksi Bripka Ricky Rizal yang mengaku diminta Putri Candrawathi  untuk memanggil korban Brigadir J di kamarnya dan berbicara beberapa saat di dalam kamar. 

Menurut hakim, perilaku Putri Candrawathi justru bertentangan dengan profil korban kekerasan seksual yang menuju poses pemulihan.

"Tindakan Putri memanggil adalah terlalu cepat dilakukan seorang korban kekerasan seksual terhadap pelaku.
Butuh waktu yang cukup panjang, tidak sekejab mata. Sehingga sangat tidak masuk akal dalih korban kekerasan seksual yang disampaikan Putri Candrawathi," tegas hakim. 

3. Hasil poligraf

Majelis hakim juga mengutip hasil pemeriksaan poligraf Putri Candrawathi yang menyebutkan hasil minus 25 yang berarti dia terindikasi berbohong. 

4. Pengakuan Ferdy Sambo

Majelis hakim juga mengukti keterangan Ferdy Sambo yang mengaku tidak membawa Putri Candrawathi ke rumah sakit untuk dimintakan visum et repertum.

"Terdakwa hanya mengatakan itu hanya kesalahan terdakwa. Padahal, terdakwa sudah berpengalaman lebih dari 25 tahun sebagai penyidik. Sehingga tidak ada bukti rekam medis," katanya. 

5. Tidak ada bukti tertulis

Dalam pasal 24 UU 12 tahun 2022 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disebutkan alat bukti yang sah dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual.

Diantaranya, alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana, alat bukti lain termasuk inforamsi atau dokumen elektronik, barang bukti yang dipakai dalam tindak pidana atau benda, hasil pemeriksaan saksi atau korba, dan alat bukti surat seperti surat surat keterangan psikologi klinik, rekam medis, pemeriksaan forensik, hasil pemerikasaan rekening bank dan dokumen.

Berdasarkan keterangan Ricky Rizal yang mengaku diperintah memindahkan uang fdari rekening Brigadir J ke rekeningnya sebantak Rp 100 juta dua kali. 

Uang di rekening Brigadir J tersebut diakui sebagai milik Putri Candrawathi. 

Dikaitkan dengan relasi kuasa, membuktikan bahwa korban bergantung secara ekonomi kepada Putri Candrawathi.

"Sangat tidak masuk akal kalau Yosua melakukan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi," katanya. 

Lalu, mengenai hasil asesmen psikologi klinik yang diungkap di sidang, majelis hakim justru menganggap hasil itu terlalu subyektif dan berpihap pada para terdakwa. 

"Seolah-olah kekerasan seksual sebagia tindakan pembenaran atas perbuatan terdakwa terhadap Yosua.
Sementara kekerasan tidak punya bukti fisik yang nyata seperti rekam medis. Tidak ada rekomendasi psikologis terhadap keluarga korban. Keluarga korban belum meninggalkan kesedihanan. Karena itu hasil ini patut dikesampingnkan," kata hakim. 

6. Pengakuan Putri dan Ferdy Sambo dikesampingkan

Terkait keterangan Putri Candrawathi dan terdakwa Ferdy Sambo akan adanya kekerasan seksual dan hasil pemeriksaan psikologi forensik telah dianggap seolah-olah memenuhi ada asas pembuktian yang didalilkan penasehat hukum terdakwa, majelis mengesampingkan. 

"Harus dikesampingkan karena tidak disertai alat bukti lainnya," tegas hakim.

7. Latar belakang Putri Candrawathi

Majelis hakim juga melihat latar belakang Putri Candrawathi punya background dokter gigi yang biasanya melakukan standar prefentif kesehatan tinggi, tidak melakukan tes DNA.

Bahkan tidak ada visum atau rekam medik terkait kejadian peleehan seksual atau lebih dari itu.

8. Laporan dihentikan

Hakim juga merujuk pada keterangan mantan Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit dan AKP Samuel yang menyebutkan adanya laporan tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan Putri Cadrawathi.

Namun, laporan itu telah dihentikan penyelidikannya oleh penyidik.

9. Keterangan penyidik

Majelis hakim juga mendasarkan keterangan dari penyidik bernama Sugeng Putut Wicaksono. 

Dalam keterangan yang dibacakan di muka persidangan Sugeng menyebut kerap diingatkan Ferdy Sambo bahkan cerita di Magelang tidak ada, itu hanya ilusi.

"Dengan demikian motif adanya kekerasan seksual tidak dapat dibuktikan menurut hukum. Motif yang lebih tepat, perbuatan atau sikap korban (Brigadir J) dimana sikapnya tersebut yang menimbulkan sakit hati yang begitu mendalam dari Putri Candrawathi"

"Majelis hakim tidak mendapat keyakinan yang cukup bahwa korban melakukan pelecehan, perkosaan atau lebih dari itu kepada Putri Candrawathi. Karena itu, alasan demikian patut dikesampingkan," pungkasnya. 

Mendengar penjelasan majalis hakim ini, ibu Brigadir J, Rosti Simanjuntak yang hadir di kursi depan ruang sidang tampak lega. 

Sambil terus memegang foto Brigadir J, Rosti tampak dirangkul anak perempuannya, Yuni Hutabarat sambil.  

Seperti diketahui, sidang pembacaan vonis Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi akan digelar di ruang utama PN Jakarta Selatan Oemar Seno Adji mulai pukul 09.30 dengan mekanisme bergiliran. 

Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto  tidak dapat memastikan siapa yang akan dijatuhi vonis terlebih dahulu oleh majelis hakim.

"Sidang mulai pukul 09.30 WIB, secara bergiliran, nanti ditentukan majelis hakim," tuturnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hakim: Ferdy Sambo Sengaja Bunuh Brigadir J"

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved