Berita Malang Raya

Pernikahan Dini di Kota Malang Masih Terjadi, Faktor Ekonomi Mendominasi Penyebabnya

Pernikahan dini Kota Malang terjadi karena banyak faktor, salah satu yang paling mendominasi adalah faktor ekonomi.

Penulis: Benni Indo | Editor: Titis Jati Permata
pixabay.com
Foto Ilustrasi pasangan menikah 

SURYA.CO.ID, MALANG - Pernikahan dini di Kota Malang masih terjadi. Kepala Dinas Sosial dan P3AP2KB, Peni Indriani menyatakan, pernikahan dini Kota Malang terjadi karena banyak faktor, salah satu yang paling mendominasi adalah faktor ekonomi.

Ia mendengar laporan dari tingkat kelurahan terkait faktor ekonomi tersebut.

Meskipun ia mengatakan masih ada trend pernikahan dini di Kota Malang, Peni juga mengaku belum melihat langsung adanya warga yang menikah dini

Sejauh ini, Dinsos dan P3AP2KB belum turun lapangan untuk mencatat dan menangani persoalan tersebut.

Peni mengatakan, pihaknya hanya menerima laporan dari bawah.

Jika tidak ada laporan, maka tidak ada instrumen tindak lanjut.

"Sejauh dilaporkan oleh Puskesos, pasti kami catat. Harus disampaikan ke Puskesos, agar nanti dibahas di Musren," paparnya.

Mayoritas pernikahan dini dilakukan oleh warga yang lulus pendidikan rendah.

Peni mengatakan pihaknya memiliki duta genre yang mencoba menyasar anak-anak muda agar tidak melakukan pernikahan dini, seks pra nikah dan Napza.

Ia juga mengatakan kerap menyalurkan bantuan sosial kepada warga.

"Sejauh kemampuan kami, bantuan-bantuan itu kami salurkan. Tapi juga jangan mengandalkan bantuan," ungkapnya.

Upaya itu dilakukan untuk menekan jumlah pernikahan dini di Kota Malang.

Pernikahan dini memiliki banyak risiko ke depannya, selain risiko ekonomi juga risiko kesehatan.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, dr Husnul Muarif menyatakan, pernikahan dini berpotensi menjadi penyebab anak yang dilahirkan stunting.

Tidak dianjurkan menikah di bawah usia 19 tahun karena alat reproduksi belum siap, utamanya perempuan.

"Ketika alat reproduksi belum siap, lalu ada pembuahan, akan menghasilkan program perkembangan pertumbuhan calon janin yang tidak baik. Bisa jadi dalam berapa bulan beratnya tidak sesuai, sehingga lahir bayi berat badan rendah yang berpotensi stunting," ujarnya.

Pada 2022 ini angka stunting di Kota Malang menurut perhitungan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM), sudah di angka 8,67 persen.

Di metode lain ada Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui BKKBN.

SSGI ini sampling dipilih berdasarkan yang sudah ada daftar namanya.

"Nah terkadang, dari daftar nama itu tidak masuk kriteria sasaran seperti usianya sudah lebih. Pada 2021 laporannya di angka 25,7 persen dengan 21 blok sensus. Pada 2022 dengan 82 blok sensus, kami sudah berada mudah-mudahan di angka 14 persen," ungkap Husnul.

BACA BERITA SURYA.CO.ID DI GOOGLE NEWS LAINNYA

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved