BIODATA Gusti Moeng yang Mengaku Diusir dari Keraton Solo hingga Ricuh, Pernah Jadi Anggota DPR RI
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari atau Gusti Moeng jadi sorotan setelah adanya kericuhan di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
SURYA.CO.ID - Inilah sosok Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Solo, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari atau Gusti Moeng yang tengah berkonflik dengan kubu Sasonoputro yang mengatasnamakan Raja Keraton Solo, SISKS Pakubuwono (PB) XIII Hangabehi.
Konflik antara kubu Sasonoputro dan LDA panas hingga membuat kericuhan di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, pada Jumat (23/12/2022) malam.
Untuk diketahui, LDA yang diketuai Gusti Moeng adalah kerabat keraton yang berisi para adik dan anak raja.
Peristiwa terjadi sekitar pukul 19.00 WIB yang membuat kawasan tersebut memanas hingga sejumlah orang dilarikan ke Rumah Sakit Kustati.
Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo KRA Dani Nuradiningrat mengaku, abdi dalem yang berada di pihaknya diserang saat menjalankan tugas untuk menutup pintu di beberapa titik.
Baca juga: SOSOK KGPH Purbaya Putra Mahkota Keraton Solo Berusia 21 Tahun yang Baru Dinobatkan, Kuliah di Undip
"Diserang oleh orang tidak dikenal dengan brutal di luar peri-kemanusiaan," terangnya saat dihubungi.
Penutupan beberapa pintu dilakukan demi keamanan karena meningkatnya ancaman terhadap Sinuhun PB XIII.
"Karena eskalasi pada sinuhun ancaman itu naik ada pemukulan dan lain sebagainya abdi dalem kita dapat dhawuh untuk mengamankan area keraton," jelasnya.
Ia juga mengakui salah satu perintahnya yakni meminta bagi pihak di luar keraton untuk meninggalkan area tersebut.
"Bagi yang tidak berhak di situ turun," tuturnya.
Dari sejak awal, pihaknya memang tidak mengakui Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat yang diketuai oleh putri Pakubuwono XII, GKR Wandansari (Gusti Moeng).
"Di jaman PB XII, PB XIII sebenarnya tidak ada lembaga apa pun atas nama apa pun yang lebih tinggi dari pada raja," jelasnya.
Inilah yang membuat kedua belah pihak bersitegang sampai jatuh korban.
Korban luka cukup parah dialami oleh abdi dalem dan warga yang berada di pihak yang mewakili Sinuhun PB XIII.
"Ada 4 atau 5 orang berdarah-darah saat ini sedang diobservasi di RS Kustati. Dipukul dengan benda tumpul. Ada yang tulang iganya patah. Karena diinjak-injak dan lain sebagainya," terangnya.
Ia mengaku menjalankan tugas dengan meminta baik-baik kepada pihak Gusti Moeng dkk untuk meninggalkan area dalam keraton. Namun, pihaknya justru diserang.
"Kita persuasif meminta dengan baik dengan sopan tapi mereka melawan. Mereka menjalankan tugas untuk menutup. Setelah ditutup muncul penyerangan dan penganiayaan," jelasnya.
Pihak yang menyerang tersebut menurutnya tidak memakai atribut selayaknya abdi dalem.
"Kalau njenengan pirsa penyerang tidak memakai baju jawa memakai pakaian biasa itu sebenarnya gambaran yang jelas," tuturnya.
Di sisi lain, Ketua LDA, Gusti Kanjeng Ratu Wandansari atau yang akrab disapa Gusti Moeng mengaku diusir oleh kubu Sasonoputro.
Menurut Gusti Moeng, pihak Sasonoputro membawa sekitar 50 orang untuk mengusir Gusti Moeng sekeluarga.
"Mereka ingin mengusir kita," terang dia.
Bahkan, cucu Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, BRM Suryo Mulyo mengaku ditodong senjata api.
Suryo mengatakan, orang yang menodongnya dengan senpi itu menyebut dirinya sebagai anggota Polri.
"Saya diginiin (mengisyaratkan tangan seperti ditodongi senjata api) 'Isoh meneng ra mas?' Ditodong didorong. 'Ojo peh aku nganggo klambi biasa terus kowe nyepelekke aparat'," tuturnya mengikuti perkataan oknum tersebut.
Cucu PB XIII lain, BRM Yudhistira Rachmat Saputro, juga mengaku dipukul punggungnya.
Lalu GRAy Devi Lelyana Dewi dipukul tangannya memakai bambu.
Beberapa orang memaksa merangsek masuk.
Mereka barisan LDA berusaha mempertahankan area dalam keraton.
Seusai kejadian, Ketua LDA Keraton Solo, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari atau Gusti Moeng menjelaskan bagaimana posisi lembaganya dalam mengelola aset Keraton Solo.
Ia menegaskan hal ini setelah tindakan pengusiran yang dilakukan oleh kubu PB XIII.
Kebetulan sehari menjelang kirab budaya yang diadakan oleh LDA.
Menurutnya anak Sri Susuhunan PB XII itu, aset Keraton Solo bukan milik PB XIII.
“Sinuhun bukan pemilik. Sinuhun di sini hanya Ketua Adat. Yang memilih adat. Karena dia anak laki-laki tertua dari Sinuhun Pakubuwono XII,” terangnya kepada TribunSolo.com, Jumat )23/12/2022).
Bahkan, menurutnya ayahnya, Sri Susuhunan Pakubuwono XII juga bukan pemilik.
“Bapak saya pun bukan pemilik. Ini kagungane (punyanya) dinasti kagungane eyang-eyang. Kita di sini hanya menjaga melestarikan. Tidak mau ngapa-ngapain kok,” tuturnya.
Ia pun menjelaskan bahwa saat ini kondisi PB XIII di umurnya yang menginjak 74 tahun, Sinuhun hanya menghabiskan hari-harinya di Pelereman.
Menurut Gusti Moeng, kondisi inilah yang dimanfaatkan kubu Sasonoputro untuk bertindak mengatasnamakan PB XIII.
“Sinuhun saja tempat tinggalnya pelereman ndalem. Bukan rumah. Hanya untuk istirahat (Sinuhun saja tempat tinggalnya di dalem, bukan rumah, hanya untuk istirahat)," aku dia.
"Kok kudungan sinuhun terus sinuhun ra isoh nulis ra isih moco. Ra isoh mlaku saiki. Dinggo kudung terus. Ini kan kurang ajar (Sinuhun gak bisa nulis gak bisa membaca. Gak bisa jalan sekarant),” sergahnya.
Lembaga Dewan Adat yang dipimpinnya mengemban amanah untuk melestarikan berbagai aset budaya beserta tradisi Keraton Solo.
Dengan dasar ini, siapa pun tidak berhak mengusirnya dari dalam Keraton.
“Dan saya juga ngomong sama keamanan dari Sinuhun. Kita pokoknya sama-sama abdinya keraton menjaga keraton,” jelasnya. (*)
Siapa sebenarnya Gusti Moeng?
Gusti Moeng atau GKR Wandansari Koes Moertiyah adalah putri dari Raden Mas Suryaguritna, yang dinobatkan sebagai putra mahkota Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Ayahnya memiliki gelar Pangeran Adipati Aryo Hamengkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram sebelum menjadi Sri Susuhunan Pakubuwana XII.
Ia lahir di Suarakarta, 1 November 1960.
Gusti Moeng merupakan istri dari KP. Eddy S Wirabhumi.
Putri Keraton itu kemudian dianugerahi dua anak, BRAj Lung Ayu dan BRAj Sedhah Mirah.
Gusti Moeng merupakan anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Partai Demokrat, yang mewakili Jawa Tengah khususnya Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, Surakarta dan Kabupaten Klaten.
Ia bertugas di Komisi II yang menangani Pemerintahan daerah di Indonesia, otonomi daerah, Kementerian Dalam Negeri Indonesia, Badan Pertanahan Nasional dan Komisi Pemilihan Umum.
Tak hanya cemerlang sebagai Putri Keraton, Gusti Moeng juga banyak menerima penghargaan.
Sebagai anak, ia dianggap oleh ayahnya sebagai orang yang berjasa pada keraton.
Sebagai ungkapan terima kasih ayahnya, dia dianugerahi dengan diberi bintang Sri Kabadyan.
Pendidikan dan Karir
Gray Koes Moertiyah merupakan lulusan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Ia kemudian melanjutkan studinya di jurusan Lingkungn Hidup di Universitas Sebelas Maret.
Di tahun 2009, ia menjadi anggota DPR RI Komisi II.
Ia juga ditunjuk sebagai Pangageng Sarana Wilapa Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Terkunci di Kepuntren
Gusti Moeng menceritakan dirinya terkunci di Kepuntren selama tiga hari, sejak Kamis (11/2/2021).
Ia mengaku saat itu baru saja pulang makan siang bersama suaminya, Kanjeng Eddy.
Kemudian ia melihat mobil RI 10 terparkir di Kori Kamandungan Keraton.
Kemudian dirinya secara spontan mengikuti tamu dari BPK itu masuk Kori Kamandungan karena setingkat Menteri.
Dirinya menceritakan, ia berniat masuk ke Keraton mengikuti pejabat BPK.
Hal itu dilakukannya karena ia ingin menyampaikan aspirasi mengenai surat yang dilayangkan oleh BPK Semarang perihal tagihan LPJ tahun 2018 yang sampai 2020.
Ia juga menceritakan jika BPK sempat terlihat membawa kunci dan gembok.
Saat ingin keluar, Gusti Moeng mengatakan akses masuk Keputren ditutup semua.
Dirinya berjalan masuk ke Kantonan Dalem PB XII dan pintunya tidak ditutup.
Di dalam Keputren Gusti Moeng bertemu dengan kerabat keraton lainnya.
Karena tak bisa keluar, ia pun menelepon Kanjeng Wira (Eddy Wirabhumi).
Kemudian ia menjelaskan jika dirinya dibantu oleh Gusti Sekara, dan Kanjeng Wira untuk keluar dari Kepuntren.
Dia mengatakan jika Gusti Timoer dan dirinya tidak mengurung diri di dalam Keputren.
Namun dirinya mengaku jika dikunci dari luar sehingga tidak bisa keluar Keputren.
Selama tiga hari di dalam Keputren, Gusti Moeng tak mendapat makanan yang cukup.
Dia juga mengatakan tidurnya hanya beralaskan tikar dan tidak ada penerangan karena listrik dimatikan. (Tribunnews/tribun solo)
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Kubu PB XIII Hangabehi Vs LDA Memanas Lagi, Gusti Moeng : Sinuhun Bukan Pemilik Keraton Solo