Berita Jember
Angka Kekerasan Anak di Jember Banyak Mengarah Seksual, Perlu Galang Kekuatan untuk Pencegahan
Koordinator Pendamping UPTD PPA Jember mengharapkan ada langkah bersama terkait penanganan kekerasan pada anak dan perempuan
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Deddy Humana
Pelaku persetubuhan terhadap anak itu sudah ditangkap. Ketika ditanya, ia mengaku sering mengakses video hubungan beda jenis. Kemudian apa yang dilihat ia praktikkan kepada adik iparnya yang berusia 14 tahun.
Karena itu, ketika menyampaikan sambutan saat peluncuran Satgas PPA Jember, Hery menegaskan pentingnya pendidikan seksual (sex education) di lembaga pendidikan.
"Untuk menekan tindak kekerasan ini, memang penting gerakan pencegahan dan penindakan. Harus lebih banyak edukasi, meski kita ketahui bahwa 'sex education' di rata-rata dunia pendidikan di Indonesia masih dianggap tabu. Namun dengan cara yang tepat, lebih soft (halus) apa yang disampaikan ke anak-anak kita tidak akan dicerna dalam bentuk vulgar. Kita harus tekan tindak kekerasan ini," tegas Hery.
Karenanya, ia berharap keberadaan Satgas PPA bisa mengambil peran tersebut, bersama dengan stakeholder di banyak elemen, mulai dari tingkat kabupaten sampai kecamatan dan desa. "Tujuannya supaya sekecil mungkin terjadi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, bahkan sampai tidak terjadi lagi," tegasnya.
Sedangkan Koordinator Pendamping UPTD PPA Pemkab Jember, Solehati Nofitasari mengharapkan ada langkah bersama terkait penanganan kekerasan terhadap anak dan perempuan. "Semoga ke depan lebih baik lagi, apalagi hari ini diluncurkan Satgas PPA," ujar Solehati.
Solehati mengakui, penanganan kekerasan terhadap anak dan pencegahannya harus melibatkan banyak stakeholder. Sebab satu kasus, lanjutnya, kerapkali beririsan dengan persoalan lain. Ia mencontohkan, kasus kekerasan seksual kepada anak bisa terkait dengan kekerasan ekonomi, juga psikis.
Karena itu, penanganannya harus melibatkan banyak elemen. "Contoh satu kasus kekerasan seksual yang kami tangani, bisa saja bergandengan dengan kekerasan psikis, bahkan fisik. Sehingga kenapa, data di UPTD PPA akan lebih banyak daripada kasus di Unit PPA Polres Jember. Sebab data kami tidak hanya persoalan hukum, namun juga non litigasinya," ujar Solehati.
Solehati mencontohkan lagi, bisa saja satu kasus yang awalnya masuk ke Polres Jember, namun kemudian dinilai tidak perlu penyelesaian memakai jalur hukum namun cukup non litigasi, maka akan diserahkan ke UPTD PPA DP3AKB.
Selain itu, Solehati juga berharap pencegahan dan penanganan lintas sektor ini lebih masif, dan terstruktur. Pembagian tugas masing-masing elemen dilakukan secara baik. Seperti pelibatan psikolog dalam penanganan traumatis penyintas, atau penguatan psikologis.
Kemudian juga peran penting Dinas Pendidikan dan lembaga pendidikan, seperti sekolah. Jika seorang murid menjadi korban kekerasan seksual sampai hamil, maka pihak sekolah diharapkan terlibat memberikan solusi dan pendampingan. Bukan hanya menjadi 'hakim' dengan memutuskan bahwa seorang anak bersalah atau tidak.
Dalam kasus seperti ini, sejumlah aktivis perempuan dan anak berharap supaya sekolah turut memberikan solusi. Jika si anak sampai dikeluarkan atau memutuskan keluar, sebaiknya pihak sekolah membantu memberikan alternatif lembaga pendidikan lain. Hal ini untuk mencegah terputusnya pendidikan penyintas.
"Kolaborasi dengan pengada layanan, juga dengan pihak pemerintah desa juga sangat penting untuk pencegahan, sampai dukungan penanganan jika terjadi sebuah tindak kekerasan terhadap anak," tegas Solehati. *****
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/angka-kekerasan-seksual-anak-di-jember-naik.jpg)