SIAPA Otak Pembunuh Brigadir J? IPW: Tak Perlu Ragu Tetapkan Ferdy Sambo Tersangka Kalau Cukup Bukti

Otak pembunuhan Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga kini masih menjadi teka-teki. IPW bersuara keras.

Editor: Musahadah
kolase youtube Metro TV/istimewa
Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) meminta Bareskrim maupun Timsus tak ragu menetapkan Irjen Ferdy Sambo tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, jika cukup bukti. 

SURYA.co.id - Siapa otak pembunuhan Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga kini masih menjadi teka-teki. 

Kemungkinan adanya otak pembunuhan Brigadir J ini mencuat setelah penyidik Bareskrim Polri menetapkan Bharada E atau RIchard Eliezer sebagai tersangka. 

Dalam penetapan tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, Bharada E dijerat pasal 338 jo Pasal 55 dan 56 KUHP. 

Penjeratan Pasal  55 dan 56 KUHP kepada Bharada e ini lah yang nantinya akan menguak siapa yang melakukan, turut serta, menyuruh melakukan pembunuhan Brigadir J

Serta siapa yang sengaja memberi bantuan dan memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan pembunuhan tersebut. 

Baca juga: Terkuak Kebohongan Sosok Bharada E Tersangka Pembunuh Brigadir J, Bukan Ajudan dan Sniper Tapi Ini

Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) mengatakan ketika penyidik menggunakan pasal 55 dan 56 itu berarti harus sudah siap bisa membuktikan adanya tersangka lain, yang bersama-sama maupun yang membantu. 

"Saya membaca penyidik memiliki alat bukti itu. Apakah keterangan saksi, petunjuk, keterangan ahli maupun hasil pmeriksaan digital forensik," kata Sugeng di acara Kontroversi Metro TV, Kamis (4/8/2022). 

Menurut Sugeng, dari awal publik tidak akan percaya bahwa pelakunya hanya Bharada E, karena itu TImsus harus membuktikan itu.

Jika dikaitkan proses yang terjadi sengaja ditutup-tutupi, ada kesan rekayasa, penghilangan barang bukti dan tidak ada olah TKP, menurut Sugeng, itu untuk melindungi seseorang.

"Pangkat yang ada di rumah itu, bharada, brigpol. Tidak perlu dilindungi, tangkap saja.

Ada satu pihak yang high profil yang harus dilindungi," ujar Sugeng. 

Karena itu, lanjut Sugeng, pembuktian harus diarahkan sedemikian rupa. 

"Kalau telah bukti, Timsus atau Bareskrim tidak perlu ragu untuk menetapkan irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka, kalau cukup bukti," tegas Sugeng. 

Di bagian lain, kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menduga di kasus ini para penyidik yang sebelumnya mengusut kasus ini bukan tidak profesional, namun sengaja tidak mau profesional. 

Hal ini tampak saat kali pertama pembunuhan ini terjadi. 

Umumnya kasus pembunuhan, seharusnya ada tiga unit kepolisian yang bergerak, yakni Laboratorium Forensik (Labfor) untuk meneliti sidik jari, balistik atau ketika ada benda patah. 

Lalu Inafis untuk menyelidiki terkait wajah. Serta Kedokteran Kesehatan (Dokkes) ketika ada tubuh rusak, luka, DNA dan sebagainya. 

Namun, di kasus ini, hal Itu tidak ada.

Padahal, Polda Metro Jaya sendiri sudah berkomitmen ketika ada panggilan akan datang dalam waktu 30 menit. 

"Gak usah nunggu 3 hari. Apalagi ini di Jakarta, rumah jenderal pula," katanya. 

Menurut Adrianus, para penyidik yang notabene adalah orang terbaik di bidangnya ini sengaja tidak mau profesional.

"Saya menduga ada perintah yang membuat mereka terpaksa untuk itu.

Padahal sebetulkan ada kode etik polri, dimana ketika ada perintah salah seharusnya tidak diindahkan," katanya. 

Saat ditanya apakah bawahannya berani membantah perintah atasan, menurut Adrianus hal ini bisa dilihat dari pendekatan relasi kuasa.  

"Bagi atasan, tidak usah perintah, cukup mendehem aja sudah ada artinya.

Ini jadi penting, karena tidak ada surat perintah atau tunjuk-tunjuk. cukup mendehem, para bawahannya membuat skenario yang menyelamatkan atasan," tegasnya. 

Benarkah Pembunuhan Berencana? 

Ada perbedaan fakta polisi, Komnas HAM dan kuasa hukum terkait tewasnya Brigadir J.
Ada perbedaan fakta polisi, Komnas HAM dan kuasa hukum terkait tewasnya Brigadir J. (kolase Youtube Kompas TV/istimewa)

Adanya pembunuhan berencana di kasus yang menewaskan Brigadir J alias Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat menjadi perdebatan sengit. 

Tim pengacara keluarga Brigadir J, Eka Prasetya meyakini ada perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir J.

Dugaan kuat adanya pembunuhan berencana Brigadir J itu didapatkan Eka setelah menganalisis pasal yang dijeratkan kepada Bharada E sebagai pelaku

"Ada beberapa hal yang perlu diampaikan terkait penetapan tersangka, tetapi yang paling urgent adalah pasal yang dijatuhkan atau yang disangkakan kepada Bharada E adalah Pasal 338 KUHP jo 55 dan 56," katanya dalam siaran langsung Metro TV dalam program Metro Hari Ini, Kamis (4/5/2022).

Lebih lanjut kata Eka, tewasnya Brigadir J tidak dilakukan oleh Bharada E seorang diri.

Menurutnya ada pihak yang merencanakan, mendukung dan memfasilitasi insiden tersebut.

"Artinya kejadian pembunuhan ini bukan dia sendiri yang melakukan karena ada pasal 55 di situ, bersama-sama. Dan dilanjutkan dengan adanya pasal 56 yang artinya ada yang memfasilitasi atau yang memberi bantuan ketika kejahatan itu dilakukan oleh Bharada E," jelasnya.

Kembali ia menegaskan, pembunuhan yang dilakukan kepada Brigadir J telah terencana berdasarkan bukti yang ada, termasuk bukti percakapan Brigadir J dengan kekasihnya.

Yakni berupa ancaman sebelum kejadian penembakan terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo.

"Keyakinan kami tetap ini ada perencanaan, karena berdasarkan bukti percakapan bukti WhatsApp antara si J dengan kekasihnya itu ada semacam pengancaman sebelum kejadian ya."

"Makanya kami tetap meyakini ini pembunuhan berencana meskipun penyidik Polri dapat pasal 338 55 dan 56 tapi penyidikannya belum selesai, ini jadi kemungkinan-kemungkinan pasal juga bisa berubah sebenarnya," ucap Eka menambahkan.

Terkait kemungkinan adanya pembunuhan berencana ini, Kabaresrim Komjen Agus Andrianto mengatakan, kasus ini masih rangkapan proses pendalaman dari temuan-temuan selama pemeriksaan oleh timsus.

Salah satu proses yang kini dilakukan adalah dengan adanya 25 personil Propam, Bareskrim, Polres dan Polda Metro Jaya yang sudah menjalani proses pemeriksaan tim Irwasum Polri, bahkan sebagian akan ditempatkan di tempat khusus. 

"Rekom dari Irwasum akan menjadi pertimbangan apakah apakan perlu dilakukan peningkatan status menjadi bagian dari pelaku yakni melakukan, turut serta, menyuruh atau karena kuasanya memberikan perintah terjadinya suatu kejahata. Termasuk memberi kesempatan dan memberi bantuan sehingga kejahatan bisa terjadi," tegasnya. (tribunnews/youtube Metro TV)

Update berita lainnya di Google News.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved