Berita Jember
Raperda RTRW Minim Partisipasi Publik, PMII Jember Curigai Kelonggaran Pertambangan di 3 Kecamatan
Keempat, menuntut Pemkab Jember untuk mencabut rekomendasi tiga titik pertambangan dalam materi teknis RTRW 2021 - 2041.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, JEMBER - Sudah cukup lama suara para aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jember tidak terdengar, kini kembali melancarkan aksi di dua tempat di Jember, Kamis (28/7/2022). Para aktivis PMII itu menggelar demonstrasi untuk mempertanyakan aturan rencana tata ruang wilayah (RTRW) di Kabupaten Jember.
Aksi pertama dilakukan di depan gedung DPRD Jember, dan kedua di depan Kantor Bupati Pemkab Jember. PMII Jember mempersoalkan pembahasan Perubahan Raperda RTRW Kabupaten Jember tahun 2021 - 2041 yang dinilai ada sejumlah persoalan di dalamnya.
"Antara lain dari sisi teknokrasinya ada persoalan seperti, pembahasan Perubahan Raperda RTRW ini masih belum selesai. Namun anehnya Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) malah sudah selesai. Detailnya apa kalau RTRW-nya saja belum selesai. Belum lagi dari sisi partisipasi publik yang minim," ujar Ketua PC PMII Jember, M Faqih di sela aksi, Kamis (28/7/2022).
Menurut analisa PMII, pembahasan perubahan Raperda RTRW tersebut minim keterlibatan partisipasi publik. PMII dalam rilisnya mencontohkan, bagaimana mereka harus 'memaksa' untuk menuangkan aspirasi mereka melalui partisipasi publik tersebut.
Bahkan, masih dari rilis tertulis PMII Jember, FGD (Forum Group Discussion) terkait Raperda pada Juni 2022, seakan dilakukan secara diam-diam.
PMII, lanjut Faqih, fokus mengawal pembahasan Raperda karena tidak ingin kecolongan perihal area pertambangan. Dari informasi yang didapatkan oleh PMII pada isi di Raperda itu, tim penyusun memperbolehkan aktivitas pertambangan di kawasan Kecamatan Jenggawah, Pakusari, dan Gumukmas.
"Kami mengawal perihal pertambangan ini. Karena analisa yang kemudian mengizinkan kegiatan pertambangan di tiga kecamatan itu, sangat dangkal," tegasnya.
Faqih lantas mencontohkan Kecamatan Silo yang akhirnya tidak masuk sebagai kawasan pertambangan, namun masuk dalam kawasan perhutanan sosial.
Karenanya, PMII menyuarakan lima tuntutan melalui aksi yang dilakukan siang sampai menjelang sore tadi. Pertama, mendesak Pemkab Jember mencabut naskah akademik RDTR. Kedua, menuntut partisipasi publik seluas-luasnya dalam proses perencanaan tata ruang.
Ketiga, menuntut Pemkab Jember untuk menghentikan proses RTRW di ATR/BPN hingga dokumen KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) selesai.
Keempat, menuntut Pemkab Jember untuk mencabut rekomendasi tiga titik pertambangan dalam materi teknis RTRW 2021 - 2041. Kelima, mendesak DPRD Jember untuk melakukan pengawasan dalam proses perencanaan tata ruang.
Saat aksi di DPRD Jember, aktivis PMII ditemui oleh tiga anggota DPRD Jember yakni Wakil Ketua DPRD, Ahmad Halim, dan dua anggota dewan, Alfian Andri Wijaya dan Sunardi. Ahmad Halim menuturkan, sampai sekarang pembahasan Raperda RTRW dan turunannya masih berada di ranah eksekutif alias Pemkab Jember.
"Itu masih ada di ranah eksekutif, nanti kalau sudah diserahkan ke kami (legislatif) tentunya akan menjadi pembahasan bersama. Kami akan melibatkan partisipasi publik, dengan mengundang stakeholder seperti PMII dan yang lain," janji Halim. ****
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/pmii-jember-pertanyakan-aturan-tata-ruang.jpg)