KONDISI TERBARU Pesantren Shiddiqiyah setelah Anak Kiai Jombang Ditangkap, Bantah Ditinggal Santri

Kondisi terbaru Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso setelah anak kiai Jombang tersangka pencabulan menyerah dan diproses hukum di Surabaya terkuak.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Musahadah
Kolase tangkapan layar/Kompas.com
Sebanyak 998 santri dan santriwati Ponpes Shiddiqiyyah Ploso terancam telantar seusai Kemenag mencabut izin lembaga tersebut yang melindungi MSAT anak kiai Jombang dalam kasus dugaan pencabulan. Terbaru, pihak pesantren membantah kabar banyak santri yang meninggalkan. 

Sebelumnya, kondisi Pesantren Shiddiqiyah Ploso setelah penangkapan anak kiai Jombang diungkapkan
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As'adul Anam. 

Dijelaskan Mohammad As'adul Anam, jumlah santri di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Ploso terus mengalami fluktuasi per tiap tingkatan.

Hal ini terjadi karena sebagian santri memilih pulang setelah ramai kasus ini, meski sebagian lainnya memilih tetap tinggal. 

"Ada orang tua atau wali murid mengambil anaknya pindah pondok lain," ungkapnya.

Saat ini pihaknya sedang memetakan para santri yang ingin melanjutkan pendidikan ke tempat lain.

"Kami berkomunikasi dengan wali santri mau mengarahkan atau melanjutkan kemana. Apakah mondok lagi di daerah lain, atau menimba ilmu di sekolah pada umumnya," ujarnya ketika ditemui di Kanwil Kemenag Jatim, Jumat (8/7/2022).

"Kami tetap memperhatikan hak hak para santri. Ini merupakan tanggung jawab kami agar mereka segera mendapatkan hak mendapatkan pendidikan," tuntasnya.

Selain mencabut izin operasional, Kemenag juga menghentikan sementara bantuan operasional pondok pesantren yang dicairkan rutin setiap satu semester.

Mengenai besaran nilai bantuan dana operasional pondok pesantren, As'adul Anam menyebut setara dengan bantuan BOS yang ditangani oleh pusat. Dari wilayah setempat hanya bersifat mengajukan.

"Untuk nominalnya sendiri diturunkan langsung atau ditangani oleh pusat. Jumlahnya tidak sampai miliaran. Dicairkan setiap 6 bulan," jelasnya.

Mohammad As'adul Anam, memastikan di tempat ini hanya menyelenggarakan Pendidikan Kesetaraan Pada Pondok Pesantren Salafiyah atau PKPPS. 

"Disana tidak ada sekolah atau madrasah, yang ada pendidikan kesetaraan ponpes, dengan tingkatan Ula, Wustho, dan Ulya," terangnya.

Menurutnya, ada beberapa hal penting sebelum mendirikan pesantren. Pertama terkait lima poin seperti Kyai, Santri, Kitab Kuning, tempat beribadah,dan asrama  untuk santri menginap. Poin tersebut terpenuhi oleh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah.

"Tak ketinggalan asas kebangsaan dan asas kemaslahatan. Asas kemaslahatan ini tidak terwujud, terjadi berlawanan dengan kenyataan. Sehingga, Kemenag RI mencabut izin operasional pesantren termasuk PKPS,"  katanya.

Dalam waktu dekat perwakilan Kemenag Jatim akan mengunjungi pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Desa Losari Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved