4 Cara Memilih Sapi dan Kambing untuk Idul Adha 1443 H Sesuai Fatwa MUI
Berikut ini 4 cara memilih sapi dan kambing untuk Idul Adha 1443 H di tengah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), sesuai fatwa MUI.
Penulis: Arum Puspita | Editor: Iksan Fauzi
Tidak hanya dibuktikan hanya dengan surat keterangan kesehatan hewan, tapi pastikan hewan tidak bergejala dan lingkungan sekitar tidak ada wabah PMK.
"Hindari untuk survei ternak dengan melakukan kunjungan dari kandang ke kandang karena berpotensi memperluas penularan PMK," lanjut Nanung.
Untuk diketahui, penularan PMK pada ternak dapat terjadi melalui kontak langsung antar ternak, kandang bersama, lalu lintas hewan tertular, kendaraan angkutan, udara, air, pakan/minum, feses ternak terjangkit, serta produk maupun orang yang terkontaminasi virus PMK.
Syarat hewan kurban
Nanung menyampaikan, beberapa syarat sah hewan yang dijadikan kurban yakni hewan sehat, tidak cacat seperti buta, pincang, serta tidak terlalu kurus.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Dalam fatwa tersebut, MUI memaparkan syarat hewan yang sah untuk dijadikan hewan kurban, sebagai berikut:
1. Hewan yang terkena PMK bergejala klinis kategori ringan seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya adalah sah dijadikan hewan kurban.
2. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku sampai terlepas, pincang, tidak bisa berjalan, dan menyebabkan sangat kurus, maka hukumnya adalah tidak sah dijadikan sebagai hewan kurban.
3. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10-13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
4. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10- 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.
Nanung mengimbau masyarakat untuk tidak mencuci daging maupun jeroan di sungai.
Sebab, hal itu bisa mencemari lingkungan dan berpotensi menularkan penyakit ke hewan yang sehat di tempat yang lain, jika hewan yang disembelih ternyata sakit.
Selain itu, mencuci daging di sungai juga tidak higienis.
Untuk mencegah penyebaran PMK, dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan lalu lintas hewan ternak, kendaraan, maupun manusia terutama dari daerah terjangkit.
Upaya lain yang bisa dilakukan adalah memproteksi hewan ternak sehat agar tidak terinfeksi melalui pemberian suplemen atau pemberian nutrisi tambahan, serta vaksinasi dapat diberikan pada ternak yang sehat.
"Upaya-upaya tersebut diharapkan mampu meminimalisir penularan PMK agar tidak semakin meluas," pungkas Nanung.