Berita Tulungagung

2 Pendekar Cilik Tulungagung yang Tewaskan Calon Pesilat Tengah Malam Tak Ditahan, Ini Alasannya

Beginilah nasib dua pendekar cilik Tulungagung yang jadi tersangka kasus penganiayaan calon pesilat.

Penulis: David Yohanes | Editor: Musahadah
dokumen polisi
Pesilat Tulungagung tewas saat latihan, Senin (26/7/2021) pukul 23.30 WIB. Dua tersangka yang masih anak-anak tak ditahan.Foto kiri: ilustrasi. 

SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Beginilah nasib dua pendekar cilik Tulungagung yang jadi tersangka kasus pengeroyokan calon pesilat.

Dua pendekar cilik berinisial FA (17) dan MO (16) ini ditetapkan tersangka atas tewasnya Lutfi Fajar Rulamin (23), warga Desa Sobontoro, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. 

Lutfi Fajar Rulamin tewas saat latihan di Desa Kepuh, Kecamatan Boyolangu pada Senin (26/7/2021) pukul 23.30 WIB. 

Saat itu Lutfi bersama enam calon anggota pencak silat lain dilatih FA, MO dan 2 pelatih dewasa. 

Selama latihan Lutfi menerima pukulan dan tendangan dari empat pelatihnya di bagian tubuhnya.

Baca juga: Kronologi Pesilat Tulungagung Tewas saat Latihan Tengah Malam hingga 4 Orang Ditetapkan Tersangka

Pada tendangan terakhir, ia terjatuh dan mengerang kesakitan kemudian pingsan.

Teman-temannya mencoba menolong lalu membawanya ke Puskesmas Boyolangu.

Namun sesampainya di Puskesmas Boyolangu, Lutfi sudah dinyatakan meninggal dunia.

Polisi lalu menetapkan FA, MO dan dua pelatih dewasa yakni ER (20) dan FI (23) sebagai tersangka kasus ini. 

Hanya saja proses penyidikan terhadap FA dan MO berbeda dengan ER dan FI. 

FA dan MO ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Tulungagung

“Kasusnya tetap dilanjutkan meskipun tersangka anak-anak. Hanya nanti menggunakan sistem peradilan pidana anak,” terang Kepala UPPA Satreskrim Polres Tulungagung, Iptu Retno Pujiarsih, Rabu (28/7/2021).

Kepala UPPA Satreskrim Polres Tulungagung, Iptu Retno Pujiarsih menjelaskan kasus dua pelatih silat yang menyebabkan calon pesilat tewas masih di bawah umur. Karena ancaman hukumannya 12 tahun penjara, maka tidak bisa di diversi.
Kepala UPPA Satreskrim Polres Tulungagung, Iptu Retno Pujiarsih menjelaskan kasus dua pelatih silat yang menyebabkan calon pesilat tewas masih di bawah umur. Karena ancaman hukumannya 12 tahun penjara, maka tidak bisa di diversi. (SURYA.co.id/DAVID YOHANES)

Dalam perkara ini penyidik menjerat para tersangka dengan pasal 170 ayat 2 poin 3, tentang pengeroyokan yang menyebabkan kematian.

Pasal ini mengancam para tersangka hukuman penjara paling lama 12 tahun.

Karena ancaman yang mencapai 12 tahun, maka perkara yang menjerat FA dan MO tidak bisa lewat proses diversi.

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana

“Diversi hanya bisa dilakukan pada pidana dengan ancaman di bawah tujuh tahun dan bukan pengulangan,” papar Retno.

Namun FA dan MO tidak ditahan karena ada penjamin dan diwajibkan absen setiap hari.

Perkara akan dilanjutkan hingga proses persidangan serta tergantung penuh pada putusan hakim.

UPPA juga menggandeng  Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT-PSAI) untuk mendampingi anak-anak ini selama proses hukum.

“Karena mereka masih anak-anak, mereka berhak mendapatkan pendampingan psikologis,” ucap Retno.

Dua anak-anak ini mengaku baru satu tahun menjadi anggota perguruan pencak silat ini.

Awalnya mereka masih ketakutan dan tidak jujur mengungkap kejadian di balik kematian Lutfi.

Namun setelah penyidik melakukan pendekatan dan merangkul mereka, dua tersangka ini bersikap terbuka dan jujur mengungkapkan kejadiannya.

“Mereka sudah menceritakan semua. Tapi meski ada yang dominan, kejadian ini adalah satu rangkaian, tidak bisa dibebankan pada satu orang,” pungkas Retno.

Kronologi kejadian

Personel Unit Inafis Satreskrim Polres Tulungagung memeriksa tubuh korban.
Personel Unit Inafis Satreskrim Polres Tulungagung memeriksa tubuh korban. (Istimewa/Dokumen Polisi)

1. Latihan bersama 3 calon anggota lain 

Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Christian Kosasih mengungkapkan, latihan pencak silat itu digelar di rumah salah satu ketua perguruan silat.

Saat itu ada empat pelatih dan tujuh calon anggota yang berlatih.

Namun tiga orang calon anggota di antaranya tidak ikut latihan karena sedang sakit.

“Tiga orang hanya di pinggir lokasi latihan, karena mereka sedang sakit. Korban adalah salah satu dari empat calon anggota yang berlatih,” tutur Christian.

2. Di Puskesmas sudah meninggal dunia

Ilustrasi pencak silat
Ilustrasi pencak silat (antara)

Saat berlatih itu lah, korban kerap menerima tendangan.

Pada tendangan terakhir korban sempat terjatuh dan mengerang kesakitan.

Teman-temannya berusaha memberikan pertolongan dengan mengoleskan minyak kayu putih ke tubuh korban.

Mereka lalu membawa Lutfi ke Puskesmas Boyolangu untuk mendapatkan pertolongan medis.

“Korban sebelumnya sudah menerima akumulasi tendangan dan pukulan. Pihak Puskesmas menyatakan, saat korban tiba kondisinya sudah meninggal dunia,”ungkap Christian.

Pihak Puskesmas melaporkan kejadian ini ke Polsek Boyolangu.

3. Hasil autopsi

Jenazah Lutfi kemudian diotopsi. 

Berdasar hasil autopsi korban mengalami banyak kekerasan benda tumpul di bagian depan tubuhnya.

Satu kekerasan yang mengarah ke ulu hati diduga yang menyebabkan korban meninggal dunia.

Kekerasan ini berasal dari tendangan dan pukulan dari para tersangka.

“Pukulan dan tendangan itu dilakukan selama latihan. Tidak dilakukan bersama-sama, tapi dalam satu rangkaian,” sambungnya.

Secara kasat mata terdapat luka lebam memerah di ulu hati, dan lebam hingga gosong di pangkal lengan dan pangkal leher.

4. 4 orang ditetapkan tersangka

Dari temuan tersebut, Penyidik Satreskrim Polres Tulungagung akhirnya menetapkan empat tersangka atas kematian Lutfi Fajar Rulamin (23), warga Desa Sobontoro, Kecamatan Boyolangu.

Mereka dinilai pihak yang bertanggung jawab atas meninggalnya korban, saat berlatih pencak silat pada Senin (28/7/2021) malam.

Empat tersangka ini adalah para pelatih, yaitu ER (20), FA (17), FI (23) dan MO (16).

“Dua di antaranya, FA (17) dan MO (16) masih anak-anak. Sedang dua tersangka lainnya sudah dewasa,” terang Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Christian Kosasih, Rabu (28/7/2021).

Saat ini ER dan FI ditahan di ruang tahanan Polres Tulungagung.

Sedangkan FA dan MO yang masih di bawah umur tidak ditahan, namun dikenakan wajib lapor setiap hari.

Mereka dijerat pasal 170 ayat 2  poin 3 KUHPidana tentang pengeroyokan yang menyebabkan korban meninggal dunia.

Mereka terancam hukuman paling lama penjara 12 tahun.

“Untuk tersangka anak proses hukum tetap berjalan, namun nanti menggunakan sistem peradilan pidana anak,”  tandas Christian.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved