Imbas Risma Ancam Staf Dimutasi ke Papua, Komnas HAM Desak Minta Maaf hingga Reaksi Veronica Koman
Ancaman Menteri Sosial Tri RIsmaharini yang akan memindah pegawainya ke Papua karena tidak membantu operasional dapur umum di Balai Wyataguna, Kota Ba
SURYA.CO.ID - Ancaman Menteri Sosial Tri RIsmaharini yang akan memindah pegawainya ke Papua karena tidak membantu operasional dapur umum di Balai Wyataguna, Kota Bandung, Selasa (13/7/2021), berbuntut panjang.
Komnas HAM menuntut Risma minta maaf serta sejumlah politisi dan aktivis Papua bereaksi keras.
Seperti diketahui, saat memantau dapur umum di Balai Wyataguna Risma marah-marah melihat pegawai balai tersebut masih berada di dalam kantor dan tidak membantu di dapur umum.
Risma meminta kepada para pegawai Balai Wyata Guna untuk lebih peka dan membantu di dapur umum, bukan berleha-leha di dalam kantor yang ber-AC.
"Rakyat lagi susah sekarang, tenaga-tenaga kesehatan semua susah, tapi semua teman-teman kayak priayi semua. Maunya duduk tempat dingin, enggak mau susah-susah. Ayolah kita peduli, jangan jadi priayi. Semuanya polisi ada di jalan, semua jaga, teman-teman enak duduk di dalam. Di mana perasaan kalian," ujar Risma.
Baca juga: Kronologi Mensos Risma Marah di Bandung: Kesal Disambut Organ Tunggal hingga Ancam Mutasi ke Papua
Risma mengancam akan memindahkan seluruh ASN Kementerian Sosial yang menjadi pegawai Balai Disabilitas Wyata Guna ke Papua jika masih tidak mau membantu operasional dapur umum.
"Saya tidak mau lihat seperti ini lagi. Kalau seperti ini lagi, saya pindahkan semua ke Papua. Saya enggak bisa pecat orang kalau nggak ada salah, tapi saya bisa pindahkan ke Papua. Jadi tolong yang peka," ujar dia.
Terkait ini, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara meminta Risma minta maaf.
“Sebaiknya Bu Risma minta maaf,” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat dihubungi Kompas.com (grup surya.co.id), Rabu (14/7/2021).
Hal itu perlu dilakukan untuk membantu dan sekaligus melindungi harkat dan martabat masyarakat Papua.
“Dan mengupayakan supaya pemerintah mengirimkan putra-putra terbaiknya ke Papua, untuk membantu sekaligus melindungi harkat dan martabat masyarakat Papua,” ujar Beka.
Menurut Beka, Papua adalah daerah yang sederajat dengan daerah lainnya di Indonesia.
Dia menilai, Papua tidak sepantasnya menjadi tempat pembuangan atau penghukuman bagi orang yang dianggap tidak bisa bekerja dengan baik.
“Papua Bukan Tanah Kosong, bukan tempat pembuangan dan penghukuman bagi mereka yang dianggap tidak bisa bekerja. Papua setara dan sederajat dengan daerah lain di Indonesia,” kata dia.
Selain itu, Beka mengatakan pernyataan Risma dapat mempertebal stigmatisasi terhadap Papua dan Masyarakat Papua.
Bahkan, pernyataan tersebut juga dinilai dapat memperumit berbagai dialog dan upaya penyelesaian secara menyeluruh terhadap persoalan Papua yang sampai saat ini masih terus diupayakan berbagai pihak.
Beka pun sangat kecewa dan menyangkan pernyataan Mensos Risma.
“Apalagi kita sudah memiliki UU No 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Semua pejabat negara harus menghormati substansi UU tersebut,” tambah dia.

Terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon menyebut pernyataan Risma seolah menyiratkan Papua jadi tempat hukuman bagi ASN yang tidak becus.
Ia pun menyarankan agar Mensos Risma mencabut pernyataannya yang sensitif itu.
"Pernyataan Menteri Sosial ini menyiratkan seolah Papua jd tempat hukuman ASN yg tak becus. Sebaiknya cabut saja pernyataan sensitif seperti ini," tulis akun @fadlizon dalam cuitannya pada Selasa (13/7/2021).
Kemudian, dua politisi dari Partai Demokrat, Andi Arif dan Hinca Pandjaitan justru memberi nasihat agar pernyataan Risma tidak diperpanjang dan berharap tidak terulang.
"Alam bawah sadar Ibu Risma merendahkan Papua. Tapi tak usah diperpanjang, mudah-mudahan tidak diulangi," tulis akun @Andiarief__ dalam cuitannya.
"Waduh. Ini komunikasi publiknya harus dapat arahan dari Bapak Presiden.
Kalimat bu Risma seolah-olah menempatkan Papua sbg sasaran lokasi ASN yg tak becus?
Papua sedang butuh banyak SDM mumpuni bu.
Jadi yg dikirim justru harus yg terbaik. Kekeliruan ini mudah2an tak terulang," tulis akun @hincapandjaitan ikut menambahkan.
Terakhir, pengacara dan aktivis hak asasi manusia (HAM) yang dikenal untuk isu Papua, Veronica Koman juga ikut menanggapi pernyataan Mensos Risma.
Namun, ia mengaku tidak kaget dengan ancaman tersebut karena merasa sosok mantan Wali Kota Surabaya itu rasis dengan Papua.
"Ga kaget. Bu Risma emang rasis sama Papua kok," tulis akun @VeronicaKoman dalam cuitannya pada Selasa (13/7/2021), Tribunnews.com telah mendapatkan izin untuk mengutipnya.
Kronologi kemarahan Risma

Kemarahan Risma berawal saat dia hendak melihat dapur umum yang didirikan di balai tersebut.
Dapur umum ini digunakan untuk memasak telur yang akan dibagikan ke warga dan petugas selama PPKM Darurat.
Saat tiba, Risma melihat ada organ tunggal yang disiapkan untuk menyambut dirinya.
Risma kesal dan meminta agar organ tunggal itu disingkirkan.
Di depan para pegawainya, Risma menegur Kepala Balai Disabilitas Wyata Guna Bandung Sudarsono dan meminta agar organ tunggal tersebut dibereskan.
"Ini lagi Bapak, ngapain aku disiapi musik segala, mau tak tendang apa? Emang aku kesenengan apa ke sini?" bentak Risma, Selasa siang.
Dengan nada cukup tinggi, ia mengeluhkan beberapa hal, seperti tenda yang kurang dan tidak efisien, peralatan masak yang terlalu kecil untuk dipakai memasak dalam jumlah yang banyak, hingga kompor yang kurang banyak.
Dikutip dari Kompas.com, Risma tampak sibuk merombak tenda, membereskan terpal alas tenda, meminta mengeluarkan peralatan masak yang besar, hingga memindahkan pot bunga yang dianggap menghalangi dapur umum.
Risma mengatakan sengaja datang ke Bandung untuk memastikan dapur umum berjalan dengan baik.
"Kami ingin bergerak seperti di Jakarta, yang menyasar tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit-rumah sakit. Jadi, di Bandung pun kami akan evaluasi kesiapannya, mulai peralatan sampai dengan personel dan bahan-bahan makanannya," ujarnya.
Risma mengatakan dapur umum ini didirikan untuk memudahkan para petugas yang tengah berjaga di malam hari mendapatkan suplai makanan.
"Kami buka dapur umum dari Kemensos di Bogor, Yogyakarta, dan Bali," ujarnya.
Mantan Wali Kota Surabaya ini kemudian mengecek peralatan untuk memasak.
Lagi-lagi Risma dibuat naik pitam karena peralatan yang tidak lengkap.
Kemarahan Risma memuncak saat melihat pegawai balai tersebut masih berada di dalam kantor dan tidak membantu di dapur umum.
Akhirnya ancaman mutasi ke Papua itu diucapkan.
Tak kuasa menyembunyikan kekesalannya saat menyaksikan dapur umum di Balai Wyataguna, Kota Bandung, yang kekurangan kompor gas untuk memasak. Risma langsung menegur sejumlah pegawai Kemensos yang kebetulan ada di sana.
"Kompor, mana lagi kompor? Kalau tak ada lagi biar saya yang carikan," ujar Risma sambil bergegas kembali ke mobilnya dan meminta diantar ke Jalan Bima untuk membeli kompor gas.
Diikuti sejumlah pegawai Kemensos yang masih terlihat kaget, rombongan Mensos pun meluncur ke Jalan Bima.
Mensos minta diantar ke Jalan Bima karena di sana memang terdapat banyak toko yang menjual berbagai peralatan rumah tangga, termasuk kompor gas.
Di jalan, rombongan Mensos sempat beberapa kali tertahan di titik-titik penyekatan. Namun, polisi segera membuka barrier begitu tahu siapa yang hendak melintas.
Di Jalan Bima, Risma sempat turun dari mobilnya dan menuju toko yang ia duga menjual aneka kompor gas.
Namun, dugaannya keliru karena di sana ternyata hanya dijual beragam wajan.
Risma pun kembali lagi ke mobilnya dan mencari-cari sampai rombongan melewati Pasar Bima. Namun, tetap tak berhasil karena hampir semua toko peralatan rumah tangga yang ada di sekitar Pasar Bima tutup selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.
Gagal di Jalan Bima, rombongan kemudian mencari ke sekitar Pasar Baru. Namun, lagi-lagi tak membuahkan hasil, hingga Risma pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke Balai Wyataguna, dan memerintrahkan pegawai Kemensos untuk melanjutkan mencari ke Kantor Dinas Sosial di daerah se-Bandung Raya sampai dapat.
Risma mengatakan keberadaan kompor gas yang jumlahnya cukup di dapur umum Balai Wyataguna ini sangat penting karena banyaknya makanan yang harus dibuat di dapur umum ini setiap harinya selama PPKM darurat.
Setiap hari, kata Risma, dapur umum ini harus menyediakan 2.000 nasi kotak untuk dibagikan kepada para petugas seperti tenaga kesehatan, polisi, petugas Dishub, Satpol PP, hingga petugas makam se-Bandung Raya. (Kompas.com/tribun jabar/tribunnews)