Besaran THR Karyawan Swasta Tahun 2021 Berdasar Masa Kerja, 1 Bulan Bekerja Dapat, Ini Hitungannya
THR 2021 bagi karyawan swasta ini paling lambat dibayarkan 7 hari sebelum hari raya sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Keternagakerjaan Nomor M/6/HK.04/
SURYA.CO.ID - Berikut ini perhitungan besaran THR karyawan swasta 2021 sesuai dengan masa kerjanya.
THR 2021 bagi karyawan swasta ini paling lambat dibayarkan 7 hari sebelum hari raya sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Keternagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Meski masih ada kondisi pandemi Covid-19, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah meminta kepada semua perusahaan untuk membayarkan penuh THR karyawannya.
Hal ini beralasan karena pada tahun 2020, pemerintah telah memberikan banyak keringanan kepada para pengusaha.
Lalu, berapa besaran THR karyawakan swasta tahun 2021?
Mengacu pada aturan, THR harus diberikan kepada semua pekerja yang telah bekerja selama 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
Baca juga: SBY Terancam Ditolak, Merek Partai Demokrat yang Diajukan Atas Nama Pribadi Ternyata Sudah Terdaftar
Baca juga: THR 2021 untuk Karyawan Swasta Cair Kapan? Ini Kata Menteri Ida Fauziyah, Sesuai Surat Edaran
THR Keagamaan juga diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Besaran THR tergantung dari masa kerjanya.
Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, THR diberikan dengan ketentuan sebesar 1 bulan upah.
Sementara bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 bulan kemudian dikali 1 bulan upah.
Adapun bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima selama 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Kemudian, bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Bagaimana jika pengusaha tidak mampu membayar?

Di SE dijelaskan, perusahaan yang masih terdampak pandemi Covid-19 dan berakibat tidak mampu memberikan THR Keagamaan tahun 2021 sesuai waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, diharapkan Gubernur dan Bupati/Wali kota agar memberikan solusi dengan mewajibkan pengusaha melakukan dialog dengan pekerja/buruh untuk mencapai kesepakatan yang dilaksanakan secara kekeluargaan dan dengan iktikad baik.
"Kesepakatan tersebut dibuat secara tertulis dan memuat waktu pembayaran THR Keagamaan dengan syarat paling lambat dibayar sampai sebelum Hari Raya Keagamaan tahun 2021 pekerja/buruh yang bersangkutan," kata Ida.
Ida mengatakan, kesepakatan mengenai waktu pembayaran THR keagamaan tersebut harus dipastikan tidak sampai menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR keagamaan tahun 2021 kepada pekerja/buruh dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Perusahaan yang melakukan kesepakatan dengan pekerja atau buruh agar melaporkan hasil kesepakatan kepada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketenagakerjaan setempat," katanya.
Ida juga meminta kepada perusahaan agar dapat membuktikan ketidakmampuan untuk membayar THR Keagamaan tahun 2021 sesuai waktu yang ditentukan berdasarkan laporan keuangan internal perusahaan kurun waktu 2 tahun terakhir secara transparan.
SE juga mengimbau Gubernur dan Bupati/Wali kota turut mengawal agar pembayaran THR Lebaran tahun 2021 berjalan baik, dengan membentuk Pos Komando Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 (Posko THR) dengan tetap memperhatikan prosedur/protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.
"Kami juga meminta Gubernur dan Bupati/Wali kota agar melaporkan data pelaksanaan THR Keagamaan tahun 2021 di perusahaan dan tindak lanjut yang telah dilakukan kepada Kementerian Ketenagakerjaan," ucapnya.
Dalam rangka mengantisipasi timbulnya keluhan dalam pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan tahun 2021 dan pelaksanaan koordinasi yang efektif antara pemerintah pusat dan daerah, Ida meminta Gubernur beserta Bupati/Wali kota untuk menegakkan hukum sesuai kewenangannya terhadap pelanggaran pemberian THR Keagamaan tahun 2021 dengan memperhatikan rekomendasi dari hasil pemeriksaan pengawas ketenagakerjaan.
Denda dan Sanksi
Jika tidak bisa memberikan THR kepada karyawan, maka pengusaha akan dikenakan denda dan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Besaran denda adalah 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan.
"Terkait denda, pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada pekerja atau buruh dikenai denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar,” ujar Ida dalam konferensi pers secara virtual, Jakarta, Senin (12/4/2021).
Sementara untuk sanksi administratif, Ida menjelaskan bagi perusahaan yang tidak membayar THR keagamaan kepada pekerja atau buruh dalam waktu yang ditentukan paling lambat 7 hari sebelum hari keagamaan, akan dikenakan sanksi administratif berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan pasal 9 ayat 1 dan 2.
Sanksi administratif bisa berupa, teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagaian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan kegiatan usaha.
Ida menegaskan, semua sanksi administratif dan denda kepada pengusaha yang tidak membayarkan THR, tidak menghilangkan kewajiban pengusaha atau keterlambatan pembayaran THR keagamaann sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
Gubernur Khofifah Minta Perusahaan Tidak Mencicil

Terpisah, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mewanti-wanti semua perusahaan besar jelang masuk bulan Ramadan yang kemudian akan masuk Hari Raya Idul Fitri.
Ia minta, perusahaan tidak mencicil THR untuk para pekerjanya.
Menurut Gubernur Khofifah, di situasi pandemi Covid-19 seperti ini ada banyak hal yang patut dijaga situasi dan kondusitivitasnya.
Termasuk harmonisasi kalangan pekerja dengan perusahaan.
Ia khawatir, jika ada keterlambatan pemberian THR akan menimbulkan polemik dan membuat masyarakat Jatim, khususnya pekerja tidak tenang.
“Banyak perusahaan besar di Jatim yang mencetak prestasi dengan zero accident. Nah sekarang ini jelang Ramadan dan nanti Idul Fitri. Maka pesan saya THR tolong jangan dicicil. Ini seiring dengan sinergitas dengan seluruh ketenagakerjaan yang harmoni butuh dikawal agar terus kondusif,” tegas Khofifah, Rabu (7/5/2021).
Sesuai aturan, THR diberikan maksimal sepekan sebelum Idul Fitri untuk diberikan ke para pekerja.
Dengan begitu mereka bisa dengan tenang berlebaran dengan keluarga. Sedangkan besarannya diharapkan juga memenuhi aturan yang berlaku.
Lebih lanjut Gubernur Khofifah menekankan, bahwa sektor ketenagakerjaan adalah yang terus ia kawal hari ini. Ia mendorong adanya pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya guna menekan angka pengangguran.
Pada tahun 2020, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Timur ada di angka 5,84 persen.
Angka TPT Jatim ini mengalami peningkatan 2,02 persen dibanding tahun 2019, tetapi masih lebih rendah dibanding capaian nasional sebesar 7,07 persen.
Gubernur Khofifah menyatakan, bahwa peningkatakan TPT Jatim itu meningkat karena masa pandemi Covid-19.
Meski demikian, Gubernur Khofifah menenkankan capaian ini tetap harus disyukuri, karena angka persentase tersebut masih jauh di bawah absolute Nasional sebesar 7,07 persen dari tahun 2019 sebesar 5,23 persen.
“Dan sisi yang lain, jika dibandingkan dengan tiga provinsi besar dan DKI Jakarta, posisi TPT Jawa Timur masih memberi harapan besar dan kontribusi pembangunan,” kata Gubernur Khofifah.
Dari sisi jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Agustus 2020 sebanyak 22,26 juta orang, naik 396,37 ribu orang atau 1,81 persen dibanding Agustus 2019.
Komponen pembentuk angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan pengangguran. Pada Agustus 2020, sebanyak 20,96 juta orang penduduk di Jawa Timur bekerja sedangkan sebanyak 1,30 juta orang menganggur.