Wawancara Eksklusif

Kisah Hendy Siswanto yang Berulang Kali Bangkrut sampai Akhirnya Menjadi Bupati Jember

Kisah Hendy Siswanto yang berulang kali bangkrut sampai akhirnya menjadi Bupati Jember, Jawa Timur (Jatim).

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Tri Mulyono
SURYA.CO.ID/SUGIHARTO
Bupati Jember Hendy Siswanto (kanan) berswafoto dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network yang juga Pemred Harian Surya, Febby Mahendra Putra, di pendopo kabupaten Jember, Kamis (1/4/2021). 

Kami akan membuat masterplan pembangunan Kabupaten Jember, bukan hanya Jember kota, tetapi satu kabupaten.

Sehingga nanti akan nampak di mana area industri, pertanian tembakau, perumahan, supaya tidak campur. Bulan September nanti, kami harapkan selesai. 

Kedua, Pemkab Jember akan mempermudah perizinan. Kalau ada yang merasa susah mengurus perizinan, tolong bilang pada saya. Kalau perlu saya uruskan, cukup serahkan KTP dan NPWP, saya buatkan izin, asalkan Anda bawa uang ke Jember.

Ketiga, untuk menarik investasi di tahun 2021, tentunya kami juga harus selesaikan Perda APBD. Karena kami perlu memperbaiki infrastruktur.

Untuk jalan kami akan memperbaiki 1.000 Kilometer jalan yang rusak, juga ribuan penerangan jalan umum.

Kalau jalannya bagus, dan lingkungan terang, maka akan ada added value, seperti mobilitas orang dari gunung lebih mudah, mobilitas ke tempat wisata juga enak. 

Jenis investasi yang bisa dilakukan di Jember, semuanya bisa apa saja. Mau hotel, sektor pariwisata, atau juga mengelola pasar, silakan. Kami punya 34 pasar tradisional, yang bisa dikelola.   

Terkait pencalonan bupati, Anda memutuskan mencalonkan diri sebagai bupati setelah hijrah dari Jakarta ke Jember. Bahkan sempat berkarier sebagai PNS, kemudian memilih pulang ke Jember, sampai akhirnya mencalonkan diri sebagai bupati, dan terpilih. Bisa diceritakan, Pak?

Memang, kami cukup lama tinggal di Jakarta. Anak-anak juga cukup lama tinggal di sana. Namun kemudian kami datang ke Jember, hijrah ke Jember, dan melihat kota kami.

Bagaimanapun, saya ini anak Jember. Sekolah mulai dari SD sampai kuliah di Jember, baru kemudian ke Jakarta. Bagaimanapun, kami tetap cinta Jember, apalagi orang tua kami di Jember. 

Kami juga tinggal dalam satu rumah, orang tua, kakak, adik. Kami ini menganut maem gak maem kumpul ha...ha...ha...

Kami saling membantu, selalu menjaga kebersamaan. Hal ini terus berlangsung sampai sekarang.

Saya lima bersaudara. Saya anak ketiga. Tinggalnya ya di situ, Gang 9 (Jl Sultan Agung). Kalau musim hujan, dulu rumah kerap kebanjiran. Kemudian hidup agak bagus, sehingga bisa membangun rumah agak bagus.

Saya bekerja apa saja, sudah biasa bangkrut. Jadi kontraktor, punya konsultan, jatuh bangun.

Jualan ayam, bawa dari Jember ke Bali, harga jatuh, bangkrut lagi. Kemudian jual kayu jati, waktu itu jual ke Iran.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved