Wawancara Eksklusif
Cara Bupati Hendy Siswanto Atasi 'Piring Pecah' di Jember, Kini Hubungan dengan DPRD Asyik
Berikut ini cara Bupati Hendy Siswanto atasi 'Piring Pecah' di Jember. Kini Hubungan Bupati dengan DPRD sangay asyik.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Tri Mulyono
SURYA.CO.ID, JEMBER - Bupati Jember Hendy Siswanto terpilih dalam Pilkada serentak Desember 2020 lalu.
Ia bersama Wakil Bupati KH M Balya Firjaun Barlaman (Gus Firjaun) akan memimpin Jember untuk tiga tahun delapan bulan mendatang.
Bupati Hendy pun siap mengahadapi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul di Pemkab Jember.
Ia menganggap persoalan itu sebagai cobaan selama dirinya meniti karier sebagai kepala daerah. "Itu bagian dari perjalanan saya, pasti ada cobaan-cobaan," katanya.
Lantas, bagaimana cara Bupati Hendy mengahadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut?
Simak wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network yang juga Pemimpin Redaksi Harian Surya Febby Mahendra Putra dengan Bupati Hendy di Pendapa Wahyawibhawagraha Jember, Kamis (1/4/2021).
Pak Bupati, banyak orang bilang, ketika Anda menjabat ini mendapatkan warisan piring kotor. Bahkan bukan hanya piring kotor, tetapi piring pecah. Bagaimana Anda mengatasinya?
Kalau piring pecah, tinggal dilem saja. Jadi gini Pak Febby, saya dilantik pada 26 Februari, kemudian serah terima jabatan tanggal 3 Maret.
Jadi per hari ini (saat wawancara 1 April 2021), adalah hari ke-31 saya bekerja. Dan menurut informasi, memang terjadi persoalan.
Namun apapun itu, saya melihatnya biasa saja, itu bagian dari perjalanan saya, pasti ada cobaan-cobaan.
Persoalan itu salah satunya, ketiadaan Perda APBD (Kini Pemkab Jember akhirnya memiliki Perda APBD). Bagi Pak Bupati, apa makna dari ketiadaan APBD ini, terutama bagi pembangunan?
Maknanya penting sekali, karena APBD adalah urat nadi pembangunan. Saya ibaratkan rumah tangga, kalau tidak ada duit, mau apa kita.
Mau beraktivitas, berkreativitas tidak bisa. Itu adalah urat nadi. Saya analogikan, pemerintahan ini seperti keluarga kecil kita, ada pasangan suami istri. Kalau rukun, pasti berjalan baik.
Apa yang terjadi di Jember ini memang sedikit kurang sepaham antara legislatif dan eksekutif, sehingga menjadikan program ini tidak sepaham terus.
Sementara dua-duanya menentukan, baik eksekutif dan legislatif. Kalau tidak klop, tidak mungkin program akan sepaham.