Ini Hukuman Pantas bagi Oknum TNI Praka MS dan 2 Polisi Seusai Jual 600 Peluru dan Senjata ke KKB
Inilah hukuman yang pantas bagi oknum TNI Praka MS dan dua oknum polisi Bripka ZP serta Bripka RA setelah jual 600 peluru dan senjata ke KKB Papua.
SURYA.co.id | JAKARTA - Inilah hukuman yang pantas bagi oknum TNI Praka MS dan dua oknum polisi Bripka ZP serta Bripka RA setelah jual 600 peluru dan senjata ke KKB Papua.
Seperti diketahui, Praka MS diduga menjual 600 butir peluru ke KKB Papua melalui tangan warga sipil.
Sedangkan Bripka ZP dan Bripka RA, masing-masing menjual pistol revolver serta senjata rakitan laras panjang melalui warga sipil untuk disalurkan ke KKB Papua.
Ketiga oknum aparat negara tersebut berutgas di Ambon.
Praka MS bertugas di Batalyon 733/Masariku Ambon, sedangkan Bripka ZP dan Bripka RA merupakan anggota Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.
Baca juga: Alur Penjualan Senjata ke KKB, Libatkan Oknum TNI Praka MS dan 2 Oknum Polisi Bripka ZP & Bripka RA
Baca juga: Bidan Cantik Berhubungan Badan di Mobil dengan Oknum Polisi di Parkiran Mal, Modusnya Rapi Banget
• Bidan Cantik Kepergok Selingkuh dengan Oknum Polisi, Suami Tahu Usai Menyadap Whatsapp, Ini Caranya
Menurut pengamat militer dari Universitas Padjajaran Muradi, aparat negara yang menjual senjata ke KKB untuk melawan negara harus dihukum berat karena mereka dianggap sebagai pengkhianat negara.
“Ini (Penjualan senjata kepada Kelompok Kriminal Bersenjata -red) menyimpang dan negara harus menegaskan hukuman, misal hukuman jauh lebih berat dari masyarakat sipil biasa,” kata Muradi, Selasa (23/2/2021).
“Karena senjata untuk melawan negara, kalau ada oknum menjual senjata atau memberi ruang kesempatan anggota yang memerangi pemerintah indonesia dilakukan dengan sadar, hukumannya harus seberat-beratnya, karena tergolong berkhianat,” tambah Muradi.
Alur penjualan 600 butir peluru dan senjata ke KKB
Seperti diketahui, dari pemeriksaan penyidik POM dan Propam Polda Maluku, para oknum tersebut sudah berulangkali menjual amunisi dan senjata ke KKB Papua.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas (grup SURYA.co.id), Praka MS menjual amunisi tersebut kepada AT (50), warga Kota Ambon, dengan harga Rp 1,5 juta atau seharga Rp 2.500 per kilogram.
AT lalu mengirimkan peluru itu kepada seseorang di Papua melalui WT alias J.
WT adalah warga yang ditangkap oleh anggota Polres Bintuni pada 3 Februari.
Setelah polisi menangkap WT di Bintuni, polisi lalu mencari AT di Ambon.
AT sempat melarikan diri ke Makassar, Sulawesi Selatan, kemudian pulang pada Minggu (21/2/2021) petang.
Ia ditangkap oleh seorang penyidik Reserse Kriminal Umum Polda Maluku, kemudian diproses di Polda Maluku.
Dari pengakuan, peran Praka MS terungkap.
WT sudah beberapa kali mengirim amunisi ke Papua.
Pada Senin malam, Kompas (grup SURYA.co.id) menelusuri tempat tinggal AT di Desa Hative Kecil, Kecamatan Sirimau.
Rumah lantai dua itu tampak sepi.
Para tetangga kaget dengan keterlibatan AT dalam penjualan amunisi.
”Memang selama satu minggu terakhir ini, dia menghilang dari kampung,” ujar seorang tetangga AT.
Jual 600 butir peluru kaliber 5,56 milimeter
Praka MS dan Bripka ZP serta Bripka RA diduga menjual dua pucuk senjata api serta 600 butir peluru kaliber 5,56 milimeter dari Ambon, Maluku, ke Papua.
Hingga Selasa (23/2/2021) pagi, pihak Kepolisian Daerah Maluku dan Datesemen Polisi Militer Komando Daerah Militer/XVI Pattimura membenarkan adanya kasus tersebut.
Komandan Detasemen POM Kodam XVI/Pattimura Kolonel CPM J Pelupessy mengatakan, MS sedang dalam pemeriksaan penyidik POM.
MS baru diserahkan oleh bagian intelijen Kodam Pattimura pada Senin (22/2/2021) malam.
Pihaknya berjanji akan menyampaikan perkembangan kasus tersebut kepada masyarakat secepatnya.
Melibatkan orang lain
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, kedua anggota tersebut beraksi dengan melibatkan orang lain.
ZP menjual senjata api rakitan menyerupai SS1, sedangkan RA menjual revolver standar.
Roem belum mau menjelaskan lebih dalam tentang kronologi kasus.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, senjata rakitan SS1 itu dijual dengan harga sekitar Rp 40 juta, sedangkan revolver sekitar Rp 15 juta.
Revolver itu milik seorang anggota TNI Angkatan Udara yang dipinjamkan kepada RA.
”Kepastiannya tunggu konferensi pers nanti,” ujar Roem.
Menurut dia, keterlibatan anggota Polri dalam upaya penjualan senjata ke kelompok kriminal bersenjata di Papua mencoreng nama baik institusi Polri yang selama ini membantu TNI memerangi kelompok tersebut.
”Tidak ada toleransi sedikit pun bagi anggota yang bertindak seperti itu,” katanya.
ZP menjual senjata api rakitan menyerupai SS1, sedangkan RA menjual revolver standar.
Roem berjanji, pihak akan mengusut tuntas kasus tersebut, termasuk mendalami keterlibatan pihak lain di luar Polri, seperti masyarakat umum atau instansi yang lain.
Roem enggan menanggapi berkembangnya informasi bahwa ada oknum dari insitusi lain juga ikut terlibat.
DPR desak investigasi
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Dave Laksono meminta invetigasi mendalam terhadap temuan 2 anggota Polresta Pulau Ambon dan Pulau Lease yang ditangkap karena menjual senjata api dan amunisi ke Kelompok Kriminal Bersenjata.
“Harus segera diproses dan dilucuti dari kesatuannya. Tidak hanya di situ harus tau dapat senjata darimana, siapa pemodalnya harus dibuka,” tegas Dave.
“Mereka yang telah disumpah melindungi rakyat malah mengkhianati sumpah tersebut untuk kepentingan pribadi. Harus dibongkar siapa jaringannya, karena ini bisa menyelesaikan masalah di Papua,” tambah Dave.
Sebagai informasi, baru-baru ini ada dua Anggota Polresta Pulau Ambon dan Pulau Lease yang ditangkap karena menjual senjata dan amunisi ke Kelompok Kriminal Bersenjata.
Dalam rekam jejaknya, Kelompok Kriminal Bersenjata selalu membuat pergerakan yang melawan pemerintahan. Tidak sedikit TNI-Polri yang menjadi korban, bahkan warga sipil di Papua.
Sebelumnya, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan ( Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo mengungkapkan telah mengirimkan tim khusus ke Polda Maluku untuk melakukan penyelidikan dua anggota polisi yang diduga terlibat penjualan senjata api kepada kelompok kriminal bersenjata ( KKB) di Papua.
“Propam Polri mengirimkan tim khusus untuk mendampingi Propam Polda Maluku melakukan penyelidikan kasus ini,” katanya.
Ferdy lebih lanjut mengatakan, jika terbukti ada tindak pidana yang disangkakan makan perkara akan berlanjut ke pengadilan.
Sementara itu, sidang Komisi Etik Propam Polri akan dilakukan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/kkb-papua-kerap-mengganggu-warga-di-kabupaten-intan-jaya-dan-nduga.jpg)