3 Kemungkinan Penyebab Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh, Eks Dirjen Perhubungan Udara: Luas Dugaannya

Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Budhi Muliawan Suyitno membeberkan beberapa kemungkinan penyebab Sriwijaya Air SJ 182 jatuh

Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id
Ilustrasi Penyebab pesawat Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh. Simak penjelasan mantan Dirjen Perhubungan Udara di artikel ini 

Terlebih pada pesawat terbang yang mengalami kecelakaan penerbangan, Kotak Hitam mampu menyimpan data-data penting tentang kondisi pesawat.

Melansir Deutsche Welle dari artikel Kompas.com berjudul "Mengenal Black Box, Komponen Pesawat yang Jadi Kunci Informasi Jatuhnya Sriwijaya Air" Black box adalah perangkat perekam yang sangat dilindungi dan penting, sama seperti hard disk atau kartu memori.

Black box mencatat semua data penerbangan, selain percakapan di kokpit.

Sebelumnya, rekaman data pesawat dan percakapan di kokpit direkam dengan dua alat berbeda. Namun sekarang, ada juga perangkat yang bisa melakukan keduanya.

Terlepas dari itu, menurut peraturan setiap pesawat harus memiliki perangkat yang merekam semua data pesawat dan percakapan di kokpit.

Kuat dan mudah ditemukan Black box harus tahan banting dan tetap utuh tanpa rusak, meski dihantam berbagai skenario kecelakaan pesawat.

Sebelum digunakan, black box harus lulus serangkaian uji ketahanan.

Mulai dari dapat menahan benturan dinding beton dengan kecepatan 750 kilometer per jam, beban statis 2,25 ton setidaknya selama lima menit, suhu maksimum 1.100 derajat Celsius selama satu jam, dan tekanan air di kedalaman 6.000 meter.

Agar lebih mudah ditemukan di laut, perangkat mengirimkan sinyal saat bersentuhan dengan air asin yang dapat ditangkap dalam radius sekitar dua kilometer (1,2 mil).

Dalam jarak sesingkat itu, lokasi bangkai kapal seharusnya sudah ditentukan untuk menemukan perangkatnya.

Perekam suara mencatat semua suara di kokpit. Selain diskusi antar pilot, juga merekam pengumuman komputer otomatis, lalu lintas radio, diskusi dengan awak dan pengumuman kepada penumpang.

Suara sakelar dan mesin juga direkam oleh perangkat. Percakapan pribadi antara pilot juga disimpan di black box.

Itulah sebabnya file audio yang diambil harus ditangani dengan hati-hati, sebagai upaya perlindungan data.

Diskusi hanya dapat dievaluasi untuk memperjelas kecelakaan atau kegagalan fungsi. Karena alasan ini,

rekaman ditimpa setelah maksimal 120 menit. Untuk diketahui, perangkat lama hanya merekam 30 menit.

Jumlah data yang disimpan dalam black box telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

"Saat ini, ratusan, terkadang ribuan parameter dicatat di sana (black box)," kata Friedemann.

Ini termasuk informasi tentang hal-hal seperti jalur penerbangan, ketinggian, lokasi pesawat, kecepatan, suhu mesin dan knalpot, serta posisi flap, di antara banyak lainnya.

Data tersebut membantu para ahli menyelidiki penyebab kecelakaan atau insiden serius dan mengurangi potensi sumber kesalahan.

Namun, penyelidik tidak sepenuhnya merekonstruksi penerbangan.

"Kami tidak menggunakan simulator penerbangan atau animasi - kami bisa mendapatkan informasi dari parameter itu sendiri," kata Jens Friedemann, spesialis di Federal Bureau of Aircraft Accident Investigation (BFU) di Braunschweig.

Hanya ada sedikit badan khusus di seluruh dunia yang mampu mengevaluasi black box, dan tidak setiap badan dapat memeriksa berbagai model.

BFU dapat mengevaluasi perangkat Barat dan Rusia. Tetapi dengan beberapa model, para ahli di Braunschweig harus beralih ke laboratorium asing untuk mendapatkan bantuan data.

Di masa depan, Friedemann percaya bahwa perangkat video akan merekam tampilan tertentu di kokpit, juga kekuatan transmisi sinyal pelacak melalui air akan ditingkatkan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved