Profil dan Biodata Abu Bakar Baasyir yang Akan Bebas Murni Hari Jumat, Berikut Rekam Jejak Kasusnya
Inilah profil dan biodata terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir yang dipastikan bebas hari Jumat, (8/1/2021) berikut rekam jejak kasusnya.
Dia juga pernah menjabat Ketua Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada 2002.
Ba'asyir mendirikan Pesantren Al-Mu'min di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, bersama dengan Abdullah Sungkar pada 10 Maret 1972.
Pada masa Orde Baru, Baasyir melarikan diri dan tinggal di Malaysia selama 17 tahun atas penolakannya terhadap asas tunggal Pancasila.
Abu Bakar Baasyir bin Abu Bakar Abud, biasa juga dipanggil Ustadz Abu dan Abdus Somad.
Rekam Jejak Kasusnya
1972: Abu Bakar Ba'asyir bersama Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase dan Abdllah Baraja mendirikan Pondok Pesantren Al-Mukmin di Jalan Gading Kidul 72 A, Desa Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
1983: Abu Bakar Ba'asyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Ia juga dituduh melarang santrinya melakukan hormat bendera karena menurut dia itu perbuatan syirik. Tak hanya itu, ia bahkan dianggap merupakan bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto)--salah satu tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara.
11 Februari 1985: Ketika kasusnya masuk kasasi Ba'asyir dan Sungkar dikenai tahanan rumah, saat itulah Ba'asyir dan Abdullah Sungkar melarikan diri ke Malaysia. Dari Solo mereka menyebrang ke Malaysia melalui Medan.
1985–1999: Aktivitas Baasyir di Singapura dan Malaysia ialah "menyampaikan Islam kepada masyarakat Islam berdasarkan Al Quran dan Hadits", yang dilakukan sebulan sekali dalam sebuah forum, yang hanya memakan waktu beberapa jam di sana. Menurutnya, ia tidak membentuk organisasi atau gerakan Islam apapun. Namun pemerintah Amerika Serikat memasukkan nama Ba'asyir sebagai salah satu teroris karena gerakan Islam yang dibentuknya yaitu Jamaah Islamiyah, terkait dengan jaringan Al-Qaeda.
1999: Sekembalinya dari Malaysia, Ba'asyir langsung terlibat dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).
10 Januari 2002: Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Muljadji menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap pemimpin tertinggi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba'asyir. Untuk itu, Kejari akan segera melakukan koordinasi dengan Polres dan Kodim Sukoharjo.
25 Januari 2002: Abu Bakar Ba'asyir memenuhi panggilan untuk melakukan klarifikasi di Mabes Polri. Abu Bakar datang ke Gedung Direktorat Intelijen di Jakarta sekitar pukul 09.30. Saat konferensi pers, pengacara Abu Bakar Ba'asyir, Achmad Michdan, mengatakan, pemanggilan Abu Bakar Ba'asyir oleh Mabes Polri bukan bagian dari upaya Interpol untuk memeriksa Abu Bakar. "Pemanggilan itu merupakan klarifikasi dan pengayoman terhadap warga negara," tegas Achmad.
28 Februari 2002: Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew, menyatakan Indonesia, khususnya kota Solo sebagai sarang teroris. Salah satu teroris yang dimaksud adalah Abu Bakar Ba'asyir Ketua Majelis Mujahidin Indonesia, yang disebut juga sebagai anggota Jamaah Islamiyah.
19 April 2002: Ba'asyir menolak eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA), untuk menjalani hukuman pidana selama sembilan tahun atas dirinya, dalam kasus penolakannya terhadap Pancasila sebagai asas tunggal pada tahun 1982. Ba'asyir menganggap, Amerika Serikat berada di balik eksekusi atas putusan yang sudah kedaluwarsa itu.
20 April 2002: Ba'asyir meminta perlindungan hukum kepada pemerintah kalau dipaksa menjalani hukuman sesuai putusan kasasi MA tahun 1985. Sebab, dasar hukum untuk penghukuman Ba'asyir, yakni Undang-Undang Nomor 11/PNPS/1963 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Subversi kini tak berlaku lagi dan pemerintah pun sudah memberi amnesti serta abolisi kepada tahanan dan narapidana politik (tapol/napol).