UPDATE Penyebab Ali Kalora Cs Sulit Ditumpas, Terungkap Keahlian dan Sumber Persenjataan Mereka
Berikut update penyebab Ali Kalora Cs dari Mujahidin Indonesia Timur (MIT) sulit ditumpas. Keahlian dan persenjataan mereka tak bisa diremehkan
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Berikut update penyebab Ali Kalora Cs selama ini sulit ditumpas.
Selain kondisi geografis yang mendukung, kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora ternyata memiliki keahlian yang tak bisa dianggap remeh.
Kelompok teroris Ali Kalora juga memiliki sumber persenjataan yang memadahi dari kelompok teroris di Filipina Selatan.
Baca juga: 5 FAKTA Terbaru Ali Kalora Cs: Kondisi Mereka Terdesak, IPW Beber Cara agar MIT Cepat Tertangkap
Baca juga: Rekam Jejak Irjen Abdul Rakhman Baso yang Buru Ali Kalora Cs, Berpengalaman Ungkap Kasus Teroris
Hal ini diungkapkan oleh Analis Utama Intelijen Densus 88 Antiteror Polri, Brigjen Pol Ibnu Suhendra, Kamis (3/12/2020).
"Mereka juga ada yang memiliki keahlian merakit bom ada yang pernah mengikuti pelatihan penggunaan senjata di camp.
Dan kelompok ini masih memiliki sejumlah senjata api, seperti senjata M16 dan senjata pendek rakitan (pistol), dan beberapa bom rakitan dan amunisi," papar Ibnu, dilansir dari Antara.
Ibnu mengaku pihaknya menemukan senjata-senjata dari Filipina Selatan dari kelompok-kelompok yang mendukung Ali Kalora Cs.
Sumber persenjataan kelompok teroris Ali Kalora mayoritas berasal dari jaringan teroris di Filipina Selatan.
"Kita temukan senjata-senjata ini dari Filipina Selatan dari kelompok-kelompok yang mendukung kegiatan mereka, dan mereka terus melakukan upaya koordinasi dengan kelompok jaringan teroris di Filipina Selatan.
Ini yang harus kita cegah jangan sampai barang-barang senjata masuk ke wilayah kita," kata lulusan Akpol 1993 ini.
Ia menegaskan saat ini TNI-Polri berupaya mengejar dan menangkap terduga teroris kelompok MIT Poso pimpinan Ali Kalora yang diyakini keberadaannya masih di Sulawesi Tengah.
Sebelumnya, Kepala Staf Presiden Moeldoko juga menjelaskan penyebab Ali Kalora Cs sulit ditumpas.
Menurutnya, salah satu faktor penyebab kelompok teroris Ali Kalora sulit ditumpas yakni kondisi geografis yang mayoritas hutan dan perbukitan.
Moeldoko menyebut kondisi medan gunung yang berlapis-lapis dan luas menjadikan Ali Kalora Cs sulit untuk dilacak.
"Intinya bahwa saya tahu persis medan di sana, medan gunungnya berlapis-lapis, itu sangat luas.
Hutannya masih cukup lebat dan masyarakat itu tinggal cukup berjauhan sehingga untuk menjaga rasa aman mereka tidak mudah," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Selasa, (1/12/2020).
Seperti dilansir dari Tribunnews.com dalam artikel 'Moeldoko Ungkap Sulitnya Tumpas Kelompok Teroris MIT di Sulawesi Tengah'
Selain itu, menurut Moeldoko kelompok teroris MIT berbaur dengan masyarakat.
Jumlahnya yang sedikit membuat kelompok tersebut lebih leluasa dalam bermanuver.
"Kalau kita gambarkan di sini mungkin kok susah amat sih gak bisa diberesin, tapi kalau temen-temen melihat medannya di sana yang gunungnya itu berlapis-lapis seperti itu memang tidak mudah, apalagi mereka (MIT) dalam jumlah yang kecil.
Dia bisa membaur dengan masyarakat, dia punya manuver yang cepat karena dia sudah tahu daerah operasi mereka sendiri itu juga salah satu kesulitan yang dihadapi pasukan yang diturunkan ke sana," katanya.

Baca juga: Biodata Basri Rekan Ali Kalora, Pernah Kabur dari Penjara dan Akhirnya Diringkus Satgas Tinombala
Baca juga: Nathalie Holscher Sakit Hati Gara-gara Sikap Anak Sule, Sampai Sedih dan Bilang Hei, Ya Allah
Karena itu pada saat menjabat Panglima TNI, Moeldoko meminta kepada Presiden SBY saat itu untuk menggelar latihan militer di Poso.
Tujuannya untuk memecah konsentrasi kelompok tersebut.
"Saya lakukan di sana, setelah itu mereka konsentrasinya rusak dan polisi yang tinggal menangkap di bawah. Itu sebuah referensi yang bagus," katanya.
Saran IPW agar Ali Kalora Cs cepat tertangkap
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane memberikan beberapa saran agar Ali Kalora Cs tertangkap.
Seperti diketahui, Ali Kalora dan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpinnya telah seminggu menebar teror dengan membunuh empat warga Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada Jumat (27/11/2020).
Namun, hingga kini, keberadaan Ali Kalora belum bisa ditemukan Satgas Tinombala, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, anggota Brimob, serta prajurit TNI.
Padahal berdasarkan rilis terakhir Mabes Polri, jumlah kelompok Ali Kalora Cs ini hanya tersisa 11 orang.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, berdasarkan informasi yang diperolehnya, setelah melakukan aksi teror, kelompok Ali Kalora kembali bersembunyi di hutan lebat Sulteng.
Seperti dilansir dari Warta Kota dalam artikel 'Sarankan Ada Reward Bagi Aparat yang Tumpas Teroris MIT, Neta S Pane: Jangan Kosong-kosong Bae'
"Sementara aparatur kepolisian yang ditugaskan memburu tidak berpengalaman di 'medan tempur hutan belantara'," kata Neta kepada Wartakotalive, Kamis (3/12/2020).
Menurut Neta, medan tempur ada tiga kategori, yakni hutan, gunung, dan perkotaan.
"Masing-masing medan berbeda situasi dan karakteristiknya."
"Sehingga strategi, stamina fisik personel, mental, dan peralatan yang harus dimiliki aparat juga harus berbeda," tuturnya.
Personel kepolisian yang tidak punya pengalaman di medan hutan, menurutnya, pasti takut masuk hutan memburu Ali Kalora cs.
"Mereka hanya berada di luar hutan hingga waktu penempatannya di Poso berakhir, dan akhirnya pulang ke Jawa."
"Akibatnya, Ali Kalora cs yang 20 orang itu tidak akan pernah tertangkap."

"Sejak 2016 mereka bebas menebar teror di Sulteng," ujarnya.
Untuk itu, menurut Neta, Mabes Polri perlu mengonsolidasikan Brimob dan TNI yang memang punya pengalaman di Medan tempur hutan, untuk memburu teroris MTI.
"Densus 88 sekali pun tidak punya pengalaman di medan tempur hutan."
"Mereka hanya piawai di perkotaan," ucapnya.
Syarat lain yang harus dipenuhi Mabes Polri, tambahnya, adalah biaya operasional harus memadai dan tidak dipotong oknum pimpinan.
"Begitu juga insentif bisa diperoleh utuh untuk ditinggal di rumah, peralatannya dipenuhi agar memadai."
"Dan ada reward yang jelas ketika mereka berhasil menghabisi kelompok MTI."
"Misalnya bisa mengikuti pendidikan atau memegang posisi jabatan."
"'Jangan kosong kosong bae', sementara mereka harus menyambung nyawa di hutan," papar Neta.
Jika tidak ada jaminan soal keempat hal itu, katanya, jangan harap Ali Kalora cs bisa 'dihabisi'.
"Strategi inilah yang perlu diperhatikan, sehingga Mabes Polri tidak hanya sekadar 'perintah kosong'."
"Sementara mereka melihat teman-temannya yang bertugas di belakang meja, di kota-kota di Jawa bisa sekolah dan gampang dapat jabatan empuk," ucapnya.
Padahal, kasus Sigi, menurut Neta, semakin menunjukkan kelompok radikal dan garis keras keagamaan yang bersekutu dengan terorisme, makin bercokol kuat di Indonesia.
"Sekecil apapun celah, mereka gunakan untuk membuat teror yang menakutkan masyarakat."
"Untuk itu Polri perlu bekerja cepat dan membuat strategi taktis untuk menangkap dan membongkar jaringan MTI di hutan maupun di luar hutan Sulteng," paparnya.
Sebab, apa yang mereka lakukan di Sigi seperti sebuah sinyal bahwa kelompok radikal terorisme itu akan kembali menebar teror di berbagai tempat.
"Untuk itu, Mabes Polri perlu mewaspadai akan munculnya aksi terorisme di Indonesia menjelang akhir tahun ini."
"Dengan maraknya aksi kerumunan massa dan meluasnya gerakan intoleransi akhir-akhir ini."
"Telah membuat kalangan radikal dan jaringan terorisme seakan mendapat angin untuk kembali beraksi secara masif," bebernya.(*)