Kilas Balik
Penumpasan Begal Sadis di Era Soeharto Versi Mantan Ketua Penyelidikan Petrus, Ada Pasukan Bertopeng
Simak Cerita Proses Penumpasan Begal Sadis di Era Soeharto Versi Mantan Ketua Penyelidikan Petrus, Libatkan Pasukan Bertopeng
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
Tahun 1983, Kolonel Hasbi menyatakan perang terhadap para begal.
Hal itu lantaran ulah mereka yang makin meresahkan masyarakat Yogyakarta .
Kolonel Hasbi pun menggelar Operasi Pemberantasan Keamanan (OPK) bekerja sama dengan intelijen TNI AD, TNI AU, TNI AL dan kepolisian.
Kodim Yogyakarta lalu melakukan pendataan terhadap para begal melalui operasi intelijen.
Kemudian para begal yang berhasil didata diwajibkan melapor serta diberi kartu khusus.
Setelah mendapat kartu, para begal tersebut dilarang bikin ulah lagi.
Tak hanya itu, mereka juga harus mau memberitahukan lokasi begal lainnya yang kerap melakukan kejahatan dan tidak mau melapor.
Para begal yang tidak melapor kemudian diburu oleh tim OPK Kodim untuk ditangkap dan bagi yang lari atau melawan akan langsung ditembak.
Mayat para begal yang ditembak dibiarkan tergeletak di mana saja dengan tujuan membuat jera (shock therapy) para gali lainnya.
Setiap ada mayat yang ditemukan di pinggir jalan, tepi hutan, bawah jembatan, dan lainnya, apalagi dengan luka tembak, kerap dinamai sebagai korban penembakan misterius (petrus)
Yang kemudian istilah 'petrus' itu menjadi sangat populer sekaligus menakutkan di zaman itu.
Cara penanganan begal dengan cara OPK pun diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia dan korban 'petrus' pun bertumbangan di mana-mana.
Terkait OPK yang sukses di era Orde Baru, Presiden Soeharto dalam buku otobiografinya bertajuk Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, menyebut 'petrus' ditujukan untuk menimbulkan efek jera kepada para penjahat.
"Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi kekerasan itu itu bukan lantas dengan tembakan, begitu saja.
Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mau tidak mau harus ditembak," ujarnya dalam buku yang terbit pada 1989 itu.