Kilas Balik

Menjelang Bu Tien Wafat, 3 Peristiwa Tak Biasa Menimpa Soeharto dan Pandangannya pun Tampak Kosong

Menjelang Bu Tien Wafat, 3 Peristiwa Tak Biasa Menimpa Soeharto dan Pandangannya pun Tampak Kosong. Berikut kisahnya

Kolase Warta Kota dan Tribunnews
Menjelang Bu Tien Wafat, 3 Peristiwa Tak Biasa Menimpa Soeharto 

SURYA.co.id - Menjelang Bu Tien wafat, ada beberapa peristiwa tak biasa yang menimpa Soeharto

Dilansir dari buku "Pak Harto, The Untold Stories" terbitan Gramedia Pustaka Utama (2011), peristiwa tak biasa yang menimpa Soeharto ini diungkapkan oleh seorang pengelola restoran bernama Hioe Husni Wirajaya

Dalam buku tersebut, Hioe mengaku pernah menemani Soeharto mengunjungi Pulau Tunda, pada 26 April 1996.

Saat itu, Soeharto baru saja selesai menjalankan shalat Jumat.

Begitu sampai di Pulau Tunda, Soeharto langsung memancing saat sore hari.

Pesan Terakhir Bu Tien Sebelum Wafat Diabaikan, Padahal Isinya Terbukti 2 Tahun Kemudian
Pesan Terakhir Bu Tien Sebelum Wafat Diabaikan, Padahal Isinya Terbukti 2 Tahun Kemudian (Kolase WIKIMEDIA.ORG)

Beberapa saat kemudian, Soeharto berhasil mendapatkan dua ekor kakap merah berukuran besar.

Mulai saat itulah beberapa peristiwa tak biasa menimpa Soeharto

1. Muncul hujan disertai angin kencang

Saat itu, tiba-tiba saja muncul hujan yang disertai angin kencang, dan cuaca pun gelap.

Seketika mereka menghentikan kegiatan memancing itu.

"Pada saat itu arus bawah laut juga deras, sehingga dari kapal Lemuru yang beliau gunakan memancing, Pak Harto pindah ke Kapal Madrim yang lebih besar, dan saya ikut bersamanya,"kata Hioe.

2. Kehabisan air saat mandi

Namun, peristiwa yang tidak biasa kembali terjadi.

Saat akan mandi, Soeharto tiba-tiba kehabisan air.

"Pak Harto tidak marah, beliau hanya meminta diberi air Aqua untuk melap tubuh.

Saya menduga ada yang tidak sengaja atau lupa mematikan keran wastafel ketika mencuci tangan pada saat Bapak sedang memancing tadi,"ujar Hioe.

3. Genset mati

Tidak hanya itu, saat akan makan malam bersama para pejabat lainnya, termasuk Kepala Desa Tunda, genset di kapal tersebut tiba-tiba mati.

Sedangkan, saat itu juga terjadi hujan, dan angin semakin menjadi-jadi.

Akibatnya, kapal itu pun harus ditambatkan ke kapal Baracuda.

Dalam suasana seperti itu, diam-diam Hioe memperhatikan Soeharto.

"Saya melihat pandangan mata beliau tampak kosong.

Saat itu juga Pak Harto memutuskan batal memancing di hari Sabtu besok karena memperkirakan arus masih akan sangat kuat hingga keesokan harinya," kata Hioe.

Pada hari Minggu, Hioe pun mendapatkan kabar duka.

Saat itu, istri Soeharto, Bu Tien meninggal dunia.

Hioe kemudian teringat lagi tiga peristiwa tidak biasa yang terjadi pada Soeharto saat memancing sebelumnya.

"Saya tercenung dan menduga-duga, apakah tiga peristiwa dalam waktu berdekatan itu diantarkan alam semesta kepada Pak Harto, sebagai isyarat duka bagi beliau yang akan kehilangan istri terkasih untuk selamanya?"tanya Hioe.

Soeharto amat terpukul atas meninggalnya Bu Tien

Hal ini diungkapkan oleh Satyanegara, dokter ahli bedah saraf yang juga anggota Tim Dokter Kepresidenan, dalam buku "Pak Harto, The Untold Stories" terbitan Gramedia Pustaka Utama (2011)

Meski Soeharto sebagai sosok yang tegas dan tangguh, Satya ingat Soeharto dalam keadaan sangat sedih saat Bu Tien meninggal

"Ketika itu 28 April 1996, saya mendapat kabar bahwa Ibu Tien meninggal dunia," ucap Satya.

Almarhum Presiden Soeharto.
Almarhum Presiden Soeharto. (KOLASE TRIBUN LAMPUNG)

Ketika itu jenazah Ibu Tien dibaringkan di ruang tamu. Satya masuk untuk menyampaikan belasungkawa.

"Pak Harto memeluk saya, kemudian berkata sangat perlahan, 'Piye to, kok ora iso ditolong...? (Bagaimana, kok tidak bisa ditolong?)'," tutur Satya.

Satya tidak mampu mengucapkan satu kata pun. Sosok yang dikenal sebagai "The Smiling General" itu beberapa kali mengusapkan tetesan air matanya dengan sapu tangan.

"Saya hanya tertegun, turut merasakan dalamnya kepiluan di hati Pak Harto," tutur pria yang mendapat gelar doktor bidang neurologi dari Universitas Tokyo pada 1972 itu.

Asmara Soeharto dan Bu Tien

Pantas saja Soeharto sangat kehilangan Bu Tien, hal ini lantaran besarnya cinta mereka

Besarnya cinta Soeharto dan Bu Tien penah diungkapkan oleh sang adik, Probosutedjo

Dilansir dari Intisari dalam artikel 'Kisah Cinta Pak Harto dan Bu Tien, Semanis Tebu yang Menyentuh Kalbu', Probosutedjo dan Soeharto adalah kakak beradik yang terlahir dari rahima ibu yang sama, Raden Roro Sukirah.

Meski berbeda ayah, mereka berdua sangat dekat. 

Kedekatan mereka juga ditunjukan bagaimana Probosutedjo menjadi saksi kisah asmara kakaknya, Soeharto bersama Bu Tien.

Probosutedjo
Probosutedjo (Tribunnews)

Kisah asmara ini diungkapkan Probosutedjo dalam buku Memoar Romantika Probosutedjo yang ditulis oleh Alberthiene Endah pada tahun 2010

"Semula mas Harto merasa sungkan karena merasa belum pantas menikah.

Tapi Bu Prawirodihardjo mengatakan usia mas Harto sudah mencukupi, 26 tahun.

Pangkatnya yang sudah letkol dengan jabatan sebagai komandan resimen merupakan pamor yang sangat dihormati.

Selain itu, juga sudah ada rumah yang bagus dan kendaraan," ujar Probosutedjo.

Pada tahun 1947, Soeharto mulai menjalin cinta dengan Bu Tien

"Saya melihat perubahan yang nyata pada diri mas Harto.

Dia mulai sering mematut diri dan wajahnya keliatan berseri-seri.

Dia sempat pergi beberapa kali ke solo menemui mbakyu Harto dan keluarganya yang sudah tinggal di sana.

Mungkin untuk melakukan pendekatan," ujar Probosutedjo.

Ia pun lalu melanjutkan kisahnya ketika Soeharto akan menikah. 

"Mas Harto terbilang tenang menghadappi saat menjelang pernikahannya.

Dia tetap pergi dinas seperti biasa dan tidak ada persiapan berarti. Santai sekali," ujar Probosutedjo.

Soeharto dan Siti Hartinah
Soeharto dan Siti Hartinah (Foto Bombastis/Yoyok Prima Maulana)

Pernikahan Soeharto dan Bu Tien digelar pada tanggal 26 Desember 1947. 

"Pagi-pagi sekali mas Harto dan pengantarnya menuju Solo.

Hanya saudara sepupu Mas Harto, mas Soelardi, dan Pak Prawirowihardjo yang ikut ke Solo.

Saya diminta menjaga rumah karena toh nanti mas Harto juga akan membuat acara selamatan di Yogyakarta," cerita Probosutedjo.

Dari pernikahan Soeharto dan Siti Hartinah, terlahir 6 orang anak yang bernama Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto (Sigit), Bambang Trihatmodjo (Bambang), Siti Hediati Hariyadi (Titiek), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved