Berita Mojokerto

Kisah Guru Mojokerto yang Terjebak Kerusuhan di Wamena: Diselamatkan Pendeta yang Menghalau Massa

Pendeta itu, lanjut Inamah, berusaha menghadang dan mengatakan kepada Massa bahwa tidak ada orang di SDN Wamena.

tribun jatim/febrianto ramadani
Inamah (kiri) beserta ibunya, Bini (65), menunjukkan foto kerusuhan di Wamena lewat smartphone miliknya, Senin (7/10/2019). 

SURYA.co.id | MOJOKERTO - Kerusuhan yang terjadi di Wamena pada 23 September 2019 lalu menyisakan cerita yang mendalam bagi Inamah (40).

Perempuan asal Dusun Gembongan, Desa Rejotangan, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto itu bersyukur karena selamat dari amukan sekelompok massa yang terlibat dalam kerusuhan. 

Ditemui wartawan, Inamah bercerita bahwa dirinya sudah merantau ke Papua sejak 2011 silam. 

Di sana dia tinggal di sebuah rumah kontrakan bersama suaminya, Abdul Hobir (42), serta dua anaknya.

Selama merantau di Wamena, Inamah bekerja sebagai guru di SDN Wamena. Sedangkan suaminya bekerja sebagai seorang sopir.

Saat terjadinya kerusuhan, Inamah sedang memberikan tugas kepada muridnya di SDN Wamena.

"Sekitar jam 8 pagi,saya di SDN Wamena lagi buka buku sama anak anak dan kasih tugas. Tiba tiba ada satpam berlari dan memberitahu kalau saya dipanggil kepala sekolah," ungkapnya, Senin (7/10/2019).

Perempuan dua anak tersebut diminta oleh Kepala SDN Wamena untuk segera menelepon para wali murid agar menjemput anak-anak mereka. 

"Dikasih tahu oleh kepala sekolah bahwa di beberapa tempat di Wamena telah terjadi kerusuhan massal. Akhirnya, saya sama guru lainnya disuruh telepon para wali murid untuk segera menjemput anak anak. Masih ada 30 siswa sama 8 guru beserta saya yang waktu itu terjebak di sekolah karena tidak bisa keluar akibat kerusuhan itu," kenangnya.

Kemudian, lanjut Inamah, sekitar pukul setengah 9 pagi ada gerombolan massa yang memakai baju SMA PGRI menyerang SMAN Wamena yang sedang melaksanakan UTS.

"Sekolah SMAN Wamena jadi hancur karena dilempar batu batu besar. Akhirnya, para siswa siswi SMAN Wamena pada lari ketakutan. Kalau orang asli Wamena yang melakukan itu. Saya rasa tidak mungkin, karena mereka orangnya baik baik. Yang melakukan itu mungkin orang yang menginginkan pisah dari NKRI. Dengan memakai baju siswa, padahal penampilannya bukan seperti siswa," ujarnya.

Secara bersamaan, lanjut Inamah, massa kemudian menyerang SDN Wamena yang lokasinya yang tidak jauh dari SMAN Wamena. Inamah bersama guru dan siswa lainnya bersembunyi di kelas paling ujung.

"Padahal sama Satpam SDN Wamena sudah berusaha mengusir mereka di depan gerbang. Tapi mereka tetap melempar batu dan menembak sana-sini. Kami ketakutan hingga ada pendeta asli Wamena, menjemput anaknya di sekolah. Pendeta itu juga menghadang mereka," ungkapnya.

Pendeta itu, lanjut Inamah, berusaha menghadang dan mengatakan kepada Massa bahwa tidak ada orang di SDN Wamena

"Setelah pendeta itu berkata demikian, massa meninggalkan tempat itu. Mereka kemudian menjarah kios di depan Perumahan SDN Wamena. Mereka juga membakar kios. Tapi pemilik kios melarang massa untuk membakar. Akhirnya mereka cuma mengambil barang dagangan kios," lanjutnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved