Kilas Balik
Proses Penemuan & Hasil Otopsi Jasad 7 Perwira Tinggi TNI Korban PKI, Tak Sesuai Isu yang Beredar
Berikut Proses Penemuan & Hasil Otopsi Jasad 7 Perwira Tinggi TNI Korban PKI, Tak Sesuai dengan Isu yang Beredar
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Proses penemuan dan hasil otopsi jasad tujuh perwira tinggi TNI yang menjadi korban penculikan dan pembunuhan PKI, telah terungkap
Hasil otopsi jasad tujuh perwira tinggi TNI korban PKI menunjukkan tak ada luka silet seperti dalam film G-30 S PKI
Dilansir dari buku 'Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno', Penerbit Buku Kompas 2014, proses penemuan jasad ketujuh peerwira tinggi TNI itu berawal dari keterangan seorang agen polisi
Pada 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno telah memanggil semua Panglima Angkatan Bersenjata bersama Waperdam II Leimena dan para pejabat penting lainnya dengan maksud segera menyelesaikan persoalan apa yang disebut Gerakan 30 September.
• Nasib Istri DN Aidit Pentolan PKI Setelah G30S/PKI Meletus, Sempat Menyamar Tapi Endingnya Miris
• Biodata Jenderal TNI Ahmad Sukendro yang Lolos dari PKI, Karier Militernya Meredup di Era Soeharto
• Sosok Jenderal TNI yang Selamat dari Bidikan PKI Berkat Soekarno, Tapi Kariernya Berakhir Miris

Tindakan Bung Karno itu merupakan langkah standar karena dirinya adalah selaku Panglima Tertinggi ABRI.
“Pada tanggal 3 Oktober 1965 pagi, saya menghadap Presiden Soekarno, menyampaikan laporan tentang perkembangan terakhir termasuk penemuan seorang agen polisi,” kata Maulwi yang menjabat sebagai pengawal pribadi Bung Karno dan Wakil Komandan pasukan Tjakrabirawa.
Setelah mempelajari keterangan seorang agen polisi yang bernama Sukitman, Maulwi bersama Letnan Kolonel Ali Ebram dan Sersan Udara PGT Poniran menumpang Jip Toyota No.2 berangkat menuju Halim Perdanakusuma.
Sekadar informasi, ternyata sewaktu penculikan para jenderal 1 Oktober 1965, Sukitman sedang bertugas dan ikut dibawa ke Lubang Buaya, yang akhirnya ditemukan oleh patroli Tjakrabirawa.
Mereka terlebih dahulu melapor dan bertemu dengan Kolonel AU/PNB Tjokro, perwira piket Halim Perdanakusuma.
“Saya sampaikan maksud kedatangan saya” kata Maulwi.
“Kami dibantu seorang anggota TNI AU berpangkat letnan muda penerbang, mencari lokasi yang diceritakan oleh agen polisi tesebut.”
Jip Toyota selalu membawa satu set generator listrik berkekuatan 1 PK yang sewaktu-waktu dapat digunakan karena pada waktu itu arus listrik sering mati-hidup.
Mereka menemukan sebuah rumah atau pondok kecil di Lubang Buaya yang didekatnya terdapat sebuah pohon besar.
Dilakukan pencarian di sekitarnya dan ditemukan sebidang tanah yang sudah tidak digunakan, tetapi terlihat tanda mencurigakan seperti baru dipakai.
Di tempat itu, tumpukan dedaunan dikorek-korek dan terlihat permukaan sebuah sumur tua.
Karena tidak memiliki peralatan untuk menggali tanah, mereka meminta bantuan warga sekitar untuk menggali sumur itu.
Tak berapa lama, muncul pasukan RPKAD dipimpin Mayor C.I. Santoso dengan membawa agen polisi Sukitman sebagai petunjuk jalan, dan ikut pula ajudan Jenderal Ahmad Yani, Kapten CPM Subardi.
“Setelah mendapat penjelasan dari kami dan dicocokkan dengan keterangan agen polisi tersebut,” kata Maulwi, “penggalian dilanjutkan.”
Penggalian sulit dilakukan karena lubang sumur itu hanya pas untuk satu orang, proses penggalian memakan waktu lama.
Hari mulai gelap, belum ditemukan tanda-tanda yang mencurigakan. Generator milik Tjakrabirawa dihidupkan untuk menerangi proses penggalian.
Lewat tengah malam mulai tercium bau tak sedap.
Setelah penggalian cukup dalam dan terus digali, akhirnya ditemukan sebuah tangan.
Penggalian dihentikan sementara karena orang-orang tidak tahan dengan bau yang keluar dari sumur.
Setelah berunding dengan C.I. Santoso, disepakati untuk melaporkan hal itu kepada Pangkostrad Mayjen Jenderal Soeharto guna instruksi selanjutnya.
Dan, untuk penggalian selanjutnya, diperlukan tenaga dan peralatan khusus misalnya masker dan tabung oksigen seperti yang dimiliki pasukan katak KKO.
Saat itu sudah pukul 03.00.
“Rombongan saya pulang untuk Salat Subuh dan istirahat karena mulai merasa flu,” kata Maulwi.
“Selanjutnya, saya perintahkan Letnan Kolonel Marokeh Santoso, Kepala Staf Resimen Tjakrabirawa, untuk menggantikan dan mewakili saya. Jadi, tidak benar sama sekali, berita yang mengatakan bahwa Presiden Soekarno mengetahui peristiwa penculikan G30S itu. Dan, tidak pernah ada perintah Presiden kepada kami untuk menghilangkan jejak para jenderal yang diculik.”
Setelah jenazah ketujuh perwira TNI tersebut diangkat, hasil otopsinya menunjukkan hal yang cukup mengejutkan
Jika dilihat di dalam film G-30 S PKI, secara jelas menginformasikan kalau para korban disilet.
Cerita tentang siksaan kejam kepada tujuh korban sejatinya sudah terlebih dahulu terdengar di masyarakat sekitar.

Tetapi, hasil otopsi mereka tidak menyebutkan adanya luka hasil dari siksaaan kejam seperti di film G-30 S PKI
Intisari September 2009 dalam judul “Saksi Bisu dari Ruang Forensik” mencoba mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi di balik bangsal-bangsal forensik.
Tim yang menangani ketujuh jasad tersebut terdiri dari dua dokter RSPAD, yaitu dr Brigjen. Roebiono Kartopati dan dr. Kolonel. Frans Pattiasina; lalu ada tiga dari Ilmu Kedokteran Kehakiman UI, Prof. dr. Sutomi Tjokronegoro, dr. Liau Yan Siang, dan dr. Lim Joe Thay.
Lalu, seperti apa hasil otopsi para jenderal korban PKI di G30S itu? Simak paparannya berikut ini!
1. Achmad Yani
- Luka Tembak masuk: 2 di dada kiri, 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di garis pertengahan perut, 1 di perut bagian kiri bawah, 1 perut kanan bawah, 1 di paha kiri depan, 1 di punggung kiri, 1 di pinggul garis pertengahan.
- Luka tembak keluar: 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di punggung kiri sebelah dalam.
- Kondisi lain: sebelah kanan bawah garis pertengahan perut ditemukan kancing dan peluru sepanjang 13 mm, pada punggung kanan iga kedelapan teraba anak peluru di bawah kulit.
2. R. Soeprapto
- Luka tembak masuk: 1 di punggung pada ruas tulang punggung keempat, 3 di pinggul kanan (bokong), 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pertengahan paha kanan.
- Luka tembak luar: 1 di pantat kanan, 1 di paha kanan belakang.
- Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan di atas telinga, 1 di pelipis kanan, 1 di dahi kiri, 1 di bawah cuping kiri.
- Kondisi lain: tulang hidung patah, tulang pipi kiri lecet.
3. M.T Haryono
- Luka tidak teratur: 1 tusukan di perut, 1 di punggung tangan kiri, 1 di pergelangan tangan kiri, 1 di punggung kiri (tembus dari depan).
4. Soetojo Siswomiharjo
- Luka tembak masuk: 2 di tungkai kanan bawah, 1 di atas telinga kanan.
- Luka tembak keluar: 2 di betis kanan, 1 di atas telinga kanan.
- Luka tidak teratur: 1 di dahi kiri, 1 di pelipis kiri, 1 di tulang ubun-ubun kiri, di dahi kiri tengkorak remuk.
- Penganiayaan benda tumpul: empat jari kanan.
5. S. Parman
- Luka tembak masuk: 1 di dahi kanan, 1 di tepi lekuk mata kanan, 1 di kelopak atas mata kiri, 1 di pantat kiri, 1 paha kanan depan.
- Luka tembak keluar: 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di perut kiri, 1 di paha kanan belakang.
- Luka tidak teratur: 2 di belakang daun telinga kiri, 1 di kepala belakang, 1 di tungkai kiri bawah bagian luar, 1 di tulang kering kiri.
- kekerasan tumpul: tulang rahang atas dan bawah.
6. D.I Panjaitan
- Luka tembak masuk: 1 di alis kanan, 1 di kepala atas kanan, 1 di kepala kanan belakang, 1 di kepala belakang kiri.
- Luka tembak keluar: 1 di pangkal telinga kiri.
- Kondisi lain: punggung tangan kiri terdapat luka iris.
7. Pierre Tendean
- Luka tembak masuk: 1 di leher belakang sebelah kiri, 2 di punggung kanan, 1 di pinggul kanan.
- Luka tembak keluar: 2 di dada kanan.
- Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan, 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di puncak kepala.
- Kondisi lain: lecet di dahi dan pangkal dua jari tangan kiri.