Kilas Balik

Kenangan Soeharto dengan BJ Habibie, Beri Pesan Menyentuh Saat Habibie Kecil Ditinggal Wafat Ayahnya

Soeharto memiliki kenangan saat pertama kali bertemu dengan Bacharuddin Jusuf Habibie yang kala itu masih muda. Berikut kisahnya

Kolase Kompas.com dan Tribun Manado
Soeharto dan BJ Habibie 

Kejutan terjadi ketika Master Nasional (MN) Monang Sinulingga tampil sebagai juara Tempat kedua direbut Grandmaster (GM) Utut Adianto dengan nilai 9 MP.

Turnamen Piala Habibie II digelar pada 2013. Tiga GM, Utut Adianto, Ardiansyah, dan M Edhi Handoko, ikut serta dalam turnamen tersebut.

Berbeda dengan penyelenggaraan pertama, gelaran kedua kejuaraan catur perorangan tersebut dibagi dalam dua kelompok, non-master dan master, menggunakan sistem Swiss 11 babak.

Jumlah total hadiah yang digelontorkan kepada para pemenang juga naik, dari Rp 11 juta pada 1991 menjadi Rp 16 juta pada 1993.

"Piala Habibie saat itu memecahkan rekor dalam jumlah hadiah dibandingkan turnamen-turnamen catur sebelumnya ," ujar Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Percasi, Kristinus Liem ketika dihubungi Kompas.com, Rabu malam.

Salah satu pecatur andal Indonesia yang lahir dari turnamen Piala Habibie adalah Eka Putra Wirya.

Dilansir dari Kompas, 19 Februari 2019, kiprah Eka di dunia catur Tanah Air dimulai ketika dia menjadi master nasional pada Piala Habibie 1991. Pada 1992, Eka diajak menjadi pengurus Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi).

Setelah itu, Eka terjun dalam pembinaan catur di Tanah Air dan melahirkan banyak pecatur andal hingga mendapatkan penghargaan Life Time Achievement oleh Seksi Wartawan Olahraga PWI, Februari 2019 lalu.

2. BJ Habibie Majukan Sepak Bola Sulawesi

Jasa BJ Habibie lainnya yakni, memajukan sepak bola di tanah kelahirannya.

Upaya Habibie tersebut tertuang melalui kejuaraan sepak bola antarklub bernama Habibie Cup yang digelar sejak 1990.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas.com, Habibie Cup dicetuskan kali pertama oleh Mirdin Kasim yang saat itu menjabat Wali Kota Parepare, dan HM Alwi Hamu.

Kedua sosok tadi kemudian membutuhkan tokoh nasional asal Parepare untuk dijadikan ikon turnamen ini.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, Mirdin dan Alwi akhirnya memilih BJ Habibie sebagai ikon yang saat itu masih menjabat Menristek RI dan Kepala BPPT.

Pada awalnya, turnamen ini hanya diikuti 6 tim saja dari wilayah Ajatappareng dan sekitarnya, meliputi Persipare Parepare, Perspin Pinrang, Enrekang, Tana Toraja, Barru, dan PSM Makassar.

Peserta dibagi 2 grup dengan sistem gugur pada babak penyisihan, kemudian langsung semifinal dan final.

Turnamen itu sendiri hanya berlangsung 7 hari plus 2 hari istirahat.

Pada 2015, sebanyak 12 tim ikut meramaikan turnamen Habibie Cup yang digelar di Stadion Gelora Mandiri, Pare-pare.

Sebanyak 12 tim yang dimaksud yakni Perssin Sinjai, PSM Makassar, Persibone Bone, Persipare Pare-pare, Gasma Enrekang, Persiban, Gaswan Wajo, Perssidrap Sidrap, Persim Maros (Sulsel), Ps Sandeq Polman, Asa FC (Sulbar) PS dan Japfa (Sulteng).

Dengan adanya 12 tim, turnmaen dibagi dalam empat grup dengan sistem setengah kompetisi. Juara dan runner-up lolos ke babak selanjutnya.

Turnamen ini berkategori umum. Setiap tim bisa memakai pemain dari Liga Indonesia, baik kasta teratas maupun di bawahnya.

Pada 2015, Habibie Cup yang memperebutkan trofi BJ Habibie juga menyediakan total hadiah uang Rp 200 juta.

Rinciannya, peringkat pertama Rp 100 juta, kedua Rp 50 juta, dan peringkat ketiga mendapat Rp 30 juta.

Panitia pelaksana juga menyediakan hadiah uang buat pemain terbaik dan top scorer sebesar Rp 5 juta.

3. Bapak Pesawat Nasional

Sosok Bacharuddin Jusuf Habibie memang tak lepas dari pesawat terbang. BJ Habibie bahkan mendapat predikat sebagai Bapak Teknologi Indonesia berkat kompetensinya dalam teknologi pesawat terbang.

Mengutip Deputi Direktur Keuangan Urusan Pendanaan PT Regio Aviasi Industri (RAI) Desra Firza Ghazfan, Habibie adalah salah satu saja dari angkatan pertama generasi dirgantara yang dikirimkan Presiden pertama RI Soekarno ke berbagai negara untuk belajar membuat pesawat.

Semasa muda, Habibie mulai menguliti serba-serbi mesin pesawat di Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung yang. Saat itu, ITB masih bernama Universitas Indonesia pada 1954.

Hanya hitungan bulan di ITB, ia kemudian melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman.

Ia pun menerima gelar Diplom Ingenieur pada 1960 dan gelar Doktor Ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cumlaude dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.

Habibie memiliki rumus yang dinamakan "Faktor Habibie" karena bisa menghitung keretakan atau krack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang. Habibie pun dijuluki "Mr Crack" karena keahliannya itu.

Di Jerman, Habibie pernah menjadi Kepala Riset dan Pengembangan Analisis Struktur pada perusahaan Hamburger Flugzeugbau Gmbh.

Dia bahkan menjadi wakil presiden dan direktur teknologi, serta penasehat senior perusahaan itu.

Habibie juga sempat bekerja di Messerschmitt-Bolkow-Blohm, perusahaan penerbangan yang berpusat di Jerman, sebelum kembali ke Indonesia pada 1973.

Ia memenuhi permintaan Presiden Soeharto untuk mengabdikan ilmunya di Indonesia.

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com pada Februari 2017, Habibie menyatakan, tidak bisa dibayangkan apabila Indonesia tidak memiliki pesawat terbang.

Untungnya, Indonesia berhasil membuktikan kemampuan untuk bisa membuat pesawat terbang sendiri.

"Kita harus sangat sadari bahwa industri strategis dan khususnya dirgantara, adalah produk sepanjang masa yang dibutuhkan Indonesia," kata Habibie di sela-sela Presidential Lecture di Bank Indonesia (BI), Senin (13/2/2017).

Pada April 2015, Habibie memperkenalkan rancangan pesawat baru yang digarap oleh Regio Aviasi Industri, perusahaan yang didirikannya.

Pesawat itu dinamakan R80.

Untuk membuat pesawat ini, Habibie meminta bantuan kepada Presiden Joko Widodo.

"Yang kami butuhkan adalah dukungan pemerintah untuk financing bagian Indonesia. Bagian swasta dan luar negeri, mereka akan ikut kalau dari pemerintah ikut menyumbang dalam arti mengatakan 'silakan' karena industri pesawat terbang seperti Boeing dan Airbus dapat bantuan yang sama," ujar Habibie kepada Jokowi saat menunjukkan miniatur R80.

Habibie memaparkan kehebatan dari R80. Menurut dia, pesawat yang digerakkan oleh baling-baling memiliki kelebihan seperti mampu mengangkut penumpang dalam jumlah banyak, yakni antara 80-90 orang, waktu berputar yang singkat, hemat bahan bakar, dan perawatan yang mudah.

Habibie menyebut bahwa pesawat ini nantinya tidak kalah hebatnya dibandingkan Boeing 777. Pesawat R80, lanjut dia, sangat tepat digunakan untuk tipe bandara sedang yang banyak ada di Indonesia.

Targetnya, proyek ini dapat diproduksi massal pada 2024.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved