Kilas Balik
Kenangan Soeharto dengan BJ Habibie, Beri Pesan Menyentuh Saat Habibie Kecil Ditinggal Wafat Ayahnya
Soeharto memiliki kenangan saat pertama kali bertemu dengan Bacharuddin Jusuf Habibie yang kala itu masih muda. Berikut kisahnya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Soeharto memiliki kenangan tersendiri saat pertama kali bertemu dengan Bacharuddin Jusuf Habibie yang kala itu masih muda
Seperti diketahui, meninggalnya BJ Habibie pada Rabu (11/9/2019) kemarin meninggalkan banyak kenangan bagi bangsa Indonesia
Tak terkecuali dengan Soeharto yang merupakan teman dekat BJ Habibie saat mereka bersama-sama memimpin Indonesia di Orde Baru
Habibie menjabat sebagai Presiden Indonesia ketiga setelah Presiden Indonesia kedua, Soeharto mundur.

Sebelumnya, BJ Habibie dipercaya oleh Soeharto untuk menjadi Wakil Presiden Indonesia, Menteri Negara Riset dan Teknologi, serta Kepala Badan Pengusahaan Batam.
Habibie memang termasuk salah satu orang dekat sekaligus kepercayaan Soeharto
Dilansir dari Majalah Bobo dalam artikel berjudul ' BJ Habibie, Dari Jalan Bau Massepe ke Jalan Merdeka Selatan', kedekatan mereka ternyata sudah terjalin sejak Habibie masih remaja.
Bacharuddin Jusuf Habibie, begitu nama lengkap Habibie, lahir 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan, 155 kilometer dari Ujungpandang.
Habibie yang punya panggilan kesayangan Rudy, adalah anak keempat dari delapan bersaudara pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan Tuti Marini Puspowardoyo, yang berasal dari Yogya.
Saat proses melahirkan Habibie di rumah, sang Ibunda tercinta dibantu oleh sanro, sebutan suku Bugis untuk bidan.
Di rumah yang terletak di Jalan Bau Massepe Nomor 5 Parepare itulah Habibie menghabiskan masa balitanya.
Pada waktu pendudukan Jepang, keluarga Alwi Abdul Jalil Habibie mengungsi ke Kampung Lanrae, Desa Nepo, Kecamatan Mallusetasi.
Tentu, Habibie yang waktu itu masih berusia 6 tahun ikut serta.
Di Desa Lanrae itulah Habibie kecil senang berenang di sungai. Tak cuma sebentar tapi betah berjam-jam.
la juga sering memandikan kuda kesayangannya yang bernama La Bolong alias si Hitam.
Ia memang sangat gemar menunggang kuda, dan bertindak sebagai joki.
Bila sedang bosan menunggung kuda, Habibie kecil kemudian sibuk main layang-layang, kadang main kelereng atau juga mallogo (permainan daerah Bugis menggunakan tempurung kelapa berbentuk segitiga).
Habibie cilik tidak lama di Parepare.
Tugas sang Ayah sebagai Kepala Jawatan Pertanian Sulawesi Selatan membuat seluruh keluarga pindah ke Makassar.
Kebetulan saat itu Soeharto bertugas sebagai Komandan Brigade III Garuda Mataram untuk menumpas pemberontakan Kapten Andi Aziz.
Markas pasukan Brigade III berada di depan rumah Habibie di Jalan Klaperlaan.

Soeharto pun sering berkunjung ke rumah Habibie.
Suatu malam di tahun 1950, ayah Habibie meninggal dunia ketika tengah menjalankan sholat Isa.
Sedang ibunya sedang mengandung anaknya yang kedelapan.
"Ya, waktu itu saya yang baru berusia 13 tahun cuma bisa menangis," kenang Habibie.
"Pak Harto memeluk saya, sembari berkata: sabar. Bib. Bapakmu orang baik, meninggal sewaktu sholat."
Sang Ibu pun bersumpah di sisi jenazah suaminya untuk terus menyekolahkan anak-anaknya.
Atas anjuran ibunya, Habibie berangkat ke Bandung masuk SMP 5 dan kemudian melanjutkan di SMA Kristen Jalan Dago.
Lulus dari SMA tersebut, Habibie sempat kuliah sebentar di ITB jurusan elektro.
Tahun 1955, Habibie mendapat bea siswa untuk belajar di Jerman Barat.
Tapi sungguh tak sia-sia ia menimba ilmu di mancanegara.
Berkat kecerdasannya yang luar biasa ia berhasil meraih gelar doktor di bidang konstruksi pesawat terbang dengan predikat summa cumlaude.
Jasa-jasa BJ Habibie
Tecatat, BJ Habibie telah melakukan banyak jasa bagi kemajuan Bangsa Indonesia semasa dia hidup.
Mulai dari memajukan sepak bola daera di Sulawesi hingga dijuluki sebagai Bapak Teknologi Bangsa.
Dilansir SURYA.co.id dari Kompas.com, berikut beberapa jasa yang ditorehkan BJ Habibie selama dia hidup.
1. Jasa BJ Habibie untuk Dunia Catur Tanah air
BJ Habibie rupanya memiliki jasa besar dalam dunia catur Tanah Air.
Sosok Rudy - demikian BJ Habibie biasa dipanggil - memang identik dengan pesawat terbang.
Mantan menteri riset dan teknologi itu bahkan mendapat predikat sebagai Bapak Teknologi Indonesia berkat kompetensinya dalam teknologi pesawat terbang.
Terlepas dari itu, BJ Habibie juga punya kepedulian terhadap dunia olahraga Tanah Air, di antaranya sepak bola dan catur.
Dalam dunia sepak bola, ada Habibie Cup yang digelar hingga penyelenggaraan tahun 2015.
Untuk catur, sempat ada Piala Habibie yang digelar pada 1991 dan 1993.
Dilansir dari Harian KOMPAS terbitan 19 Oktober 1991, tiga grandmaster (GM) Indonesia saat itu ikut serta dalam turnamen Piala Habibie I.
Utut Adianto, Ardiansyah, dan Herman Suriadiredja, ikut bertanding pada turnamen catur Piala Habibie I yang berlangsung di wisma catur F Sumantri, Tanah Abang, Jakarta, 2-18 Oktober 1991.
Kejutan terjadi ketika Master Nasional (MN) Monang Sinulingga tampil sebagai juara Tempat kedua direbut Grandmaster (GM) Utut Adianto dengan nilai 9 MP.
Turnamen Piala Habibie II digelar pada 2013. Tiga GM, Utut Adianto, Ardiansyah, dan M Edhi Handoko, ikut serta dalam turnamen tersebut.
Berbeda dengan penyelenggaraan pertama, gelaran kedua kejuaraan catur perorangan tersebut dibagi dalam dua kelompok, non-master dan master, menggunakan sistem Swiss 11 babak.
Jumlah total hadiah yang digelontorkan kepada para pemenang juga naik, dari Rp 11 juta pada 1991 menjadi Rp 16 juta pada 1993.
"Piala Habibie saat itu memecahkan rekor dalam jumlah hadiah dibandingkan turnamen-turnamen catur sebelumnya ," ujar Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Percasi, Kristinus Liem ketika dihubungi Kompas.com, Rabu malam.
Salah satu pecatur andal Indonesia yang lahir dari turnamen Piala Habibie adalah Eka Putra Wirya.
Dilansir dari Kompas, 19 Februari 2019, kiprah Eka di dunia catur Tanah Air dimulai ketika dia menjadi master nasional pada Piala Habibie 1991. Pada 1992, Eka diajak menjadi pengurus Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi).
Setelah itu, Eka terjun dalam pembinaan catur di Tanah Air dan melahirkan banyak pecatur andal hingga mendapatkan penghargaan Life Time Achievement oleh Seksi Wartawan Olahraga PWI, Februari 2019 lalu.
2. BJ Habibie Majukan Sepak Bola Sulawesi
Jasa BJ Habibie lainnya yakni, memajukan sepak bola di tanah kelahirannya.
Upaya Habibie tersebut tertuang melalui kejuaraan sepak bola antarklub bernama Habibie Cup yang digelar sejak 1990.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas.com, Habibie Cup dicetuskan kali pertama oleh Mirdin Kasim yang saat itu menjabat Wali Kota Parepare, dan HM Alwi Hamu.
Kedua sosok tadi kemudian membutuhkan tokoh nasional asal Parepare untuk dijadikan ikon turnamen ini.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, Mirdin dan Alwi akhirnya memilih BJ Habibie sebagai ikon yang saat itu masih menjabat Menristek RI dan Kepala BPPT.
Pada awalnya, turnamen ini hanya diikuti 6 tim saja dari wilayah Ajatappareng dan sekitarnya, meliputi Persipare Parepare, Perspin Pinrang, Enrekang, Tana Toraja, Barru, dan PSM Makassar.
Peserta dibagi 2 grup dengan sistem gugur pada babak penyisihan, kemudian langsung semifinal dan final.
Turnamen itu sendiri hanya berlangsung 7 hari plus 2 hari istirahat.
Pada 2015, sebanyak 12 tim ikut meramaikan turnamen Habibie Cup yang digelar di Stadion Gelora Mandiri, Pare-pare.
Sebanyak 12 tim yang dimaksud yakni Perssin Sinjai, PSM Makassar, Persibone Bone, Persipare Pare-pare, Gasma Enrekang, Persiban, Gaswan Wajo, Perssidrap Sidrap, Persim Maros (Sulsel), Ps Sandeq Polman, Asa FC (Sulbar) PS dan Japfa (Sulteng).
Dengan adanya 12 tim, turnmaen dibagi dalam empat grup dengan sistem setengah kompetisi. Juara dan runner-up lolos ke babak selanjutnya.
Turnamen ini berkategori umum. Setiap tim bisa memakai pemain dari Liga Indonesia, baik kasta teratas maupun di bawahnya.
Pada 2015, Habibie Cup yang memperebutkan trofi BJ Habibie juga menyediakan total hadiah uang Rp 200 juta.
Rinciannya, peringkat pertama Rp 100 juta, kedua Rp 50 juta, dan peringkat ketiga mendapat Rp 30 juta.
Panitia pelaksana juga menyediakan hadiah uang buat pemain terbaik dan top scorer sebesar Rp 5 juta.
3. Bapak Pesawat Nasional
Sosok Bacharuddin Jusuf Habibie memang tak lepas dari pesawat terbang. BJ Habibie bahkan mendapat predikat sebagai Bapak Teknologi Indonesia berkat kompetensinya dalam teknologi pesawat terbang.
Mengutip Deputi Direktur Keuangan Urusan Pendanaan PT Regio Aviasi Industri (RAI) Desra Firza Ghazfan, Habibie adalah salah satu saja dari angkatan pertama generasi dirgantara yang dikirimkan Presiden pertama RI Soekarno ke berbagai negara untuk belajar membuat pesawat.
Semasa muda, Habibie mulai menguliti serba-serbi mesin pesawat di Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung yang. Saat itu, ITB masih bernama Universitas Indonesia pada 1954.
Hanya hitungan bulan di ITB, ia kemudian melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman.
Ia pun menerima gelar Diplom Ingenieur pada 1960 dan gelar Doktor Ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cumlaude dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
Habibie memiliki rumus yang dinamakan "Faktor Habibie" karena bisa menghitung keretakan atau krack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang. Habibie pun dijuluki "Mr Crack" karena keahliannya itu.
Di Jerman, Habibie pernah menjadi Kepala Riset dan Pengembangan Analisis Struktur pada perusahaan Hamburger Flugzeugbau Gmbh.
Dia bahkan menjadi wakil presiden dan direktur teknologi, serta penasehat senior perusahaan itu.
Habibie juga sempat bekerja di Messerschmitt-Bolkow-Blohm, perusahaan penerbangan yang berpusat di Jerman, sebelum kembali ke Indonesia pada 1973.
Ia memenuhi permintaan Presiden Soeharto untuk mengabdikan ilmunya di Indonesia.
Berdasarkan pemberitaan Kompas.com pada Februari 2017, Habibie menyatakan, tidak bisa dibayangkan apabila Indonesia tidak memiliki pesawat terbang.
Untungnya, Indonesia berhasil membuktikan kemampuan untuk bisa membuat pesawat terbang sendiri.
"Kita harus sangat sadari bahwa industri strategis dan khususnya dirgantara, adalah produk sepanjang masa yang dibutuhkan Indonesia," kata Habibie di sela-sela Presidential Lecture di Bank Indonesia (BI), Senin (13/2/2017).
Pada April 2015, Habibie memperkenalkan rancangan pesawat baru yang digarap oleh Regio Aviasi Industri, perusahaan yang didirikannya.
Pesawat itu dinamakan R80.
Untuk membuat pesawat ini, Habibie meminta bantuan kepada Presiden Joko Widodo.
"Yang kami butuhkan adalah dukungan pemerintah untuk financing bagian Indonesia. Bagian swasta dan luar negeri, mereka akan ikut kalau dari pemerintah ikut menyumbang dalam arti mengatakan 'silakan' karena industri pesawat terbang seperti Boeing dan Airbus dapat bantuan yang sama," ujar Habibie kepada Jokowi saat menunjukkan miniatur R80.
Habibie memaparkan kehebatan dari R80. Menurut dia, pesawat yang digerakkan oleh baling-baling memiliki kelebihan seperti mampu mengangkut penumpang dalam jumlah banyak, yakni antara 80-90 orang, waktu berputar yang singkat, hemat bahan bakar, dan perawatan yang mudah.
Habibie menyebut bahwa pesawat ini nantinya tidak kalah hebatnya dibandingkan Boeing 777. Pesawat R80, lanjut dia, sangat tepat digunakan untuk tipe bandara sedang yang banyak ada di Indonesia.
Targetnya, proyek ini dapat diproduksi massal pada 2024.