Analisis Terbaru Kondisi Vina Garut Saat Lakukan Adegan 3 Lawan 1, Komnas Perempuan: Ada Ancaman
Berikut Analisis Terbaru Kondisi Vina Garut Saat Lakukan Adegan 3 Lawan 1, Komnas Perempuan Sebut Ada Ancaman dan tekanan
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Muncul analisis terbaru terkait kondisi V, pemeran wanita dalam video Vina Garut saat beradegan 3 lawan 1
Analisis terbaru kondisi Vina Garut saat baradegan 3 lawan 1 ini diungkapkan oleh Thaufiek Zulbahary, komisioner Komnas Perempuan
Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Komnas Perempuan Duga V Ditekan Suaminya untuk Bikin Video 3 Pria 1 Wanita', Komnas Perempuan meminta aparat kepolisian mengedepankan perspektif gender dalam menangani kasus video Vina Garut.
Sebab, kasus itu melibatkan seorang perempuan.
Hal ini disampaikan Komnas Perempuan setelah turun langsung ke Garut beberapa waktu lalu.
“Kalau kami tetap mengedepankan bahwa penanganan perempuan berhadapan dengan hukum ini harus menggunakan perspektif gender, artinya penyidik perlu memperhatikan latar belakang, posisi perempuan dalam perkawinan dan peka terhadap situasi dan kondisi kehidupan perkawinan antara A dan V,” jelas Thaufiek, kepada Kompas.com saat dihubungi lewat telepon genggamnya, Senin (9/9/2019) malam
Thaufiek menegaskan, perspektif gender itu menjadi kunci dalam proses pembuktian kasus ini.

Jika penyidik punya sensitifitas dalam aspek gender dalam relasi hubungan suami dan istri, maka kemungkinan besar akan tergambar bagaimana V sebetulnya sudah mengalami berbagai ancaman dan tekanan.
“Misalnya, perlu dicek, saat menikah usia V masih anak-anak, 16 tahun 11 bulan,” jelas Thaufiek.
Ketika anak-anak memasuki perkawinan, menurut Thaufiek, hal tersebut sudah masuk ke pelanggaran.
Kemudian, sejak awal pernikahan, V ternyata juga diperlakukan seperti anak-anak.
A memberi uang belanja melalui ibunya, bukan langsung kepada V sebagai istri dengan alasan V masih kecil.
“Uang belanja diberikan kepada ibunya A, kemudian diberikan ibunya A kepada V seperti uang jajan,” katanya.
Dalam proses waktu, menurut Thaufiek, relasi perkawinan tersebut akhirnya menciptakan ketimpangan hubungan ketika kekuasaan dan kontrol berada penuh di tangan suami.
Dengan begitu, sangat dimungkinkan V tidak mampu berpendapat, menolak atau dalam hal ini juga tidak mampu memberi persetujuan.