Kilas Balik
Tangis Soekarno Pernah Pecah di 4 Momen Penting, Salah Satunya Saat di Makam Seorang Jenderal TNI
Tangis Soekarno Pernah Pecah di 4 Momen Penting, Salah Satunya Saat di Makam Seorang Jenderal TNI. Berikut kisahnya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
Sempat menunda tanda tangan nyata, dengan berderai air mata ia harus menyetujui eksekusi mati sahabat karibnya itu.
Akhirnya, sang sahabat, Kartosoewirjo pun dieksekusi mati karena konsekuensi membelot dari Republik.
4. Tangisan di Makam Jenderal TNI
Saat meletusnya tragedi berdara 30 September 1965, terdapat tujuh tokoh penting kala itu yang direnggut nyawanya.
Salah satunya adalah Jenderal Ahmad Yani, orang kesayangan sang presiden kala itu, Soekarno.
Atas kematian orang yang ia rencanakan untuk menggantikan posisinya sebagai presiden dengan cara mengenaskan itu membuat hati Soekarno tak kuasa membendung kesedihan.

Di depan makam jenderal kesayangannya tersebut ia tak kuasa menangis meneteskan air mata atas kepergian Ahmad Yani.
Seperti disebutkan di atas, Soekarno pernah menangis saat menandatangani vonis hukuman mati pada sahabatnya sendiri, Kartosoewirjo
Dilansir dari SOSOK.grid.id dalam artikel 'Bung Karno Menangisi Sahabatnya, Si Pria Pendek Bertubuh Kurus dan Rambut Keriting', Kartosoewirjo adalah salah satu kawan dari Soekarno kala masih menimba ilmu dan mondok di rumah HOS TJokroaminoto di Surabaya pada tahun 1918-an.
Ketika menjabat menjadi Presden pasca Kemerdekaan Indonesia, selang berapa tahun kemudia meletuslah pemberontakan yang dipicu kekecewaan dan dipimpin oleh sang sahabat, Kartosoewirjo.
Salah satu keputusan berat yang harus diambil Soekarno adalah menandatangai vonis mati terhadap sahabatnya tersebut.
Karena Kartosoewirjo terbukti sebagai Imam dan Pimpinan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, berkas eksekusi mati tertulis nama itu berkali-kali disingkirkan dari meja kerja Soekarno.
Soekarno dan Kartosoewirjo sama-sama berguru kepada orang yang sama yakni HOS Tjockroaminoto.
"Pada 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air.