Bahaya Mengancam Siswa SMA yang Dipaksa Guru untuk Beradegan Panas & Direkam, Bisa Berakibat ini
Bahaya Mengancam Siswa SMA yang Dipaksa Guru untuk Beradegan Panas & Direkam, Bisa Berakibat ini
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Sejumlah bahaya tengah mengintai siswa SMA yang dipaksa gurunya untuk beradegan panas & direkam hingga videonya viral di media sosial
Bahaya yang mengancam korban tak lain adalah trauma fisik dan mental, sebagai akibat perbuatan sang guru
Memaksa korban untuk beradegan panas & direkam hingga videonya viral di media sosial, tentu membuat mental siswa SMA itu down
Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kepulauan Riau, Ery Syahrial mengatakan, selain karena tindakan asusila yang dialami, mental korban menjadi down karena video rekaman yang dilakukan guru tersebut telah tersebar di media sosial.
• 6 Fakta Pria Setubuhi Pengantin Wanita Saat Suaminya Mabuk di Malam Pertama, Pernikahannya pun Batal
Dilansir dari Hellosehat, ada sejumlah efek trauma yang dialami korban kekerasan seksual seperti pada kasus siswa SMA di Tanjungpinang itu
1. Depresi
Menyalahkan diri sendiri adalah salah satu efek jangka pendek dan jangka panjang paling umum, yang mengambat proses penyembuhan.

Menyalahkan diri sendiri erat kaitannya dengan depresi.
Depresi adalah gangguan mood yang terjadi ketika perasaan yang diasosiasikan dengan kesedihan dan keputusasaan terus terjadi berkelanjutan untuk jangka waktu yang lama hingga mengganggu pola pikir sehat.
Normal bagi korban kejahatan merasa sedih, marah, tidak bahagia, dan putus asa.
Depresi dan menyalahkan diri sendiri merupakan isu kesehatan mental serius dan tidak menandakan kelemahan, serta bukan pula sesuatu yang diharapkan akan sembuh dengan sendirinya semudah membalikkan telapak tangan.
Lima cara depresi dan menyalahkan diri dapat merusak seseorang: minimnya motivasi untuk mencari bantuan, kurang empati, mengisolasi diri dari orang lain, kemarahan, dan melukai diri sendiri dan/atau upaya bunuh diri.
2. Sindrom Trauma
Sindrom trauma adalah bentuk turunan dari PTSD (gangguan stres pasca trauma), sebagai sesuatu kondisi yang mempengaruhi korban dari kekerasan seksual.
Setelah mengalami kekerasan seksual, korban biasanya sering mengalami syok.
Mereka cenderung merasa kedinginan, pingsan, mengalami disorientasi (kebingungan mental) gemetar, mual dan muntah.
Pasca insiden, umum bagi korban mengalami insomnia, kilas balik, mual dan muntah, respon mudah kaget dan terkejut, sakit kepala tensi, agitasi dan agresi , isolasi, dan mimpi buruk, serta gejala disosiatif atau mati rasa dan peningkatan rasa takut dan kecemasan.
3. Disosiasi
Dalam istilah yang paling sederhana, disosiasi adalah pelepasan dari realitas.
Disosiasi adalah salah satu dari banyak mekanisme pertahanan yang digunakan otak untuk mengatasi trauma kekerasan seksual.
Disosiasi sering digambarkan sebagai pengalaman “ruh keluar dari tubuh”, di mana seseorang merasa tidak terikat dengan jasmaninya, merasa sekitarnya tampak tidak nyata, tidak terlibat dengan lingkungan tempat ia berada seperti sedang menonton kejadian tersebut di televisi.
Sebagian pakar kesehatan mental percaya bahwa penyebab gangguan disosiatif adalah trauma kronis yang terjadi saat masa kanak-kanak.
4. Gangguan makan
Kekerasan seksual dapat mempengaruhi penyintasnya dalam berbagai cara, termasuk persepsi diri dalam kebiasaan makan.
Beberapa orang mungkin menggunakan makanan sebagai pelampiasan mengatasi trauma, untuk merasa kembali memegang kendali atas tubuhnya, atau mengimbangi perasaan dan emosi yang membuatnya kewalahan.
Tindakan ini berpotensi untuk merusak tubuh dalam jangka panjang.
5. Diabetes tipe 2
Orang dewasa yang mengalami segala bentuk pelecehan seksual saat masih kanak-kanak berada pada risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi medis serius, seperti penyakit jantung dan diabetes.
Dalam sebuah penelitian terbitan The American Journal of Preventive Medicine, peneliti menyelidiki hubungan antara pelecehan seksual yang dialami oleh remaja dan diabetes tipe 2.
Temuan melaporkan 34 persen dari 67,853 partisipan wanita yang melaporkan mengidap diabetes tipe 2 pernah mengalami kekerasan seksual.
Sebelumnya diberitakan, seorang pria, guru di salah satu SMA di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap siswa.

Dari keterangan korban, guru tersebut mengikat murid laki-laki kemudian melakukan tindakan tidak senonoh hingga melayani kebutuhan seks menyimpang guru tersebut.
"Ini perbuatan memalukan yang tidak pantas untuk ditiru," kata Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kepri Ery Syahrial, Sabtu (10/8/2019).
Diceritakan Ery, kejadian ini berawal saat guru itu menyukai siswa yang menjadi korban.
Namun, murid tersebut sama sekali tidak merespons.
Akhirnya, oknum guru itu menjebak murid itu.
Murid tersebut kemudian diikat dan dipaksa menunjukkan kemaluan dan onani di hadapan guru itu.
"Kalau dilihat dari kronologinya, guru ini diduga LGBT," kata Ery.
Tidak sampai di situ, adegan itu kemudian direkam sang guru.

Di dalam rekaman terdengar bahwa guru itu memaksa korban untuk melayaninya.
Parahnya lagi, rekaman itu sekarang sudah tersebar luas.
Sebelumnya, perlakuan tak senonoh juga dialami tiga siswi SMP di NTT
Seorang kepala sekolah menengah pertama di Ende, Nusa Tenggara Timur diduga mencabuli tiga siswinya. Kini kepala sekolah itu dipenjara.
Hal itu membuat para orang tua siswi SMP ramai-ramai mendatangi sekolah untuk minta pertanggungjawaban kepada kepala sekolah.
Kabar tersebut pun terdengar oleh anggota Polres Ende dan mendatangi sekolahan tersebut. Orang tua yang sudah berada di sekolahan tersebut pun langsung melaporkan kasus pencabulan itu kepada polisi.
Tak lama kemudian, anggota Polres Ende menangkap kepala SMP itu.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Jules Abraham Abast mengatakan, kepala sekolah yang ditangkap tersebut berinisial BS (58).
"Tiga siswi SMP yang dicabuli itu berinisial NA (16), PY (16), dan GS (15)," ungkap Jules kepada Kompas.com (jaringan SURYA.co.id) di Kupang, Sabtu (23/3/2019).
Kasus itu, lanjut Jules, bermula ketika orang tua para korban menerima laporan bahwa BS telah mencabuli anak mereka pada 13 Maret 2019 pekan lalu.

Orang tua para korban kemudian mendatangi sekolah pada 21 Maret 2019 untuk bertemu dengan BS dan menanyakan laporan itu.
Saat itu, jam pulang sekolah dan banyak orang tua yang menjemput anak mereka.
Para orang tua kemudian mengetahui adanya kasus itu sehingga situasi sekolah menjadi ramai.
"Polisi yang mendengar informasi dari masyarakat, kemudian mendatangi lokasi kejadian dan mengamankan BS ke Mapolres Ende," ujar dia.
Para orang tua lalu melaporkan secara resmi kejadian tersebut ke Polres Ende.
"Saat ini BS sudah ditahan di Mapolres, untuk menjalani proses hukum selanjutnya," tutupnya.