Perjalanan Hidup Idjon Djanbi Legenda Danjen Kopassus Pertama, Dimakamkan Tanpa Tembakan Salvo

Perjalanan Hidup Idjon Djanbi Legenda Danjen Kopassus Pertama, Dimakamkan Tanpa Tembakan Salvo

kopassus.mil.id
Perjalanan Hidup Idjon Djanbi Legenda Danjen Kopassus Pertama 

SURYA.co.id - Sosok Idjon Djanbi memang sudah melegenda di kalangan Kopassus.

Dalam perjalanan hidupnya, Idjon Djanbi memang berperan besar dalam membentuk pasukan komando berbaret merah itu.

Dilansir dari Tribun Jambi (grup SURYA.co.id), berikut perjalan hidup Idjon Djanbi legenda Danjen Kopassus pertama.

Idjon Djanbi merupakan prajurit veteran Perang Dunia II asal Belanda.

Detik-detik Balita Jatuh ke Kandang Buaya Saat Ibunya Sibuk Mengurus Adik, Hanya Tersisa Tengkorak

Sebar Foto Mumi Diganti wajah Presiden Jokowi di Medsos, Perempuan di Blitar Diperiksa Polisi

Purwanto Asal Tulungagung Sudah Tiduri 50 Pria, Polda Jatim Ungkap Modusnya Jerat Para Korban

Aksi Kejar-kejaran Kopassus-Kostrad dan KKB Papua Selama 5 Bulan di Hutan, Endingnya 2 Sandera Tewas

Ia lahir di desa kecil Boskoop, 13 Mei 1914 dengan nama Rokus Bernardus Visser.

Ia berasal dari lingkungan keluarga petani bunga dan berbagai hobi menantang dilakoninya, dari mendayung perahu kayu, balapan mobil, bermain sepak, berkuda bola (polo) bahkan mendaki gunung.

Pecahnya Perang Dunia II tahun 1939, membuat Visser tidak bisa pulang ke Belanda karena telah dikuasai Jerman.

Di usia 25 tahun, ia terpanggil masuk dunia militer untuk membela Belanda.

Tahun 1940, ia masuk dinas militer sukarela Tentara Sekutu yang berperang melawan Jerman.

Tugas pertamanya sebagai tentara adalah menjadi sopir Ratu Wilhelmina.

Selang setahun berdinas, ia mengundurkan diri.

Ia lalu mendaftarkan diri sebagai operator radio di Pasukan Belanda ke-2 (2nd Dutch Troop).

Rokus Barendregt Visser atau Idjon Djandbi
Rokus Barendregt Visser atau Idjon Djandbi (Tribun Jmabi)

September 1944, ia merasakan operasi tempurnya yang pertama bersama pasukan Sekutu dalam Operasi Market Garden.

Pasukan tempat Visser bertugas termasuk ke dalam Divisi Lintas Udara 82 Amerika Serikat.

Pendidikan komando ditempuhnya di Commando Basic Training di Achnacarry di pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni.

Setelah menjalani latihan khusus yang keras dan berat, ia berhak menyandang brevet Glider (baret hijau).

Pelatihan dan pelajaran yang diperoleh antara lain berkelahi dan membunuh tanpa senjata, membunuh pengawal, penembakan tersembunyi, perkelahian tangan kosong, berkelahi dan membunuh tanpa senjata api.

Sedangkan baret merah diperoleh melalui pendidikan komando di Special Air Service (SAS), pasukan komando Kerajaan Inggris yang sangat legendaris.

Selain itu, Visser juga mengantongi lisensi penerbang PPL-I dan PPL-II. Dan juga menjalani pendidikan spesialisasi Bren, pertempuran hutan, dan belajar bahasa Jepang.

Visser kemudian mengikuti Sekolah Perwira karena dianggap berprestasi.

Lalu ia bergabung dengan Koninklij Leger untuk memukul Jepang di Indonesia, meski Jepang keburu mundur dari Indonesia sebelum pasukan Visser sempat dikirim.

Setelah beberapa saat tinggal di Indonesia, ternyata Visser menyukai hidup di Indonesia.

Meskipun kondisinya sangat berbeda dengan kehidupan di Eropa.

Ia sempat pulang ke Inggris menemui keluarganya dan meminta istrinya, perempuan Inggris yang dinikahinya semasa PD II serta keempat anaknya, untuk ikut ke Indonesia bersamanya.

Karena sang istri menolak, Visser memilih untuk bercerai.

Tahun 1947, Visser kembali ke Indonesia.

Ternyata sekolah yang dipimpinnya sudah pindah ke Batujajar, Cimahi, Bandung.

Tidak lama, Visser dipromosikan menjadi kapten dengan jabatan Pelatih Kepala.

Dalam kurun 1947-1949, sekolah yang dipimpinnya terus mencetak peterjun militer.

Tahun 1949, Visser memutuskan keluar dari dunia militer dan memilih menetap di Indonesia sebagai warga sipil.

Ia memilih menetap di sebuah lahan pertanian di daerah Lembang, Bandung.

Sejak itu, Visser dikenal dengan Mochammad Idjon Djanbi.

Cetak pasukan komando

Suatu hari di tahun 1951, rumah Idjon Djanbi kedatangan seorang perwira muda.

Si tamu memperkenalkan diri sebagai Letnan Dua Aloysius Sugianto dari Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).

Dalam pertemuan itu Idjon Djanbi diminta sebagai pelatih tunggal untuk melatih komando di pendidikan CIC II (Combat Inteligen Course) Cilendek, Bogor.

Tidak mudah membujuknya, sebab ia sudah hidup tenang di pedesaan sebagai petani bunga.

Letda Sugianto tak kurang akal, dirinya sampai harus bermalam dua dua hari di situ.

Usaha yang tak sia-sia karena akhirnya Idjon Djanbi bersedia sebagai pengajar sipil selama masa pendidikan tiga bulan.

Usai pendidikan CIC II, Idjon Djanbi kembali menekuni profesi sebelumnya.

Tanggal 2 November 1951, Kolonel Kawilarang mendapat tugas baru menjadi Panglima Tentara & Teritorium III/Siliwangi, Jawa Barat.

Kawilarang ingin mewujudkan cita-cita rekan seperjuangannya Letkol Slamet Rijadi untuk membentuk pasukan berkualifikasi komando.

Akhirnya Kawilarang memperoleh informasi soal Idjon Djanbi.

Ia lalu memanggil mantan ajudannya Letda Sugiyanto yang sudah pernah dididik Idjon Djanbi.

Terhitung 1 April 1952, atas keputusan Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, memutuskan bahwa Idjon Djanbi diangkat menjadi mayor infanteri TNI AD dengan NRP 17665.

Lalu ia lapor diri kepada Kolonel Kawilarang selaku Panglima Komando Tentara & Terirorium III/Siliwangi untuk menerima tugas.

Mayor (Inf) Idjon Djanbi segera melatih kader perwira dan bintara untuk membentuk pasukan khusus.

Ilustrasi
Ilustrasi (Kolase NET dan Tribunnews)

Tanggal 16 April 1952 dibentuklah pasukan khusus dengan nama Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi disingkat Kesko III di bawah komando Mayor Inf Idjon Djanbi.

Inilah tanggal yang dijadikan hari jadi Kopassus hingga saat ini.

Akhir Hayat Idjon Djanbi

Idjon Djanbi meminta pensiun dini akhir 1957.

Suatu hari, Idjon Djanbi mengendarai mobil bersama keluarganya berlibur ke Yogyakarta.

Tiba di sana, ia mengeluhkan sakit hebat di bagian perutnya.

Keluarga segera membawanya ke rumah sakit Panti Rapih.

Hasil diagnosa dokter diketahui bahwa Idjon Djanbi mengalami usus buntu dan harus dioperasi.

Usai dua minggu dioperasi tidak kunjung sembuh malah bertambah parah.

Ternyata usus besarnya turut bermasalah, sehingga jiwanya tidak tertolong lagi.

Idjon Djanbi tutup usia di rumah sakit Panti Rapih pada 1 April 1977.

Keluarga memutuskan memakamkannya di TPU Yogyakarta.

Idjon Djanbi meninggal di Yogyakarta tahun 1977, pihak berwenang sempat alpa, hingga tak disediakan protokoler upacara pemakaman secara militer, sebagaimana anggota TNI pada umumnya.

Sebagai komandan pertama Kopassus, Idjon Djanbi dimakamkan tanpa tembakan salvo.

Idjon Djanbi dikebumikan tanpa tembakan salvo penghormatan sebagai Bapak Kopassus Indonesia yang sangat berjasa mencetak Pasukan Komando berkelas dunia yang kini dikenal dengan nama Kopassus.

Kisah Yusril Ihza Mahendra Melawan Polisi Saat Ditilang hingga ke MA, Hasilnya Diluar Dugaan

Terungkap Obrolan 4 Mata Suami Fairuz A Rafiq dengan Galih Ginanjar Sebelum Ada Laporan ke Polisi

Ulah Suami Rey Utami Tertawakan Fairuz A Rafiq Viral, Hotman Paris Beri Ancaman Menohok

Nasib Miris Soeharto Ditinggalkan 14 Menterinya di Akhir Kekuasaan, Begitu Bimbang dan Nelangsa

VIDEO VIRAL Pendaki Hilang di Gunung Bondowoso Ada Suara Tak Ada Wujud, Begini Klarifikasi Tim SAR!

*Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Pria Belanda Ini Ogah Balik ke Negaranya, Pilih Jadi Mualaf di Indonesia & Cetak Pasukan Khusus TNI

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved