Kilas Balik

Nasib Miris Soeharto 'Ditinggalkan' 14 Menterinya di Akhir Kekuasaan, Begitu Bimbang dan Nelangsa

Nasib miris sempat menimpa presiden ke-2 RI, Soeharto di akhir kekuasaannya setelah kurang lebih 32 tahun memimpin Indonesia

VIK Kompas
Soeharto 

SURYA.co.id - Nasib miris sempat menimpa presiden ke-2 RI, Soeharto di akhir kekuasaannya setelah kurang lebih 32 tahun memimpin Indonesia

Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'VIK "Kejatuhan Soeharto", Kisah Soeharto pada Pengujung Kekuasaan', hal miris itu menimpa Soeharto pada 20 Mei 1998, sehari sebelum Soeharto mengumumkan pengunduran diri dari jabatan presiden.

Saat itu, tergambar sosok Soeharto yang tak berdaya saat situasi politik semakin menyudutkan posisinya.

Bermacam cara Soeharto untuk bertahan terlihat sia-sia karena desakan mundur yang semakin kuat.

Rencana Jokowi Pindahkan Ibu Kota ke Luar Jakarta Sudah Ada Sejak Dulu, Soeharto Juga Sependapat
Rencana Jokowi Pindahkan Ibu Kota ke Luar Jakarta Sudah Ada Sejak Dulu, Soeharto Juga Sependapat (Kompas.com)

Soeharto bahkan digambarkan begitu bimbang dan nelangsa saat "ditinggalkan" 14 menteri yang enggan dilibatkan dalam Komite Reformasi.

Ketika itu, Presiden Soeharto masuk ke kamar di kediamannya, Jalan Cendana, Jakarta Pusat, begitu menerima surat dari ajudan, Kolonel Sumardjono.

Surat yang diterima pukul 20.00 WIB itu berisi penolakan 14 menteri bidang ekonomi, keuangan, dan industri (ekuin).

Mereka tidak mau terlibat dalam Komite Reformasi atau kabinet baru hasil reshuffle nantinya.

Soeharto sangat terpukul menerima surat yang ditandatangani 14 menteri di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Ekuin, Ginanjar Kartasasmita.

Betapa tidak, Komite Reformasi dan reshuffle memang dipersiapkan Soeharto sebagai solusi atas tuntutan reformasi yang disuarakan masyarakat, termasuk menuntut pergantian kepemimpinan nasional.

Selain itu, alinea pertama surat itu secara implisit juga meminta "Jenderal yang Tersenyum" itu untuk mundur.

soeharto
soeharto (Kolase Tribun Bogor)

Penolakan 14 menteri itu menambah deretan penolakan. Sebelumnya, tokoh seperti Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid juga tidak bersedia terlibat dalam Komite Reformasi.

Kondisi saat itu memang tidak menguntungkan Soeharto.

Aksi unjuk rasa yang menuntut reformasi berubah menjadi tragedi setelah empat mahasiswa Universitas Trisakti terbunuh pada 12 Mei 1998.

Kerusuhan bernuansa rasial pun meletus pada 13-15 Mei 1998, yang membuat Jakarta terasa lumpuh.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved