Berita Sidoarjo

PPDB Sistem Zonasi Tuai Protes, Banyak Anak Sidoarjo Terancam Tidak Bisa Sekolah

Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo: Sistem zonasi itu bagus untuk pemerataan. Tapi karena sarana dan prasarana belum memadai, sehingga banyak masalah

Penulis: M Taufik | Editor: Cak Sur
SURYA.co.id/Ahmad Zaimul Haq
PROTES PPDB ZONASI - Ratusan orang tua wali murid dalam Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak SMP Se- Surabaya (KOMPAK) melakukan protes sistem PPDB Zonasi yang dianggap tidak adil di depan Gedung Grahadi, Rabu (19/6/2019). 

SURYA.co.id | SIDOARJO - Sistem zonasi yang diterapkan oleh pemerintah dalam proses penerimaan siswa baru tahun ini terus menuai protes dan dikeluhkan berbagai pihak, khususnya para wali murid.

Bahkan beberapa pihak menyebut, dengan sistem ini bakal banyak anak di Sidoarjo yang tidak bisa sekolah.

"Sistem zonasi itu bagus untuk pemerataan.

Tapi karena sarana dan prasarana belum memadai, sehingga banyak masalah," kata Bangun Winarso, anggota Komisi D DPRD Sidoarjo, Rabu (19/6/2019).

Di Sidoarjo, total hanya ada 44 SMP Negeri dan 12 SMA Negeri.

Padahal daerah ini punya 18 kecamatan dengan 322 desa. Tentu banyak wilayah yang lokasinya jauh dari sekolahan.

Contohnya di Kecamatan Krian. Di sana hanya ada 3 SMP Negeri dan 4 SMP Swasta.

Dengan aturan satu sekolah SMP maksimal 11 rombel (rombongan belajar) kali 32 siswa, tentu tidak mencukupi.

"Satu sekolah paling hanya bisa untuk tiga atau empat desa saja.

Nah, lainnya sekolah di mana kalau swastwa juga sudah penuh?" tukas Bangun.

Secara keseluruhan, dengan sistem zonasi disebutnya di Sidoarjo jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah siswa.

Sehingga, pemberlakuan sistem ini banyak menuai masalah.

Karena aturan ini dari pemerintah, harusnya pemerintah menyiapkan semua infrastruktur, sarana dan prasarana.

"Tapi itu kan tidak mudah, dan tidak bisa cepat. Ini juga masalah," imbuh Ketua Fraksi PAN di DPRD Sidoarjo tersebut.

Ya, sejauh ini Sidoarjo butuh tambahan 600 kelas untuk SD dan 60 ruang kelas untuk SMP.

Jika ditotal, dananya butuh sekitar Rp 260 miliar.

Tentu sangat besar dan tidak bisa dipenuhi menggunakan APBD dalam waktu satu atau dua tahun.

Namun pemerintah daerah tentu tidak bisa untuk tidak melaksanakan sistem zonasi.

Karena dalam aturannya sudah jelas, Pemda atau sekolah dilarang memakai sistem di luar sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Diakuinya, keluhan tentang PPDB sangat banyak diterima oleh dewan.

Berbagai kekuatan itu datang dari semua wilayah di Sidoarjo.

Tentang jarak dekat tapi gagal masuk, tentang warga yang rumahnya jauh dari semua sekolah, dan sejumlah persoalan lain.

Di sisi lain, banyak juga orangtua yang belum paham sepenuhnya dengan sistem baru ini.

Sehingga, dirinya pun tidak menampik jika kondisi ini bakal menjadi pemicu banyaknya anak Sidoarjo yang tidak bisa sekolah.

Tidak heran jika angka jarak zonasi masing-masing sekolah akan berbeda antara satu dan lainnya.

Menangis 2 Hari

Antrean layanan PPDB SMP negeri di Kantor Dindik Surabaya membludak, Rabu (19/6/2019).
Antrean layanan PPDB SMP negeri di Kantor Dindik Surabaya membludak, Rabu (19/6/2019). (surya/sulvi sofiana)

Sementara itu, Kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya di Jalan Jagir Surabaya, didatangi wali murid yang memprotes sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tingkat SMP.

Mereka protes karena putra-putrinya tidak diterima di sekolah sesuai sistem zonasi yang ditetapkan.

Wali murid yang sebagian ibu-ibu mengantre untuk menerima layanan konsultasi PPDB yang dibuka Dinas Pendidikan Kota Surabaya.

Dinas Pendidikan pun memberikan nomor antrean agar konsultasi berjalan tertib.

Berdasarkan pantauan Kompas.com (jaringan Surya.co.id), antrean wali murid hingga mencapai 300 orang lebih.

Sunawan, warga Jalan Kedondong Kidul, Surabaya, mengaku mendapatkan nomor antren 246.

"Tapi saya tinggal saja kalau tidak ada solusi. Percuma antre, semua masalah para wali murid juga sama, gagal masuk sekolah di setiap zona yang ditetapkan," terang Sunawan, Selasa (18/6/2019).

Warga Kecamatan Tegalsari ini mengaku sudah menghubungi sekolah-sekolah negeri yang masuk ke zona terdekat di wilayahnya, namun semua kuota sudah terisi.

"Ya, bagaimana lagi, terpaksa daftar ke sekolah swasta," jelasnya.

Sunawan tidak mempermasalahkan sistem zonasi dalam PPDB tahun ini.

"Harusnya sudah ada sistem yang otomatis memasukkan siswa ke sekolah paling dekat dengan tempat tinggal, jadi tidak pakai pilih-pilih sekolah lagi," jelasnya.

Ratusan orang tua, saat mendatangi kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya memprotes PPDB sistem zonasi, Rabu (19/6/2019).
Ratusan orang tua, saat mendatangi kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya memprotes PPDB sistem zonasi, Rabu (19/6/2019). (TribunJatim.com/Yusron Naufal Putra)

Calon siswi SMA, Alifilayah Qurrotul Aini bersedih sejak 2 hari terakhir karena terancam gagal masuk sekolah negeri.

"Anak saya 2 hari terakhir terus-terusan menangis," kata Ita Jurita, ibunya.

Dua pilihan pertama putrinya adalah SMA Negeri 15 dan SMA Negeri 16 Surabaya.

Baginya, 2 sekolah itu sudah paling dekat dari rumahnya di Jalan Siwalankerto, Surabaya.

"Nilai hasil ujian putri saya juga rata-rata 92. Itu pun masih belum bisa masuk di SMA negeri," ujarnya.

Sesuai petunjuk teknis Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, pendaftaran SMA Negeri dengan sistem PPDB 2019 jalur zonasi dibuka sejak Senin 17 hingga 20 Juni 2019. Hasilnya diumumkan 21 Juni 2019 mendatang. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved