Sopir Mantan Danjen Kopassus Soenarko Ungkap Kronologi Penyelundupan Senjata, Sempat Diomeli Majikan
HR menceritakan kronologi penyelundupan senjata api ilegal yang diperintahkan oleh mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - HR atau Heriyansyah menceritakan kronologi penyelundupan senjata api ilegal yang diperintahkan oleh mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko.
Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Kronologi Pengiriman Senpi dari Aceh ke Jakarta Menurut Tersangka Heriyansah, Supir Soenarko', Kasubdit 1 Dittipidium Bareskrim Polri Kombes Pol Daddy Hartadi menuturkan HR merupakan sopir dan pengawal Mayjen (Purn) Soenarko
HR juga mengaku diperintah Soenarko untuk mengirimkan senjata api ilegal ke Jakarta dari Aceh.
"Tersangka HR mengatakan bahwa betul tersangka kenal dengan S sejak 2008 di Banda Aceh," ungkap Daddy saat konferensi pers di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).
• Soekarno Pernah Gemparkan Istana Negara Saat Soeharto Jadi Presiden, Bendera Merah Putih Penyebabnya
• Profil Jenderal TNI (Purn) George Toisutta yang Baru Meninggal Dunia, Pernah Jadi KSAD & Pangkostrad
• Bukti Penyerahan Diri Ajudan Goliat Tabuni Petinggi KKB Papua Bukan Rekayasa, Senjatanya pun Asli

Kemudian, polisi menampilkan video di mana HR mengungkapkan sejumlah informasi.
Dengan berbaju oranye khas tahanan, HR mengaku dihubungi Soenarko untuk mengirimkan senjata miliknya tersebut ke Jakarta.
Namun, pengiriman terhambat karena HR memiliki urusan lain.
Maka dari itu, Soenarko sempat menghubungi HR kembali dan mengomel.
"Beliau (Soenarko) sempat menghubungi saya beberapa kali dan mengatakan, 'kenapa lambat sekali dikirim?' Bentar Pak saya lagi cari peluang untuk dikirim," kata HR dalam video.
"Beliau sampai ngomel-ngomel," imbuh dia.
Kemudian, HR meminta bantuan Beni yang juga anggota TNI untuk mengirimkannya.
"Di tanggal 15 Beni konfirmasi ke saya, 'bang, senpi bisa dikirim jam 3 sore'. Oke saya akan laporkan ke bapak dan kita akan jumpa di mana," ungkap HR dalam video.
Setelah itu, HR bertemu dengan Beni dan menuju bandara. Beni pun mengurus agar senjata tersebut dapat dikirim ke Jakarta dengan angkutan udara.
Beni diketahui membuat surat keterangan palsu atas nama Soenarko selaku Kepala Badan Intelijen Daerah (Kabinda) Aceh.
Padahal, Soenarko bukan Kabinda Aceh. Senjata itu beserta surat izinnya kemudian diserahkan kepada protokol bandara agar bisa diterbangkan menggunakan maskapai Garuda Indonesia.
Surat dititipkan kepada saksi SA yang akan melaksanakan pendidikan dan rapat di Jakarta.
Saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, surat security item diinfokan oleh B kepada Z yang merupakan protokol di Bandara Soetta.
Selanjutnya, Z diminta untuk mengambil security item agar dapat mengambil senjata dari SA.
Namun, tak berapa lama setelah itu, SA dan Z ditangkap oleh anggota Badan Intelijen Strategis (BAIS).

Keduanya diamankan dan dibawa ke POM TNI. Adapun Soenarko sudah ditetapkan tersangka terkait kepemilikan senjata api ilegal.
Selain Soenarko, tentara aktif Praka BP juga sudah ditahan.
Saat ini, Soenarko menjadi tahanan Mabes Polri dan dititipkan di Rumah Tahanan Militer Guntur, sedangkan Praka BP menjadi tahanan TNI di Rumah Tahanan Militer Guntur.
Gatot Nurmantyo Angkat Bicara
Mantan Panglima TNI (purn) Gatot Nurmantyo angkat bicara terkait kasus penyelundupan senjata yang menjerat Mayjen (Purn) Soenarko
Di acara Kabar Petang, Selasa (11/6/2019) malam, Gatot mengatakan ada dua instansi pemerintahan yang turut ikut andil dalam kasus tersebut.
Mulanya, ia menanggapi soal adanya kerusuhan 21-22 Mei yang dikaitkan dengan dalang kerusuhan dan orang yang ikut menyelundupkan senjata.
"Judul dari media semuanya adalah mencari dalang kerusuhan 21-22 Mei kemudian ditutup pernyataan dari Pak Iqbal bahwa Polri tidak menggunakan peluru tajam," ujar Gatot, seperti dikutip dari saluran YouTube tvOneNews, Rabu (12/6/2019).

Namun, menurutnya seolah-olah ada keterkaitan antara penyelundupan senjata dengan aksi 21-22 Mei.
"Jadi ini yang beberapa masalah yang ditonjolkan adalah yang pertama kali adalah tentang penyelundupan senjata oleh S tadi," kata Gatot.
"Saya perlu menyampaikan bahwa yang disampaikan ini adalah baru hasil penyidikan kepolisian Republik Indonesia yaitu pernyataan dari saksi, barang bukti yang didapatkan baru senjata, dan IT."
"Baru pernyataan dari hasil penyidikan. Kemudian dikaitkan dengan dalang kerusuhan apa kaitannya?."
Ia lalu menerangkan kenapa banyak purnawirawan yang memiliki senjata.
"Ini yang harus saya jelaskan bahwa dalam konteks ini satu hal hampir semua Prajurit Koppassus dan Taipur yang melaksanakan Operasi Sandi Yudha hampir dikatakan 50 persen dia punya senjata itu, tapi entah di mana sekarang karena memang salah satu tugas Operasi Sandi Yudha itu adalah melakaksanakan operasi di belakang garis lawan bukan di depan."
"Tempat sarangnya musuh dia beroperasi, kemudian dia melipatgandakan dan melangsungkan perlawanan dari garis dalam, jadi bayangkan dia berangkat 3 orang ke sana dengan terpisah-pisah nanti bertemu di tempat musuh kemudian dia merekrut orang-orang yang jadi musuhnya itu."
"Dia mempersenjatai entah dari mana senjatanya ia melakukan perlawanan dari belakang, itulah Operasi Sandi Yudha."

Terkait dengan kepemilikan senjata Soenarko, Gatot mengatakan ada 2 pihak pemerintahan yang juga ikut serta dalam penyelundupan tersebut.
"Nah kalau kita tanya benar pelaku yang mengirimkan yang memegang senjata itu, itu yang hasil rampasan dari GAM kemudian diberikan, tidak mungkin seorang Pak Narko yang Pangdam, meninggalkan begitu saja," ujar Gatot.
Gatot berharap dalam kasus senjata tersebut, ada saksi ahli yang bisa dipercaya bukan hanya saksi saja.
"Maka perlu ada saksi ahli, semoga saja saksi ahlinya ini adalah orang-orang yang memang benar-benar murni laki-laki, sekarang kan banyak laki-laki yang agak keperempuanan gitu kira-kira," kata Gatot sambil tertawa.
"Pasti yang mengirimkan ini adalah masuk satgas BAIS (Badan Intelijen Strategi) atau BIN pasti itu."
Berikut video selengkapnya: