Kilas Balik

Tanda-tanda Kekuasaan Soekarno Berakhir, Terungkap Saat Soeharto Beri 3 Opsi ini ke Ratna Sari Dewi

Tanda-tanda berakhirnya kekuasaan Soekarno terlihat saat Soeharto memberikan tiga opsi kepada salah satu istri Bung Karno, Ratna Sari Dewi

Kolase Tribun Jateng dan Kompas.com
Soekarno dan Soeharto 

SURYA.co.id - Tanda-tanda berakhirnya kekuasaan Soekarno terlihat saat Soeharto memberikan tiga opsi kepada salah satu istri Bung Karno, Ratna Sari Dewi

Hal ini berawal saat Soekarno selaku presiden RI memerintahkan Mayjen Soeharto mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan setelah peristiwa G30S/PKI

Dilansir dari buku 'Jenderal Yoga : Loyalis di Balik Layar', Soeharto kemudian memerintahkan Brigjen TNI Yoga Sugomo dan Martono untuk merancang sebuah pertemuan rahasia dengan Ratna Sari Dewi

Teguran Maut Jenderal TNI Benny Moerdani Diabaikan oleh Soeharto, Endingnya Pak Harto Menyesal

Video Detik-detik Ajudan Goliat Tabuni Petinggi KKB Papua Serahkan Senjata ke TNI & Kembali Ke NKRI

Ratna Sari Dewi
Ratna Sari Dewi ()

Tujuan pertemuan itu untuk mengorek informasi, kebijakan, serta kegiatan Soekarno sebelum detik-detik G30S/PKI terjadi.

Soeharto menganggap semua orang yang dekat dengan Bung Karno harus diinterogasi perihal tragedi tersebut

Soeharto dan Ratna Sari Dewi direncanakan bertemu pada 20 Maret 1966 di lapangan golf Rawamangun, Jakarta Timur.

"Tidak mudah mengatur pertemuan itu karena Dewi adalah istri presiden. Oleh karena itu, diusulkan agar pertemuan dilakukan secara tidak resmi. Rencananya, Soeharto akan bertemu dengan Dewi di lapangan golf," kata Yoga dalam buku biografinya yang berjudul 'Jenderal Yoga : Loyalis di Balik Layar'

Soekarno dan Seoharto.
Soekarno dan Seoharto. (foto:tribunnews.com)

Dewi awalnya tak tahu pertemuannya dengan Soeharto amatlah penting.

Dalam pertemuan itu, Soeharto memberi tiga opsi atau pilihan kepada Dewi untuk dipilih oleh Soekarno:

Pertama, segera pergi keluar negeri untuk istirahat tanpa ada lagi urusan politik di Indonesia.

Kedua, tetap di Indonesia tapi sebagai presiden yang tak lagi punya wewenang alias cuma sebutan saja.

Ketiga, Soekarno mengundurkan diri secara total sebagai presiden.

Saat itulah Dewi menyadari bahwa kepemimpinan Soekarno sudah habis dan kalah.

"Belakangan Dewi memberi kesaksian kepada saya bahwa begitu mendengar tiga opsi saran Soeharto itu, dia baru menyadari bahwa dia dan suaminya telah kalah dalam permainan," kata Aiko Kurasawa seorang sejarawan asal Jepang.

Turunnya Presiden Soekarno merupakan awal dari melesatnya karir Soeharto.

Presiden Soekarno di akhir kepemimpinannya

Inilah sebuah kisah tragis mantan Presiden Soekarno di masa akhir kepemimpinannya yang dicuplik dari buku berjudul Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno.

Mantan Ajudan Soekarno Ungkap Kisah Pilu Bung Karno di Akhir Jabatannya
Mantan Ajudan Soekarno Ungkap Kisah Pilu Bung Karno di Akhir Jabatannya (Intisari)

Buku terbitan Penerbit Buku Kompas 2014 itu ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F Isnaeni, MF Mukti

Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.

Langsung dijawab oleh pelayan, "Tidak ada roti."

Soekarno menyahut, "Kalau tidak ada roti, saya minta pisang."

Dijawab, "Itu pun tidak ada."

Karena lapar, Soekarno meminta, "Nasi dengan kecap saja saya mau."

Lagi-lagi pelayan menjawab, "Nasinya tidak ada."

Akhirnya, Soekarno berangkat ke Bogor untuk mendapatkan sarapan di sana.

Kesedihan Soekarno atas Gugurnya 7 Jenderal TNI Korban G30SPKI
Kesedihan Soekarno atas Gugurnya 7 Jenderal TNI Korban G30SPKI (NET via Tribun Jateng)

Maulwi Saelan, mantan ajudan dan Kepala Protokol Pengamanan Presiden juga menceritakan penjelasan Soekarno bahwa dia tidak ingin melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya.

"Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu," kata Bung Karno.

Di saat lain, setelah menjemput dan mengantar Mayjen Soeharto berbicara empat mata dengan Presiden Soekarno di Istana.

Maulwi mendengar kalimat atasannya itu, "Saelan, biarlah nanti sejarah yang mencatat, Soekarno apa Soeharto yang benar."

Maulwi Saelan tidak pernah paham maksud sebenarnya kalimat itu.

Ketika kekuasaan beralih, Maulwi Saelan ditangkap dan berkeliling dari penjara ke penjara.

Dari Rumah Tahanan Militer Budi Utomo ke Penjara Salemba, pindah ke Lembaga Pemasyarakatan Nirbaya di Jakarta Timur.

Sampai suatu siang di tahun 1972, alias lima tahun setelah ditangkap, dia diperintah untuk keluar dari sel.

Ternyata itu hari pembebasannya.

Tanpa pengadilan, tanpa sidang, namun dia harus mencari surat keterangan dari Polisi Militer agar tidak dicap PKI.

"Sudah, begitu saja," kenangnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved