Sosok

Intan Andaru, Dokter Sekaligus Penulis Novel

Mengenakan sandal jepit, kaus, celana jeans dan topi, Intan Andaru berkeliling Asmat, mencari warga yang membutuhkan bantuan kesehatan

Penulis: Delya Octovie | Editor: Cak Sur
ist
Intan Andaru saat berfoto bersama warga Suku Asmat 

Ada satu kisah dari tempat asalnya, yang membuatnya sangat gelisah, yakni pembantaian dukun santet.

Kisah di tanah kelahirannya itu, mendorongnya melahirkan karya yang baru saja ia luncurkan Januari 2019 ini, yaitu 'Perempuan Bersampur Merah'.

Novel ini masih memiliki unsur roman, namun berlatar belakang tragedi pembantaian terhadap orang yang diduga melakukan praktik ilmu hitam, yang terjadi pada kurun waktu Februari hingga September 1998.

Cerita pembantaian memang menggelisahkan, tetapi yang sangat mengganggu Intan, adalah bagaimana anak-anak muda Banyuwangi menyikapi tragedi tersebut sebagai hal yang wajar.

"Itu yang membuat saya heran, kok anak-anak mudanya menganggap kejadian itu hal biasa. Katanya, 'ya wajar, kan yang dibunuh dukun santet'. Padahal pada kenyataannya, bukan hanya dukun santet yang jadi korban, tapi pawang hujan bahkan orang biasa," paparnya.

Meski pencarian informasi dilakukan di kota asalnya, rupanya Intan tak bisa mendapat yang ia butuhkan semudah di Halmahera.

Karenanya, ia menghimpun informasi dari masyarakat sekitar, dan berhasil mengorek kisah sebuah keluarga korban pembantaian.

"Tapi ya tidak semudah itu juga. Saya harus beberapa kali bertemu dengan mereka, baru mereka mau bercerita. Saya saja awalnya tidak mengaku sebagai penulis, tetapi mahasiswa. Ketika sudah dekat dengan keluarga tersebut, baru saya katakan tujuan saya," jelasnya.

Buku terbitan Gramedia itu mengisahkan tentang Sari yang kehilangan bapak sebagai tertuduh dukun santet, serta paman sekeluarga yang pergi meninggalkan kampung karena stigma negatif masyarakat.

Sari, dibantu dengan dua sahabatnya, Rama dan Ahmad, berusaha mencari orang-orang yang ikut andil dalam pembantaian bapaknya.

Tapi dalam pencarian tersebut, Sari-Rama-Amad justru memasuki kisah cinta yang rumit.

Lewat novel ini, Intan berharap ia bisa membuka mata masyarakat tentang kepedihan yang sebenarnya terjadi saat pembantaian tersebut.

"Supaya orang tahu, kalau pembunuhan semena-mena itu tidak bisa dibenarkan. Harus melewati peradilan terlebih dahulu," tutupnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved