Mbah Rono Sebut Letusan Gunung Anak Krakatau Tak Berpotensi Tsunami, 'Kecil Kemungkinan,' Katanya
Seorang ahli vulkanologi, Surono atau Mbah Rono mengatakan terjadinya tsunami akibat letusan Gunung Anak Krakatau sangat kecil kemungkinan terjadi
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
Dirinya menduga retakan terjadi lantaran adanya getaran tinggi yang muncul saat gunung erupsi.
Adanya retakan tersebut, dikatakan Dwikorita, membuat pihaknya khawatir, lantaran kondisi bawah laut Gunung Anak Krakatau saat terdapat jurang di sisi barat hingga selatan.
"Yang kami khawatirkan di bawah laut curam, di atas landai. Jika retakan tersambung, lalu ada getaran, ini bisa terdorong, dan bisa roboh (longsor)," ujar dia.
Bagian badan gunung yang diduga akan longsor karena retakan tersebut, bervolume 67 juta kubik dengan panjang sekitar 1 kilometer.
Volume tersebut lebih kecil dari longsoran yang menyebabkan tsunami pada 22 Desember 2018 lalu sekitar 90 juta kubik volume longsoran.
"Jika ada potensi tsunami, tentu harapannya tidak seperti yang kemarin, namun kami meminta masyarakat untuk waspada saat berada di zona 500 meter di sekitar pantai," kata dia.
Untuk memantau tsunami yang disebabkan Gunung Anak Krakatau, BMKG sudah memasang alat berupa sensor pemantau gelombang dan iklim.
Sensor tersebut dipasang di pulau Sebesi yang jaraknya cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau.
Dwikorita menyebut, nantinya alat tersebut akan bekerja memantau pergerakan gelombang dan cuaca yang disebabkan aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Jika ada gelombang mengalami fluktuasi yang tinggi, maka sensor akan mengirim sinyal ke pusat data yang terhubung.
"Secara pararel akan mengabarkan BMKG Jakarta, BPBD, dan Polda, akan diketahui lebih cepat jika ada gelombang tinggi seperti tsunami, jadi ada peringatan dini lebih cepat untuk masyarakat," pungkas dia.