Pileg 2019
Jika Pakde Karwo Pindah Parpol, Pengamat Sebut Dua Pihak ini akan Rugi, berikut Alasannya
Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam menyebut berbagai kerugian yang akan didapat andai Soekarwo berpindah partai.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam menyebut berbagai kerugian yang akan didapat andai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Demokrat Jatim, Soekarwo berpindah partai.
Kerugian tersebut bukan hanya akan dirasakan oleh partai Demokrat secara kelembagaan, namun juga Pakde Karwo secara pribadi.
"Saya melihat lebih banyak ruginya. Baik untuk Demokrat, maupun Pakde Karwo," kata Surokim kepada Surya.co.id, Minggu (12/8/2018).
Pertama, bagi Partai Demokrat. Perpindahan kader di partai ini menandakan bahwa kaderisasi di partai ini tidak berjalan optimal.
"Fenomena pindah partai itu tidak elok. Apalagi, kalau proses pindah partai ini menjadi massal tentu akan merusak kestabilan di internal partai," kata Surokim.
"Juga membuktikan bahwa kaderisasi di internal partai itu menjadi tidak ada gunanya," lanjut pria yang juga menjabat Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Bahasa UTM ini.
Kedua, Partai Demokrat juga terancam kehilangan suara yang salah satu basis potensi suaranya berada di Jawa Timur. Mengingat, Jawa Timur memiliki 8 persen dari total suara nasional.
"Apalagi, Jatim menjadi barometer electoral nasional. Kalau Demokrat masih ingin dua digit perolehan nasional, maka harus memperhitungkan Jatim," katanya.
Menurutnya, saat ini poros Jatim hanya tinggal dua kutub.
Yakni, poros Pakde Karwo sebagai Gubernur Jawa Timur petahana dan poros Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jatim terpilih.
Apalagi, sebelumnya Demokrat juga telah kehilangan figur potensial, yakni Gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Majdi atau yang biasa dipanggil Tuanku Guru Bajang (TGB).
"Fenomena pindah partai itu tidak baik dalam citra tatanan politik kita. Setelah kehilangan TGB, akan semakin rugi kalau kehilangan Pakde Karwo," ujarnya.
Tidak hanya Demokrat, Pakde Karwo juga akan rugi.
Sebab, hal ini mengingat momentum perpindahan yang tidak tepat. "Kader yang pindah parpol, akan mendapatkan citra negatif," kata Surokim.
Menurutnya, tidak mudah membangun intensif electoral di partai yang berbeda dalam waktu yang relatif singkat. Untuk diketahui, pemilu menyisakan kurang dari delapan bulan.
Belum lagi apabila memperhitungkan jasa Pakde Karwo selama membesarkan partai dengan nomor urut 14 ini di sepuluh tahun terakhir. Misalnya di pemilu lalu, partai ini berhasil memperoleh 13 kursi di DPRD Jatim.
Juga sukses mengantar pasangan Khofifah dan Emil Elestianto Dardak sebagai suksesor Gubernur Jatim.
Belum lagi dengan banyaknya orang dekat Pakde Karwo yang maju sebagai bakal calon legislatif di partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono ini. Selain kedekatan dari keluarga, juga ada figur dari lingkungan kerja yang maju untuk caleg di tingkat DPR hingga DPRD.
Misalnya, masuknya mantan birokrat hingga mantan komisionaris beberapa BUMD yang dahulunya juga menjadi bawahan Pakde Karwo di lingkungan Pemrov.
"Apalagi, kalau sampai harus membawa gerbongnya (ke partai baru). Saya rasa tidak mungkin. Apalagi, pendaftaran caleg di KPU sudah ditutup," katanya.
"Pakde Karwo akan rugi. Insentif electoralnya juga akan menurun," ramal Surokim.
Terkait kemungkinan alasan Pakde Karwo pindah partai berhubungan dengan rekomendasi calon presiden yang berbeda dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), menurut Surokim, hal itu tidak perlu dibesarkan.
Untuk diketahui, Pakde Karwo mewakili partai di Jatim mengusulkan agar DPP mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres.
Namun, pada akhirnya, DPP Demokrat lebih memilih Prabowo Subianto sebagai capres.
"Pakde Karwo juga sudah mendeklarasikan dukungan ke Jokowi, sebelumnya. Sehingga, masyarakat sudah tahu tanpa harus Pakde pindah partai," kata Surokim.
Satu-satunya keuntungan yang diperoleh Pakde Karwo hanyalah Pakde Karwo bisa membuat gertakan ke DPP.
"Saya melihat kemacetan komunikasi antara DPP dengan Pakde Karwo. DPP harus mencegah komunikasi antara Pakde dengan partai lain,' kaya Surokim.
"Saya nilai, DPP harus mencegah jangan sampai kader potensial sekelas Pakde Karwo berpindah partai," pungkasnya.