20 Tahun Tragedi Trisakti, Mengingat Kembali Peristiwa Mencekam 12 Mei 1998 Kala Itu
Dua puluh tahun lalu, 12 Mei 1998, peristiwa mencekam dan berdarah terjadi di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat
SURYA.co.id - Dua puluh tahun lalu, 12 Mei 1998, peristiwa mencekam dan berdarah terjadi di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, ketika para mahasiswa melakukan demonstrasi menentang pemerintahan Soeharto.
Empat mahasiswa tewas dalam penembakan terhadap demonstrasi yang melakukan aksi damai, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie.
Sedangkan, menurut dokumentasi Kontras menulis korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Tragedi Trisakti menjadi simbol dan penanda perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru.
Setelah tragedi itu, perlawanan mahasiswa dalam menuntut reformasi semakin besar, hingga akhirnya memaksa Presiden Soeharto untuk mundur pada 21 Mei 1998.
Kerusuhan yang berujung rasial sebenarnya sempat terjadi sehari setelah Tragedi Trisakti, yaitu pada 13-15 Mei 1998.
Namun, kerusuhan itu tidak mengalihkan perhatian mahasiswa untuk tetap bergerak dan menuntut perubahan.
Hingga kemudian, pada 18 Mei 1998 mahasiswa berhasil menguasai kompleks gedung MPR/DPR, dan beberapa hari kemudian menjatuhkan pemerintahan yang berkuasa selama 32 tahun.
Lalu, apa yang terjadi pada 12 Mei 1998?
Demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti merupakan rangkaian aksi mahasiswa yang menuntut reformasi sejak awal 1998.
Aksi mahasiswa semakin terbuka dan berani sejak Soeharto diangkat menjadi presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.
Jika sebelum Sidang Umum MPR pada 1-11 Mei 1998 aksi mahasiswa digelar di dalam kampus, maka ketika sidang itu digelar mahasiswa mulai bergerak ke luar kampus.
Dikutip dari dokumentasi Kompas, saat sidang tengah berlangsung, pada 5 Maret 1998, sekitar 20 mahasiswa Universitas Indonesia menyuarakan penolakan laporan pertanggungjawaban Soeharto.
Meski demikian, tuntutan itu sebatas didengarkan dan tidak dipenuhi.
Setelah Soeharto terpilih kembali, aksi mahasiswa mulai dilakukan di luar kampus.