Berita Pasuruan
Kisah Sugiarto, Lulusan SMA yang Sukses Raih Kalpataru Berkat Kegemarannya Tanam Pohon Sejak Kecil
Bibit pohon itu dibuatnya secara mandiri. Ia membuat bibit pohon-pohon unggul di rumahnya.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id | PASURUAN – Sugiarto, pendiri Sanggar Indonesi Hijau (SI HIJAU) di Dusun Selowinangun, Desa Cowek, Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan, tampak sibuk, Minggu (21/1/2018) pagi.
Pemerhati lingkungan ini sedang menata sanggar buatannya itu untuk persiapan acara.
Maklum saja, sanggar miliknya yang kerap disebut SI HIJAU ini memang sering dikunjungi banyak orang belakangan ini.
Kenapa ? Karena SI HIJAU ini sudah mengantongi SK resmi dari Menteri Kehutanan tahun 2015 lalu.
Dalam SK tersebut menyebutkan bahwa SI HIJAU ini menjadi Kampung SI HIJAU Pancar Air.
Pada intinya, SI HIJAU ini menjadi lembga pendidikan , pelatihan, dan pemagangan Wanawiyata Widyakarya Yayasan Sanggar Indonesia Hijau. Apa itu?
Sejak tahun 2015 lalu, SI HIJAU ini menjadi jujukan anak-anak, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum untuk mempelajari tentang tanaman, sumber air, dan lingkungan.
Di sini, Sugiarto dan rekan-rekannya, menyediakan pendidikan tentang pembibitan tanaman, konservasi tanah , air dan wawasan lingkungan.
Tak hanya itu, Sugiarto pun bersama teman-temannya juga menjadikan tempatnya sebagai Demplot (Percontohan) Perlindungan Mata Air.
Di dalamnya, ia menggagas wisata edukasi konservasi, wisata tanam pohon, wisata jelajah sumber mata air, wisata keanekaragaman hayati, kemah konservasi, dan masih banyak lagi.
Apa yang dilakukan bapak dua anak ini muncul sejak ia lulus Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sejak saat itu, ia mulai kepikiran untuk melakukan sesuatu yang memberikan dampak dan manfaat bagi semua orang dan lingkungan.
Akhirnya, paska lulus SMA , ia kepikiran membuat gerakan tanam pohon. Dasar pemikirannya pun sangat sederhana.
Kepada SURYA.co.id, Sugiarto, pemerhati lingkungan ini, menginginkan tidak ada penggundulan hutan liar yang sudah sering ia saksikan.
Sugiarto besar di lingkungan keluarga perhutani. Sang ayah, adalah seorang pengawas dari Perhutani.
Hampir setiap hari, Sugiarto kecil bersentuhan langsung dengan lingkungan dan hutan.
Selanjutnya, ia pun sangat patuh dan mendalami ilmu pramuka.
Dasa Dharma Pramuka nomor dua, cinta alam dan kasih sayang sesama manusia, ia praktikkan dan terapkan dalam kehidupannya.
Nah, dari situlah ia memiliki bekal dan ingin berbuat kebaikan.
"Saya sebenarnya miris melihat banyak lingkungan yang rusak, pohon jadi korban penebangan liar dan masih banyak lagi. Saya ingin lingkungan dan hutan di Indonesia ini aman dan nyaman , jauh dari penebangan atau penggundulan hutan liar," kata Sugiarto kepada Surya.
Ia mulai melakukan gerakan menanam pohon. Bibit pohon itu dibuatnya secara mandiri. Ia membuat bibit pohon-pohon unggul di rumahnya.
Selanjutnya, bibit pohon itu dibawa ke hutan dan ditanam.
Hutan yang menjadi prioritasnya itu hutan yang sudah mulai gersang dan pohonnya sedikit yang tumbuh di sana.
"Sejak lulus SMA, saya keliling ke hutan atau ke lahan di sekitar Pasuruan saja. Ada lahan kosong, saya tanami, saya beri bibit pohon. Selain meminimalisir penggundulan hutan, saya juga ingin lingkungan di sekitar saya ini hijau dan asri," tambah dia.
Dia menjelaskan, untuk mencapai titik ini pun tak mudah. Ia mengaku banyak cibiran saat ia memulai gerakan tanam pohon dan membuat pusat konservasi lingkungan seperti ini.
Ia mengaku pernah dianggap sebelah mata oleh sebagian orang. Bahkan, yang lebih menyakitkan, ketika ia diremehkan oleh orang-orang di lingkungan keluarganya.
"Banyak yang mengatakan, kamu iku ngapain saja. Sudah lulus SMA kerja saja, daripada melakukan hal yang tidak penting dan tidak menghasilkan. Keliling, menanam pohon, tidak ada manfaatnya. Cibirannya saat itu sangat menyayat dan melukai hati saya," papar dia.
Namun, dari cibiran itu, ia justru semakin terpacu untuk membuktikan bahwa ia mampu.
Ia sempat kesal terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia merasa tidak ada yang mendukungnya.
"Lebih kesalnya lagi, orang di luar desa saya masuk ke sini, mendapatkan kepercayaan yang luar biasa dari warga. Tapi, saya ini anak desa sendiri mau berinovasi dan berkreasi tapi tidak mendapatkan kepercayaan," jelasnya.
Ia sempat minder dan kurang percaya diri, karena ia menyadari bahwa dirinya bukan orang yang memiliki pendidikan tinggi.
Ia hanya lulusan SMA. Namun, justru dari situlah, ia semakin percaya diri.
"Saya berusaha menjadikan kekurangan saya ini menjadi kelebihan saya. Saya bangkit dan saya terus belajar sampai sekarang ini," tandas dia.
Sugiarto mulai mengikuti beberapa pelatihan tentang konservasi lingkungan.
Ia mengikuti beberapa seminar dan diklat-diklat lingkungan.
Selain aktif dalam organisasi lingkungan, ia juga terus menyebarkan virus gerakan tanam pohon untuk menyelamatkan lingkungan.
Ia terus membuat bibit tanaman. Bahkan, sampai bibit-bibit tanaman itu menumpuk di rumahnya.
"Saya ajak banyak orang untuk ikut menanam pohon. Saya sediakan bibit gratis. Tinggal tanam saja. Saya sebarkan itu, sembari saya belajar. Saya belajar gak hanya di Pasuruan, saya juga belajar sampai ke luar Pasuruan," tandasnya.
Dari upanya itu, pria ini menorehkan banyak prestasi. Beberapa prestasi yang berhasil ataudidapatkannya diantaranya peringkat satu penghargaan Wiraprestasi tingkat Jatim tahun 1999.
Juara dua pelestari fungsi lingkungan tingkat Jatim tahun 2010.
Ia juga meraih Kalpataru kategori perintis lingkungan tahun 2011. Pramuka Setya Lencana Wiratama tahun 2012.
Ia juga sempat menjadi Terbaik ketiga penyuluh kehutanan swadaya masyarakat (PKSM) tingkat nasional 2014.
Terakhir, ia mampu meraih juara 2 nasional dari Kementrian PUPR Dirjen Sumber Daya untuk Komunitas Peduli Sungai tahun 2017.
Meski sudah banyak penghargaan yang diterimanya, pria ini tak pernah jumawa ataupun puas dengan torehannya sekarang ini. Ia tetap rendah hati dan tidak sombong.
Ia terus mengembangkan Si HIJAU demi kemajuan pola pikir dalam mengembangkan lingkungan dan konservasi alam demi kemajuan bangsa dan kelestarian di kehidupan ke depannya.