Berita Blitar

Bisnis 'Pom Mini' Menjamur di Blitar, Rahmawati Rela Rogoh Kocek Hingga Rp 15 Juta

Tulisan dan logo di papan itu sekilas mirip milik Pertamina. Tulisannya berwarna merah menyala dengan background putih.

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Titis Jati Permata
surya/samsul hadi
Rahmawati sedang melayani pembeli di pom mini miliknya di Desa Sukosewu, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. 

SURYA.co.id | BLITAR - Bisnis penjualan bahan bakar minyak (BBM) eceran menggunakan alat digital mirip di SPBU atau biasa disebut “Pom Mini” mulai menjamur di Kabupaten Blitar.

Tapi sayang, sampai sekarang belum ada regulasi yang mengatur soal perizinan usaha itu.

Sebuah papan bertuliskan ‘pertamini’ berdiri di depan toko milik Rahmawati (37), di Desa Sukosewu, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Senin (16/10/2017).

Tulisan dan logo di papan itu sekilas mirip milik Pertamina. Tulisannya berwarna merah menyala dengan background putih.

Di bawah papan itu terdapat dua unit alat pengisian BBM dengan sistem digital. Alat pengisian BBM itu juga mirip di SPBU.

Satu alat bertuliskan pertalite dan satunya lagi bertuliskan pertamax.

Di bagian samping alat pengisian BBM itu juga terdapat tulisan pertamini.

Ya, tempat itu merupakan usaha pom mini milik Rahmawati. Usaha pom mini milik ibu satu anak ini baru berjalan 10 bulan.

Awalnya, dia berjualan BBM eceran secara manual menggunakan botol.

Wati, panggilannya, mulai kepincut membeli alat itu setelah banyak warga di desanya yang membuka usaha pom mini.

“Saya beli alat ini awal 2017. Awalnya, saya hanya beli satu, lalu beberapa bulan kemudian beli satu lagi. Sekarang penjual BBM eceran banyak yang pakai alat seperti ini,” kata Wati.

Satu alat pengisian BBM secara digital milik Wati harganya Rp 15 juta, sedangkan satunya lagi dibeli seharga Rp 10 juta.

Model alatnya sebenarnya sama, yang membedakan hanya bahannya. Alat yang lebih mahal, bahannya lebih bagus.

Usaha pom mini milik warga di Desa Sukosewu, Kecamatan Gadusari, Kabupaten Blitar. Warga memasang papan mirip milik pertamina di tempat usaha pom mini-nya.
Usaha pom mini milik warga di Desa Sukosewu, Kecamatan Gadusari, Kabupaten Blitar. Warga memasang papan mirip milik pertamina di tempat usaha pom mini-nya. (surya/samsul hadi)

“Saya belinya di Blitar, ada yang memproduksi alatnya. Tapi sepertinya sekarang informasinya sudah tidak produksi, karena harus ada izin dulu atau gimana, saya kurang tahu,” ujarnya.

Wati mengakui dengan menggunakan alat digital, penjualan BBM eceran di tempatnya tambah ramai.

Dulu, saat masih berjualan BBM eceran menggunakan botol, dalam tiga hari dia hanya menghabiskan 100 liter.

Sekarang, dengan menggunakan alat itu, dalam satu hari, dia bisa menjual BBM eceran 100 liter.

Total penjualan itu untuk BBM jenis pertamax dan pertalite.

Meski menggunakan alat digital, harga BBM di pom mini tetap sama seperti harga eceran.

Misalnya, untuk pertalite dijual Rp 8.000 per liter, sedangkan harga di SPBU Rp 7.500 per liter.

Untuk jenis pertamax harga ecerannya, Rp 8.800, sedangkan harga di SPBU Rp 8.250 per liter.

Wati hanya mengambil untung sekitar Rp 5.00 per liternya.

“Saya beli BBM-nya tetap di SPBU. Tiap hari saya kulakan 200 liter, yang 100 liter pertalite dan 100 liter lagi pertamax,” katanya.

Saat membuka usaha pom mini, Wati mengaku tidak mengurus izin. Dia juga tidak meminta izin di lingkungan.

Dia hanya mengirim surat pemberitahun ke kepala desa. Sebenarnya dia tahu usaha pom mini itu tidak resmi alias ilegal.

Maka itu, dia berharap pemerintah segera mengeluarkan aturan untuk melegalkan usaha pom mini.

Wati merupakan satu dari puluhan pemilik usaha pom mini di Kabupaten Blitar.

Setahun belakangan ini, usaha pom mini mulai menjamur di Kabupaten Blitar.

Terutama di wilayah pelosok yang jauh dengan SPBU. Seperti yang terlihat di Desa Sukosewu, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.

Pantauan Surya, di sepanjang jalan Desa Sukosewu terdapat tujuh pom mini. Satu pom mini rata-rata memiliki dua mesin pengisian BBM secara digital.

Mesin pengisian BBM itu terlihat dipasang di pinggir jalan. Jalan itu merupakan jalur alternatif dari Wlingi menuju ke Nglegok atau Kabupaten Kediri.

Usaha pom mini milik warga di Desa Sukosewu, Kecamatan Gadusari, Kabupaten Blitar. Warga memasang papan mirip milik pertamina di tempat usaha pom mini-nya.
Usaha pom mini milik warga di Desa Sukosewu, Kecamatan Gadusari, Kabupaten Blitar. Warga memasang papan mirip milik pertamina di tempat usaha pom mini-nya. (surya/samsul hadi)

Di wilayah Desa Sidodadi, Kecamatan Garum, juga terdapat tiga pom mini.

Dua pom mini terdapat di sekitar Pasar Kutukan dan satu lagi terdapat di pertigaan arah ke perempatan Garum.

Keberadaan pom mini juga banyak terlihat di wilayah Kecamatan Nglegok atau jalur alternatif ke Kediri.
Sepanjang jalan dari Penataran sampai ke Desa Sumberasri, Kecamatan Nglegok, sedikitnya terdapat tujuh pom mini.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Blitar, Agung Pudjianto mengakui saat ini usaha pom mini semakin banyak.

Dinas tidak bisa mengendalikan usaha pom mini karena belum ada regulasi yang mengaturnya.

Karena soal regulasi itu, Dinas juga belum bisa memproses izin usaha pom mini.

Selama ini, Disperindag hanya melakukan pengawasan keberadaan usaha pom mini.

Disperindag hanya mengimbau ke pemilik usaha pom mini agar lebih meningkatkan masalah keamanan.
“Jumlah detail pom mini kami juga belum punya. Kami belum bisa bertindak karena belum ada aturan soal usaha itu,” ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved