Sambang Kampung

Mayoritas Pensiunan, Warga Kampung Sutorejo Keluhkan Lonjakan Tarikan PBB

Warga Sutorejo tinggal dekat dengan kawasan strategis di Timur Surabaya. Tetapi bukan berarti mereka menikmati keuntungannya. Kini mereka protes PBB..

Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Eben Haezer Panca
Surabaya.tribunnews.com/Achmad Zaimul Haq
Suasana pemukiman di kampung Sutorejo. Warga di kawasan itu mengeluhkan kenaikan PBB sampai dua kali lipat karena pesatnya pembangunan di Surabaya Timur. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Kota Surabaya belakangan terus berkembang pesat, utamanya pada infrastruktur dan fasilitas jalan-jalan baru. Kenyataan ini menarik banyak investor menanamkan investasinya di kota ini, tak terkecuali di kawasan Timur Surabaya. 

Dampak kemajuan infrastruktur ini turut berimbas pada naiknya harga tanah dan pajak bumi bangunan (PBB).

Tahun ini, setidaknya ada kenaikan cukup signifikan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yang turut meningkatkan beban PBB warga masyarakat.

Hal itu sempat dikeluhkan warga di kampung Sutorejo Timur RT 9 RW 8 Kelurahan Sutorejo, Kecamatan Mulyorejo.

Warga cukup kaget lantaran SPPT PBB mereka naik cukup pesat hingga seratus persen atau naik dua kali lipat.

"Warga di sini kaget setelah dapat tagihan pembayaran pajak, ternyata naiknya tinggi sekali. Termasuk saya," ucap Ketua RT 9 Dian Puspita Sari pada Surya, Minggu (4/6/2017).

Ia menyebutkan, dengan luas bangunan sekitar 3.000 meter persegi, tahun lalu ia hanya dikenakan pajak Rp 800.000. Namun, tahun ini nilai pajak mencapai Rp 2,2 juta. Kenaikannya lebih dari dua kali lipat.

"Ya sempat kaget. Itu yang saya uruskan tanahnya orang tua. Sudah janda, makanya dengan tagihan pajak setinggi itu ya cukup berat," ujarnya.

Ia berharap ada toleransi, khususnya di wilayah perkampungannya. Memang tidak secara langsung terbantu jalan MERR.

Namun kemajuan infrastruktur itu, menurut Dian, tidak seimbang dengan kenaikan kesejahteraan. Imbasnya ke kenaikan nilai PBB.

"Kami berharap ada kebijakan khusus. Terutama untuk orang yang tidak mampu. Tidak dipukul rata dalam menentukan nilai pajak bumi bangunan (PBB) di suatu wilayah," katanya.

Lantaran merasa keberatan, ia akhirnya mengajukan keringanan ke Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan. Ternyata di sana cukup banyak warga dari beberapa wilayah yang juga mengajukan keringanan.

Tinggal Sendiri

Hal senada juga disampaikan warga setempat, Lukman Hakim. Ia menyebutkan, di kampung mereka mayoritas warga dari perumahan lama. Kebanyakan pensiuanan, bahkan sudah tinggal sendiri dan orang tua saja yang menghuni bangunan.

"Kebanyakan rumahnya tidak tinggali. Kaget ditagih pajak naik sampai seratus persen," ulasnya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved