Lebaran 2016

Kupat Ketek, Kuliner Khas Lebaran Ketupat di Gresik, Rasanya lebih Gurih dari Ketupat Biasa

“Kupat Ketek dimasak menggunakan Air Ketek sampai sekitar 5 jam. Airnya inilah yang diambil dari tempat khusus,”

Penulis: M Taufik | Editor: Parmin
surya/m taufik
TEKUN - Inem bersama saudaranya sibuk membuat Kupat Ketek di rumahnya, Selasa (12/7/2016). 

SURYA.co.id | GRESIK - Kupat yang dalam bahasa Indonesia berarti ketupat memang ada di berbagai daerah, terutama saat Lebaran Ketupat yang jatuh pada tujuh hari setelah Hari Raya Idul Fitri. Tapi Kupat Ketek, hanya bisa ditemukan di Gresik.

Secara fisik, ketupat ini bentuknya hampir sama dengan ketupat pada umumnya. Ada yang dibungkus menggunakan janur atau memakai daun lontar.

Yang membedakan Kupat Ketek dengan ketupat lain adalah bahan dan cara memasaknya.

Penganan ini bahan dasarnya adalah ketan. “Kalau ketupat pada umumnya kan memakai beras, seperti lontong,” ungkap Inem, pembuat Kupat Ketek di Desa Ngargosari, Kecamatan Kebomas, Gresik saat ditemui di kediamannya, Selasa (12/7/2016).

Sedangkan cara memasaknya, juga berbeda dengan ketupa pada umumnya. Ketupat umum dimasak dengan air untuk memasak.

“Kupat Ketek dimasak menggunakan Air Ketek sampai sekitar 5 jam. Airnya inilah yang sulit didapat, tidak ada di semua daerah,” sambung ibu 45 tahun tersebut di sela kesibukannya.

Tentang rasa, Kupat Ketek jauh lebih gurih dibanding ketupat lain. Dan cara makannya pun berbeda. Kupat Kepet dimakan dengan kelapa yang sudah diparut.

“Bukan menggunakan kuah atau lauk,” lanjut ibu dua anak ini.

Kuliner ini merupakan tinggalan nenek moyang di Gresik. Hanya saja, semakin hari semakin jarang yang melestarikannya. Bahkan, sekarang tidak sudah jarang warga Gresik sendiri yang tahu keberadaan Kupat Ketek.

Pembuatnya juga terus berkurang. Di kampung tempat tinggal Inem sendiri, beberapa puluh tahun silam ada sekitar enam orang.

Kini tinggal dia sendiri yang menggeluti provesi tersebut. Lainnya, ada yang sudah meninggal dunia dan ada yang beralih ke pekerjaan lain.

Saban hari, Inem mambuat Kupat Ketek. Biasanya, dua hari sekali dia setor ke pedagang di Pasar Gresik sekitar 200 kupat. Harganya Rp 16.000 per 10 kupat.

“Kalau mendekati Kupatan (lebaran ketupat) seperti ini, melayani pesanan saja sudah tidak mampu,” kisahnya.

Ya, untuk labaran hari ini, dia mendapat banyak order. Tapi karena tidak mampu melayani semua, hanya orderan sekitar 500 ketupat yang dilayaninya.

Pesanan itu sudah mulai dikerjakan sejak hari Senin (11/7/2016). Selama dua hari, dia bisa menyelesaikan sekitar 250 ketupat.

Air Khusus
Nama Kupat Ketek diambil dari nama air khusus yang dipakai untuk memasaknya, yakni Air Ketek.

Air ini terbilang langka, karena tidak di semua lokasi ada. Salah satu sumber air ketek yang tersisa ada di Ngargosari.

Surahman, suami Inem, harus naik turun bukit untuk mendapatkan air yang warnanya kecokelatan tersebut.

Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya, hanya beberapa ratus meter, tapi karena medan yang sulit menjadi alasan kenapa jarang ada orang hendak membuat Kupat Ketek mengambil sendiri airnya meski tahu lokasinya.

Sumber air itu berada di bawah bukit Giri, dekat dengan bekas pabrik pengolahan kayu.
“Harus jalan kaki, naik turun dan melewati rawa. Debit airnya juga kecil, sehingga tidak bisa langsung mengambil dalam jumlah banyak,” kata pria kelahiran tahun 1955 tersebut.

Dibantu dua anak lelakinya, pria asli kelahiran Bangkalan Madura ini harus mengambil air menggunakan timba kecil, kemudian dimasukkan ke dalam jeriken. Lalu, jeriken berisi air ketek itu diangkat dengan pundaknya menuju ke rumah.

“Kalau hari-hari biasa, mengambil air untuk dipakai sendiri. Tapi pas menjelang Kupatan seperti sekarang, air ketek laku dijual karena banyak orang yang juga membuat Kupat Ketek di rumahnya masing-masing,” lanjutnya.

Karena itulah, setiap menjelang Kupatan, dia selalu memasang dua drum di depan rumahnya. Di bagian atas ditempeli papan kecil bertuliskan “Jual Air Ketek”.

Harganya, satu jerigen berisi 25 liter air ketek dijual Rp 15.000.

Bertahun-tahun menekuni bisnis tersebut, Kupat Ketek dan Air Ketek Surahman bukan hanya terjual di Gresik.

Dua tahun terahir, ada pelanggan dari Papua yang selalu membeli kupat dan air ketek darinya.

“Ada yang dimasak dulu di Gresik kemudian dibawa ke Papua dalam kondisi sudah siap makan. Ada juga yang langsung dibawa ke sana untuk memasak di sana,” kisahnya.

Tahun ini, penjualan Air Ketek tidak seramai tahun sebelumnya. Tahun lalu Surahman berhasil menjual enam drum air ketek menjelang Kupatan, tapi sekarang hanya lima drum saja belum habis sampai menjelang malam.

“Mungkin yang sebelumnya bikin sendiri, sekarang memilih beli langsung jadi biar tidak repot. Atau memang peminat Kupat Ketek sudah semakin berkurang,” pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved