Eksklusif Ironi Hari Pendidikan

Tak Bisa Baca Tulis, Kenali Barang Yang Dibeli Dari Gambar Merknya

Untuk membeli barang, mereka mengenali produk berdasarkan gambar merk-nya.

kompas.com
Ilustrasi 

SURYA.co.id JEMBER - Dulu, sebelum datang para aktivis Yayasan Prakarsa Swadaya Masyarakat (YPSM), pernah ada guru SMP yang dikirim pemerintah ke sana.

“Tetapi, sudah lama guru itu tidak datang. Akhirnya saya tidak bersekolah,” kata Adi.

Remaja 13 tahun ini menduga si guru itu tidak tahan lagi datang ke Mojan karena kondisi jalan sangat sulit dilewati.

Adi berharap para relawan YPSM bisa bertahan menjadi pencerah untuk anak-anak di kampungya.

YPSM, menurutr Asrotul Hikmah, sudah menetapkan anak-anak di Dusun Sumbercandik dan Mojan, masuk dalam daftar prioritas program pendampingan dan bimbingan belajar gratis sejak setahun lalu.

Harapan serupa diungkapkan Bahyul. Bapak satu anak ini sekarang berusia 30-an tahun.

Ia berterus terang tidak bisa baca tulis. Ia juga tidak lancar berbahasa Indonesia. Ia hanya bisa berbahasa daerah, yang digunakan komunikasi sehari-hari.

“Saya tidak bisa membaca dan menulis. Tetapi, bukan hanya saya. Banyak juga warga di sini yang seumuran saya, juga tidak bisa sama sekali baca tulis, termasuk istri saya ini,” katanya sembari menoleh ke perempuan muda yang duduk di sebelahnya.

Petani kopi ini mengakui bahwa buta aksara telah membuatnya kerap kesulitan berhubungan dengan dunia luar.

Terutama saat menghadapi transaksi yang melibatkan perjanjian tertulis. Pernah suatu kali ada pedagang yang datang untuk membeli sapi milik beberapa warga.

Awalnya, sebagian warga yang bermaksud menjual sapi merasa senang. karena akan mendapat uang.

Tapi, si calon pembeli sapi itu meminta kuitansi pembayaran. Ia menyodorkan kuitansi untuk ditandatangani. Tapi, karena buta aksara, warga mengira akan ditipu. "Akhirnya kami batal jual sapi," kenangnya.

Untuk membeli barang, mereka mengenali produk berdasarkan gambar merk-nya.

Membeli rokok, misalnya, mereka tidak membaca merek, tapi bentuk dan gambar merek.

“Kalau uang, saya tahu ini berapa dan itu berapa. Rokok juga begitu, dari gambarnya sudah tahu ini rokok apa,” kelakarnya sambil menunjuk sebungkus rokok di atas meja.

Bahyul mengaku ingin ikut belajar baca tulis. Dia sadar ketidakmampuannya itu merepotkan hidupnya.

Tetapi, dia malu jika harus ikut belajar bareng bocah-bocah seumuran anaknya.

“Masih malu kalau harus belajar sama anak-anak kecil,” pungkasnya. (Eben Haezer Panca/Sri Wahyunik)

Sumber: Surya Cetak
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved