Eksklusif Pasal Karet Kasus Narkoba
Jadi Pecandu Sabu Usai Isap Ganja di Penjara
Diakuinya, setelah benar-benar lepas dari jeratan narkotika, hidupnya menjadi lebih berwarna.
SURYA.co.id | SURABAYA - Menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan membuat Andra justru makin akrab dengan narkoba.
Pria yang sebelumnya cuma mengenal ganja ini bertambah menjadi pecandu sabu.
Andra mengaku beruntung. Begitu keluar dari penjara pada 2009 ada teman yang peduli.
Teman itulah yang merayu hingga ia mau masuk panti rehabilitasi. Empat bulan ia lakoni rehabilitasi di Surabaya.
Kemudian, pada Maret 2010, proses rehabilitasi kembali dilanjutkan di Bali.
Kini, Andra sudah kembali ke Surabaya. Ia berhasil melepaskan diri seratus persen dari godaan narkoba. Bahkan, mminuman beralkohol pun dihindarinya.
“Sekarang saya bergabung dengan teman-teman menjadi relawan. Saya ingin membalas bakti. Dulu, berkat komunitas inilah saya berhenti mencandu.,” kata Andra.
Sebagai relawan yang mantan pecandu, Andra yang sekarang berusia 50 tahun mengalami betapa sulit melepaskan diri dari jerat narkotika.
Pelajaran lebih berharga yang ingin dia bagikan adalah narkotika bisa membuat seluruh kehidupan seseorang hancur.
Ia lalu bercerita pengalaman hidupnya. Sebelum mengenal narkotika, ia hidup sangat normal.
Petaka baru datang pada 2000, ketika ia bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah bank swasta di Surabaya.
Sejumlah teman sesama satpam mengenalkan ganja, hingga ia pun akhirnya kecanduan daun lima jari ini.
Kehidupan Andra berubah drastis. Waktunya lebih banyak dihabiskan bersama komunitas penghisap ganja. Ia lalu menunjukkan saksi bisu salah pergaulan yang dialami.
Saksi itu adalah tato yang menghiasi hampir semua kulit kedua lengan dan kaki. Juga lubang besar bekas tindik di daun telinganya.
Keluarganya menjadi tidak terurus. Gaji yang biasa rutin diberikan untuk keluarga, ludes untuk membeli daun terlarang itu.
Puncaknya, istri yang enam tahun mendampinginya kemudian memilih berpisah. Rumah tangga yang hancur, belum membuat Andra kapok.
Pada 2001. dia dibekuk polisi. Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis tiga tahun penjara.
Andra mengaku masih beruntung, yang berlaku saat itu UU 22/1997, yang ukuran sanksinya menggunakan batas maksimal.
Ia dijerat Pasal 78 dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun penjara. Hakim memonisnya tiga tahun.
Ini berbeda dengan UU 35/2009 yang berlaku penyalagunaan narkotika saat ini, yang memberlakukan batasan vonis minimal.
Dari tiga tahun masa hukuman yang dijalani Andra, delapan bulan berlalu di Rutan Kelas I Surabaya atau LP Medaeng.
“Setelah di Medaeng, saya dilayar (dipindahkan) ke LP Pamekasan di Madura,” ujarnya.
Hidup di penjara dirasakan Andra layaknya surga bagi penikmat narkoba. Aneka jenis narkoba beredar.
“Mau memakai dengan cara suntik bisa. Suntiknya bergantian. Mau mengisap juga bisa”, katanya.
Lepas dari penjara, Andra makin menjadi-jadi. Ia kembali bergabung ke komunitas pemakai. Tapi, kali ini ia pindah ke Jakarta.
Ia bekerja sebagai pelukis tato. Hasilnya lumayan besar. Tapi semuanya ia tukarkan dengan bubuk sabu.
Keuangannya baru terganggu saat stroke menyerang. Tangannya tak lagi bisa bergerak untuk melukis tato. “Inilah masa titik balik hidup saya”, katanya.
Diakuinya, setelah benar-benar lepas dari jeratan narkotika, hidupnya menjadi lebih berwarna.
Aktivitas-aktivitas yang sehat namun menghibur, seperti menonton film di bioskop, menjadi salah satu hobinya. Hobi itu tak pernah dia lakoni saat masih menjadi pecandu.
“Dulu sehari-hari kumpulnya sama bandar dan pecandu lain. Sekarang kehidupan sosial menjadi baik. Dunia saya menjadi lebih luas,” pungkasnya. (ben)
Baca selengkapnya di Harian Surya edisi besok
LIKE Facebook Surya - http://facebook.com/SURYAonline
FOLLOW Twitter Surya - http://twitter.com/portalSURYA