Eksklusif Permukiman di Bibir Bencana
Warga Desa Ini Andalkan Semut Untuk Deteksi Banjir
Kalau banyak semut keluar dari tanah mencari tempat yang lebih tinggi, ini artinya masyarakat harus waspada. Banjir akan datang.
SURYA Online, MALANG - Meski sudah akrab dengan banjir, sekitar 3.300 warga Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, tetap saja gelisah menghadapi musim penghujan sekarang ini.
Pasalnya, dalam dua tahun terakhir, banjir besar semakin sering datang tiba-tiba.
“Dulu, banjir besar itu hanya delapan tahun atau sepuluh tahun sekali. Tetapi, sekarang bisa tiga kali ,” kata Subandi, warga Desa Sitiarjo kepada Surya, Selasa (16/12/2014).
Selain makin sering, kekuatan banjir dalam dua tahun terakhir juga jauh lebih ganas.
“Tahun lalu, banyak rumah yang rusak berat. Bahkan, ada yang meninggal terseret arus,” lanjut Subandi.
Subandi menyebut banjir tahun lalu, utamanya yang melanda pada Juli 2013, merupakan banjir terganas sepanjang sejarah. Air datang seperti ditumpahkan dari gunung.
Tidak sampai setengah jam, ketinggian air sudah mencapai tiga meter. Bahaya semakin besar karena arus air cukup kuat.
“Air membawa material, lumpur dan potongan-potongan pohon. Ini yang paling bahaya,” tegasnya.
Meski hanya berlangsung tidak lebih dari 1,5 jam, banjir itu membuiat belasan rumah ambruk dan ratusan lainnya jebol dindingnya.
Ratusan ekor ternak ludes tersapu. Ngatinah (73) tewas terbawa arus bersama ranjang tempat tidur.
Ia ditemukan tersangkut di atas sebuah lemari yang juga ikut terseret banjir.
Besarnya kerugian itu mestinya bisa diminimalisir kalau saja ada alat deteksi dan peringatan.
Kini, setelah setahun berlalu, tetap saja belum ada alat deteksi yang terpasang di sana.
Deteksi hanya dilakukan dengan mengandalkan tanda-tanda alam, yakni melihat mendung dan curah hujan di desa-desa sekitar yang berada di dataran tinggi.
Selain itu, warga juga mengandalkan deteksi banjir lewat pergerakan semut dan binatang.