Eksklusif Permukiman di Bibir Bencana

Relokasi Rumah 22 Warga Tak Kunjung Kelar

Belum genap dua tahun menikmati rumah yang sudah dia make over, Sunoto diminta untuk membongkar.

surya/david yohannes
Relokasi rumah warga Dusun Kopen, Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng, Jombang, yang tak kunjung kelar. 

SURYA Online, JOMBANG - Sebenarnya, 27 KK warga Dusun Kopen, Desa Ngrimbi, Jombang, yang rumahnya masuk kategori rawan longsor sudah mendapatkan bantuan rumah relokasi. Rumah itu dibangun pemerintah pusat dan daerah.

Warga yang masuk daerah merah, diminta membeli tanah sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan rumah. Pada Juli 2014, pemerintah mulai membangun rumah itu.

Namun, hingga saat ini rumah yang ditargetkan kelar pada November 2014 itu masih belum bisa dihuni. Rumah bertipe 36 itu belum jadi.

Rumah belum dalam kondisi diporselin, atap juga belum terpasang genting, plafon, saluran air, dan listrik.

Molornya proses pembangunan inilah yang menjadi alasan warga tidak bisa pindah dari rumah mereka.

Pembangunan rumah relokasi ini molor karena banyak hal.

Menurut Sucipto, Kepala Dusun (Kasun) Kopen, pascalongsor Januari lalu, warga diminta pindah di lahan milik Perhutani di kawasan Mojowarno.

Perhutani menawarkan lahan mereka di sana untuk ditukarguling dengan lahan warga yang masuk kawasan rawan longsor.

Warga menolak tawaran itu karena lokasi relokasi itu beda kecamatan dan jauh dari dusun mereka. Sempat ada usulan lahan di Desa Ngrimbi.

Namun, Perhutani yang kali ini keberatan, karena lahan itu masuk kawasan hutan lindung. Beberapa warga juga keberatan karena beda dusun.

Sempat terbengkalai karena bencana erupsi Gunung Kelud, warga akhirnya memilih membeli sendiri tanah yang lokasinya tak jauh dari rumah mereka.

Lahan-lahan itu warga beli dari para tetangga mereka seharga antara Rp 11 juta sampai Rp 20 juta tergantung luasnya.

Pada Juli lalu, ke-27 kepala keluarga ini akhirnya mendapatkan lahan untuk dibangun rumah baru.

”Terus terang tarik-menarik kepentingan ini membuat pembangunan molor. Saya juga tidak bisa memaksa warga. Apalagi, pihak BPBD tidak mau membangun rumah sebelum ada perjanjian tertulis yang menyebutkan warga bersedia membongkar rumah lama mereka. Sampai sekarang warga juga berat membongkarnya,” kata Sucipto.

Kebanyakan, warga di kawasan rawan itu merenovasi rumahnya sebelum terjadi longsor.

Sumber: Surya Cetak
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved