Liputan Khusus Adili Pelanggar HAM

Bimo Petrus Hilang Sejak 16 Tahun Yang Lalu

Awalnya, keluarga Utomo memang marah karena penghilangan paksa itu. Tetapi lambat laun mereka bisa menerima apa yang telah terjadi.

surya/eben haezer panca
Dionysius Utomo Rahardjo (69) menunjukkan foto anaknya Petrus Bimo yang hilang sejak peristiwa 1998. 

SURYA Online, SURABAYA - Cerita dimulai dari keluarga Petrus Bima Anugrah, aktivis yang diduga diculik tentara 16 tahun lalu dan hingga kini tidak diketahui rimbanya.

“Bimo terakhir kali menghubungi keluarga pada Maret 98. Lewat pager, dia bilang tidak jadi pulang untuk paskah,” kata Dionysius Utomo Rahardjo (69), ayah Petrus Bima kepada Surya yang menemui di rumahnya, Selasa (9/12/2014).

Petrus Bima di tengah keluarga biasa dipanggil Bimo. Tapi di kalangan aktivis 98 banyak dikenal dengan nama Bimo Petrus.

Dionysius Utomo Rahardjo mengaku, bersama istrinya Genoneva Misiatini (72) sudah berjuang dengan berbagai cara agar misteri anaknya terjawab.

Awalnya Bimo berkuliah di Jurusan Komunikasi Universitas Airlangga pada 1990.

Di jalur pergerakan, ia bergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Organisasi gerakan ini pulalah, yang kemudian membuat Bimo memutuskan hijrah ke Jakarta. Ia pindah di STF Driyakara.

Utomo sempat mengingatkan ketika anaknya akan ke Jakarta. Ia bilang, di Jakarta Bimo akan berhadapan dengan tembok kuat.

“Yang saya maksudkan dengan tembok itu adalah Soeharto. Waktu itu dia sempat menjawab bahwa kalaupun tembok itu harus ditabrak, maka dialah yang akan menabraknya dengan senyuman,” sebut pria yang pensiun dari pekerjaannya di RSJ Lawang pada 2002 silam itu.

Nasehat Utomo benar. Di Jakarta, aktivis PRD ditangkap dan ditahan 60 hari di Polda Metro Jaya dan dikenai wajib lapor. Penyebabnya menyebar selebaran Mega-Bintang.

Puncaknya Bimo dilaporkan hilang pada pertengahan Maret 1998. Keluarganya tak tahu di mana keberadaannya.

Sejumlah informasi menyebutkan bahwa dia diculik bersama sejumlah aktivis PRD yang lain.

Awalnya, keluarga Utomo memang marah karena penghilangan paksa itu. Tetapi lambat laun mereka bisa menerima apa yang telah terjadi.

Tetapi, ada garis bawah tebal yang mereka buat. Siapapun yang menghilangkan Bimo, harus bertanggung jawab.

Negara harus turun tangan untuk mengungkap tuntas kasus penghilangan paksa yang melanggar HAM tersebut.

“Secara spiritual kami memang pasrah dengan apapun yang terjadi. Biar kehendak Tuhan yang jadi. Tetapi secara manusiawi kami tidak berhenti berjuang,” tegas kakek delapan cucu ini. (idl/day/ben)

Baca selengkapnya di Harian Surya edisi besok
LIKE Facebook Surya - http://facebook.com/SURYAonline
FOLLOW Twitter Surya - http://twitter.com/portalSURYA


Sumber: Surya Cetak
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved