Stop Bus Kebut Kebutan

Sopir Bus Kerja Alat Robot

Tapi, satu hal yang pasti, dua kecelakaan berbeda itu sama-sama terkait kebut-kebutan.

surya/miftah faridl
Sopir bus ber-AC asyik merokok meski di belakangnya ada penumpang anak-anak, Senin (20/10/2014). 

SURYA Online, SURABAYA - Keprihatinan atas tragedi PO Harapan Jaya yang menewaskan tujuh penumpang pekan lalu masih belum hilang.

Penanganan polisi pun baru dimulai setelah Teguh  Hariyanto, sopir yang kebut-kebutan menyerahkan diri.

Tapi, masyarakat yang sedang menunggu penyidikan, justru kembali disuguhi kasus kecelakaan bus lain.

Kali ini, giliran PO Sumber Selamat yang membuat  nyawa melayang.  Peristiwa terjadi di Jl Raya Desa Jogoloyo, Sumobito, Jombang, Selasa (21/10/2014).

Bus yang dikemudikan Suyanto itu  menyeruduk truk yang berjalan santai di depannya.

Seorang penumpang, M Irwani (34), tewas.  Tubuhnya terlempar dari kursi, lalu melayang  keluar menerobos kaca depan, dan kemudian terinjak roda bus yang ditumpanginya itu.

Jumlah korban memang tidak sebanyak dalam tragedi PO Harapan Jaya yang menggemparkan itu.

Tapi, satu hal yang pasti, dua kecelakaan berbeda itu sama-sama terkait kebut-kebutan.

Kepala Unit Kecelakaan Satlantas Polres Jombang, Iptu Darul Asifin yang kemarin  memimpin olah  tempat kejadian perkara (TKP) menjelaskan, bus Sumber Selamat melaju kencang.

Bus menuju Surabaya itu mendahului truk. Namun, ada sepeda motor melaju dari arah berlawanan.

Bus balik banting setir ke kiri hingga akhirnya  menabrak pantat truk. Benturan keras terdengar. Moncong bus rusak.

Perilaku kebut-kebutan itu tentu tidak muncul begitu saja. Adu cepat menyisir penumpang di jalanan menjadi pendorong utama.

Bagi mereka, kalah cepat menyisir penumpang, sama dengan membiarkan potensi uang diambil sopir bus yang lain.

Apalagi, perusahaan yang menaungi mereka juga memberlakukan target pendapatan.

Juga target waktu untuk menyelesaikan  perjalanan dalam satu trayek pulang dan pergi (PP).

Irama kerja sehari-hari inilah tanpa sadari membuat mereka melupakan bahaya besar  yang selalu mengiringi.
Bahaya itu semakin besar saat mereka kurang istirahat. Mereka harus memeloti jalan berjam-jam, tanpa pengganti.

Mereka kurang tidur dan lelah, tapi tetap saja harus memegang kemudi.

“Perusahaan membiarkan mereka bekerja seperti robot, yang tidak butuh istirahat cukup. Padahal, orang beda dengan robot. Orang punya kekuatan terbatas. Seharusnya bus-bus, terutama yang jarak jauh, harus menyediakan sopir cadangan,” tutur Said Soetomo,  Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, Selasa (21/10/2014). (idl/day/ben/uji)

Baca selengkapnya di Harian Surya edisi besok
LIKE Facebook Surya - http://facebook.com/SURYAonline
FOLLOW Twitter Surya - http://twitter.com/portalSURYA

Sumber: Surya Cetak
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved