Liputan Khusus Ancaman Gunung Berapi

Langsung Menyingkir Saat Air Kawah Ijen Mubal

Bukan perkara mudah lari turun. Mereka harus menaklukkan jalan menurun sepanjang tiga kilometer.

zoom-inlihat foto Langsung Menyingkir Saat Air Kawah Ijen Mubal
Seorang penambang memikul belerang yang diambilnya dari kawah Gunung Ijen, Banyuwangi, Senin (24/2/2014).

SURYA Online, BANYUWANGI - Pengalaman panjang dan setiap hari masuk kawah membuat mereka tahu perubahan sekecil apapun yang terjadi di puncak Ijen.

Muhammad mencontohkan asap putih dari air kawah.  Asap putih ini adalah gas Sulfur Dioksida, yang berbahaya. Semua harus cepat-cepat menyingkir.

“Lalu kalau air kawah tiba-tiba mubal (mendidih -red)  kayak orang menggoreng kue cucur atau merebus air, itu juga pertanda Ijen berbahaya. Harus segera menyingkir,” sambung Sarkoni (35) penambang lain yang ikut ngobrol bersama Surya.

Sarkoni, yang sudah mengakrabi pekerjaan ini selama lima tahun lebih mengatakan beberapa kali melihat tanda-tanda  bahaya seperti luncuran gas dan gelembung gas dari air kawah. “Bila melihat itu di kawah, langsung lari turun,” ujarnya.

Bukan perkara mudah lari turun. Mereka harus menaklukkan jalan menurun sepanjang tiga kilometer.

Kondisi jalan berkelok dan sempit, bahkan sebagian lebih tepat disebut jalan setapak.

Permukaannya yang licin menambah besar bahaya. Apalagi pecahan-pecahan batu juga berserakan di sepanjang jalur. Tergelincir sedikit saja, nyawa bisa melayang.

Muhammad dan Sarkoni merasa dirinya ditakdirkan menjadi penunggu kawah. Meninggalkan kawah sama dengan menjauhi rezeki.

“Di sini duitnya tiap hari ada. Belerang seberapapun dibeli PT Candi Merimbi (perusahaan pembeli belerang). Beda dengan kerja lainnya, paling tiap pekan baru dapat uang,” kata Sarkoni.

Selama tidak ada pekerjaan lain yang lebih enak, Sarkoni dan para penambang tidak pernah meninggalkan kawah.

Beda penambang, beda pula dengan pemegang kebijakan. Mereka  ini merasa ketar ketir para penambang jadi korban.

“Tidak hanya penambang, pengunjung juga nekat naik meski sudah dilarang. Padahal kalau ada apa-apa kami juga yang disalahkan,” kata Herman S, Petugas Koordinatir Perlindungan Kawasan Ijen Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) III Jawa Timur.

Herman mengaku pernah menutup total  kawah Ijen selama 20 bulan karena aktivitas vulkanologi meningkat.

“Para penambang  demo menuntut bisa kembali menambang. Begitu juga pengunjung. Meski tak diberi tiket tetap saja naik. Alasannya penambang boleh mengapa mereka tidak,” lanjut Herman.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi pun sedikit mengalah.

Mereka tidak bisa melarang penuh, tetapi memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada penambang dan pendaki. Termasuk prosedur evakuasi. (ben/idl)  

Sumber: Surya Cetak
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved