Liputan Khusus Ancaman Gunung Berapi

BPBD : Sosialisasikan Peta Rawan Bahaya

Selain bahaya gas, bahaya lain yang muncul saat erupsi adalah lontaran batu pijar dan hujan abu.

zoom-inlihat foto BPBD : Sosialisasikan Peta Rawan Bahaya
antara
Seorang pria menyaksikan aktivitas Gunung Bromo dari Puncak Penanjakan, Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (24/11/2013).

SURYA Online, PROBOLINGGO - Kepala BPBD Kabupaten Probolinggo Dwi Joko Nurjayadi menjelaskan, pihaknya telah menyosialisasikan peta rawan bahaya dan jalur-jalur penyelamatan.

Informasi ini bisa didapatkan di banyak tempat, mulai dari pos pantau, warga, hingga tempat-tempat penginapan.

Langkah antisipasi itu dilakukan karena,  dalam keadaan normal sekalipun, Bromo masih mengeluarkan asap fumarol. 

Asap gas ini berbau seperti belerang dengan embusan setinggi 60 meter sampai 80 meter di atas puncak gunung.  Gas  jenis ini  banyak mengandung uap air.

“Meski tak beracun, sebaiknya tetap dihindari. Menghirupnya dalam jumlah besar bisa berdampak buruk,” tambah Syafii.

Lalu di saat erupsi terjadi,  Bromo  biasa mengeluarkan gas-gas beracun, seperti  mofet dan solfatara.

Mofet merupakan gas yang mengandung karbondioksida dan karbon monoksida.

Gas berbahaya ini tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Kandungan mofet  bisa berdampak buruk bagi kesehatan penghirupnya.

Sedangkan solfatara adalah gas  yang mengandung belerang dan berbau menyengat.

Dalam konsentrasi tinggi, gas ini juga berbahaya bagi kesehatan.

Selain bahaya gas, bahaya lain yang muncul saat erupsi adalah lontaran batu pijar dan hujan abu.

“Namun selama ini lontaran batu pijar belum pernah menjangkau pemukiman warga. Material-material tersebut, hampir semuanya terlempar ke arah kaldera lautan pasir atau kembali ke dalam kawah”, jelas Moh Syafii.

Tingginya dinding kaldera menjadi benteng pengaman pemukiman warga.

Dinding kaldera ini yang selama ini menghentikan laju lontaran batu pijar dan merontokkannya di kaldera.

Permukiman warga yang berada di balik dinding kaldera menjadi aman.

“Repotnya, kadang-kadang  ada warga atau wisatawan yang justru nekat menerobos,  mendekati kaldera untuk melihat langsung terjadinya letusan,” pungkas dia. (ben/idl)

Sumber: Surya Cetak
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved