Liputan Khusus Ancaman Gunung Berapi

PVMBG, Ujung Tombak Pertama Proses Mitigasi

Proses ini melibatkan kegiatan pengamatan di pos pantau menggunakan seismograf (alat pengukur gerakan tanah secara terus menerus).

zoom-inlihat foto PVMBG, Ujung Tombak Pertama Proses Mitigasi
surya/hayu yudha prabowo
Suasana Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Malang, pasca letusan Gunung Kelud, Minggu (16/2/2014).

SURYA Online, SURABAYA - Pakar Geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Amien Widodo mengungkapkan, erupsi gunung berapi bukanlah sesuatu yang bisa diramalkan secara tepat waktunya. 

Namun pemerintah dan masyarakat bisa meminimalkan korban dan efek buruk kentut alam itu bila jauh hari telah mengantisipasinya.

Proses mitigasi oleh PVMBG menjadi ujung tombak pertama.

Proses ini melibatkan kegiatan pengamatan di pos pantau menggunakan seismograf (alat pengukur gerakan tanah secara terus menerus).

Mitigasi juga mengamati tingkat kandungan gas di sekitar gunung, perubahan suhu, dan perubahan formasi gunung.

“Tapi,  proses pengamatan itu tidak serta merta bisa menentukan kapan letusan sebuah gunung berapi akan terjadi,” katanya.

Pada Gunung Kelud misalnya, tidak ada yang menduga erupsi terjadi hanya berselang satu jam setelah statusnya ditingkatkan menjadi awas pada Kamis (13/2/2014) malam.

Hasil pengamatan itu menjadi indikator tingkat bahaya aktivitas gunung.

“Dari gunung-gunung berapi yang ada, baru  Kelud ini yang meletus dalam rentang satu jam setelah statusnya ditingkatkan menjadi awas. Ini sangat cepat dan harus dijadikan pembelajaran khusus bagi PVMBG. Harus diteliti lagi kenapa bisa secepat itu,” papar Amien di Surabaya, Kamis (20/2/2014).

Mitigasi juga bisa mendeteksi bahan vulkanis yang dimuntahkan gunung.

Misalnya berupa debu, batu, lahar sampai asap beracun yang mengandung sulfur.

Ini akan menjadi bahan untuk merancang penyelamatan. 

“Dengan begitu bisa menekan jumlah korban dan tingkat kerugian, penelitian mendalam juga diperlukan untuk merancang strategi evakuasi bagi para pengungsi,” tegasnya.

Dalam kasus erupsi Gunung Kelud yang terjadi pekan lalu, Dosen Teknik Geofisika lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini juga menyebutkan bahwa masyarakat di sekitar Gunung Kelud, khususnya yang bermukim di Kediri, belum cukup terkoordinir secara baik setelah erupsi terjadi.

Lemahnya koordinasi saat terjadi letusan, disebabkan karena tidak adanya BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di Kediri.

Halaman
12
Sumber: Surya Cetak
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved