Memoar Seorang Markus Sajogo
Memoar Seorang Markus Sajogo
Penulis: Marta Nurfaidah | Editor: Parmin
Buku ini merupakan buku kedua setelah sebelumnya menulis biografi dalam My Love, My Life pada 2007. Namun, buku pertama itu tidak untuk diperjualbelikan. Berbeda dengan buku kedua yang dapat ditemukan di beberapa toko buku di Surabaya ini.
“Saya dibantu pula dengan file-file kasus yang pernah sayang tangani dan masih tersimpan rapi,” ungkap Markus ketika peluncuran buku Memoar Seorang Advokat di Hotel Shangri-La Surabaya, Selasa (11/6/2013).
Bahkan, kasus pertamanya yaitu mengenai orang yang tidak mau meninggalkan tempat tinggalnya di suatu perumahan meskipun telah habis masanya. Kasus pertama tersebut ditangani pada 1960an, menjadi langkah pertama Markus dari lima dekade masa karirnya sebagai pengacara yang memantapkan diri sejak 1967 ini.
File-file yang tersusun rapi itu membantu saya ketika ada anak Indonesia yang diadopsi keluarga Belanda. “Mereka ketika dewasa, entah 20 atau 30 tahun kemudian, akan mencari orangtua kandungnya,” tutur Markus. Dengan masih tersimpannya ribuan kasus yang pernah ditangani di suatu database, Markus jadi cepat mengumpulkan informasi kembali ketika hal itu benar-benar terjadi.
Toh, menjadi pengacara sukses tidak berarti selalu mematok kasus dengan uang. Markus mengakui banyak juga kasus yang ditanganinya tanpa dia dibayar. “Saya simpati saja dengan mereka dalam kasus tersebut, sehingga saya bebaskan dari membayar uang kepada saya,” ungkap lelaki yang istrinya, Aatje Chitranadi, telah meninggal dunia pada 2009 ini.
Sebagai pengacara, dia tidak selalu menang meskipun itu mendominasi perjalanan karirnya. “Ada kalanya saya kalah. Tetapi ada pula yang kemudian saya menang di tingkat banding,” ujarnya. Kemudian Markus menuturkan bahwa pernah ada hakim yang terus terang kepadanya untuk memenangkan seseorang karena dukungannya banyak. Walaupun klien yang didampinginya kalah tetapi dia menang di tahap berikutnya.
Cara penyelesaian kasus oleh Markus juga kebanyakan melalui jalur mediasi. Sehingga, semua pihak berdamai dan dapat menerimanya dengan hati terbuka. Dari sana dan profesi yang digelutinya ini, dia memperoleh banyak sahabat dan relasi.
Buku ini diselesaikannya dalam waktu setahun. Tentu bukan perjalanan mudah karena kondisi kesehatannya saat ini. Namun, Markus tetap pantang patah semangat untuk mengerjakannya. Dia menulis berdasar memoar tentang suatu kasus. Apakah itu mengenai adopsi anak oleh orang Belanda atau perselingkuhan, dan sebagainya.
“Ayah selalu menanamkan prinsip fighting spirit kepada saya dan Stephen. Jika buntu di satu pintu, maka masih ada pintu lain yang bisa dibuka untuk merampungkan masalah,” ungkap Leslie yang memimpin kantor sekaligus menjadi partner ayahnya di kantor yang mereka kelola, Markus Sajogo & Associates. Sedangkan Stephen telah berhasil sebagai pendiri dan CEO Sayogo Incorporated, perusahaan showbiz dan event producer yang bergerak di bidang hiburan.
Rasa sosial yang tinggi oleh Markus ini tampak pula dari penjualan buku ini. Cetakan pertama Memoar Seorang Advokat ini berjumlah 1.500 eksemplar. Dan seluruh hasil penjualan akan disumbangkan kepada yayasan sosial, gereja, dan beberapa pihak lainnya.
Buku setebal 236 halaman ini diharapkan mampu disempurnakan kembali oleh rekan seprofesi. Sehingga, iklim peradilan di Indonesia dapat menjadi semakin baik dan profesi advokat atau pengacara dihormati oleh masyarakat atau disebut Officium Nobile.