Soekotjo Bos PT Warna Warni Dibebaskan MA
Pengusaha properti Soekotjo Gunawan, akhirnya bisa bernapas lega. Mahkamah Agung (MA) membebaskannya
Putusan bebas terhadap bos PT Warna Warni itu ditetapkan tiga hakim agung, yakni Imam Harjadi, Salman Luthan, dan Mansur Kartayasa, 14 Desember 2011. Namun salinannya baru diterima Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (18/6/2012).
Putusan MA ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya serta menolak kasasi jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Surabaya.
Menurut hakim, perbuatan terdakwa menunjuk Adjiz Gunawan dan kawan-kawan sebagai kuasa hukum PT GKI dan menyerahkan dokumen pembelian tanah PT Pertekstilan Ratatex bukan perbuatan melawan hukum.
Penunjukan Adjiz Gunawan sebagai kuasa hukum PT GKI, 17 Desember 2009, dilakukan Soekotjo saat menjabat Direktur PT GKI dan telah mendapatkan mandat berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB), 11 Desember 2009.
Dalam RUPSLB itu, Soekotjo, baik secara bersama-sama dengan Alim Markus (salah satu pemegang saham dan komisaris PT GKI) atau bertindak sendiri-sendiri diberi kewenangan menyelesaikan masalah aset PT Pertekstilan Ratatex yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, 19 November 2009.
Berdasarkan surat kuasa itu, Adjiz Gunawan telah menerima dan membawa surat/dokumen PT GKI yang berhubungan dengan PT Pertekstilan Ratatex dan menyerahkan fotokopi kepada kurator. Sedangkan dokumen asli tetap berada pada Adjiz Gunawan karena jasa hukum/fee belum dibayar PT GKI.
“Dengan demikian terdakwa tidak terbukti menguasai dokumen-dokumen PT GKI hingga tidak dapat dipersalahkan tindak pidana yang didakwakan,” jelas hakim.
Malah, menurut hakim, jika PT GKI tidak mendaftarkan diri sebagai kreditur PT Pertekstilan Ratatex, maka PT GKI akan kehilangan hak menagih utang kepada PT Pertekstilan Ratatex.
Hal itu akan sangat merugikan PT GKI karena perusahaan ini telah mengadakan MoU dengan PT Pertekstilan Ratatex untuk jual beli asetnya sebelum dinyatakan pailit dan telah menerima pembayaran Rp 16 miliar dari harga yang disepakati sebesar Rp 92,7 miliar.
“Terdakwa tidak bisa dikualifikasikan melakukan penggelapan dalam pekerjaan atau jabatannya,” tegas hakim.
Menurut hakim, JPU juga tidak dapat membuktikan bahwa putusan itu merupakan pembebasan tidak murni.
Tak hanya itu, MA juga tidak melihat bahwa putusaan PN yang membebaskan Soekotjo melampaui batas wewenang. “Oleh karena itu permohonan kasasi jaksa harus dinyatakan tidak dapat diterima,” pungkasnya.
Panitera Muda Pidana PN Surabaya Soedi segera mengirimkan putusan itu ke Soekotjo dan JPU. "Putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) jadi tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan jaksa penuntut maupun Soekotjo," tegasnya.
Kuasa Hukum Soekotjo Gunawan, Purwanto SH, mengaku, belum menerima petikan maupun salinan putusan MA itu. “Kalau benar informasinya MA menolak kasasi jaksa, itu memang sudah selayaknya,” kata pengurus Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Surabaya.
Sampai kemarin, Purwanto belum bisa memastikan apakah kliennya akan menuntut balik pelapor.
Soekotjo ditangkap di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, saat akan ke Singapura, 30 September 2010. Setelah itu, dia ditahan di Rutan Medaeng, meski akhirnya dibantar ke Rumah Sakit Bhayangkara, Polda Jatim dan kemudian dipindah ke Graha Amerta RSU dr Soetomo.